Delapan

1425 Words
Sammuel, pria bertubuh tinggi dengan rambut bergaya man bunn, bagian atas yang panjang dikuncir sementara kanan dan kirinya dipotong cepak. Memakai tatto di tangan juga di dadanya. Belakangan ini menghabiskan waktu dari club yang satu ke club lainnya. Bukan sebagai DJ yang merupakan hobinya, namun lebih sering bermabuk-mabukkan atau bermain wanita. Pria berparas tampan dengan wajah yang bersih dan mata yang agak sipit itu dapat dengan mudahnya menggaet wanita manapun yang dia mau. Hanya sekali berkedip, wanita akan bertekuk lutut dan memohon untuk dipuaskannya. Ya begitulah Sammy, segala sesuatu tentangnya amat sangat menarik terutama bagi kaum hawa. Dia bekerja di bidang e-sport game online, kepintarannya membuat berbagai aplikasi ,mengantarkannya menjadi seorang milyarder muda. Sayang kesuksesannya dalam karir berbanding terbalik dengan percintaannya. Viera, wanita yang selama lima tahun berpacaran dengannya kini meninggalkannya dan memilih menikah dengan lelaki lain yang satu iman dengannya. Sejak awal Sammuel tahu, akhir kisah mereka tak akan bahagia, namun dia berpikir untuk tak perlu menikah saja selamanya, asal bisa bersama dengan Viera, wanita yang sangat dicintainya. Namun harapannya sirna, saat Viera memutuskan hubungan dengannya dan berkata ingin menikah dengan pria lain, dan sialnya lagi, dia baru tahu bahwa Viera tengah mengandung anak dari pria sialan itu. Sammuel berada di salah satu sudut di Bar tersebut, dimana terdapat sofa panjang berwarna merah maroon, disampingnya sudah berada dua wanita berpakaian seksi yang menemaninya minum alkohol. Memberikan belaian yang sangat lembut yang bertujuan untuk menggodanya agar Sammuel mau menghabiskan uang untuk mereka juga. "Bro, sampai kapan mau kayak gini?" tutur pria yang baru datang, Pria bernama Hadi itu duduk disamping Sammuel yang sudah menghabiskan botol keduanya malam ini. Siang hari dia bisa melupakan Viera dengan sibuk bekerja, namun saat malam menjelang dia akan selalu memikirkan wanita itu, yang membuat dadanya selalu sakit. Selain sebagai sahabat, Hadi adalah manajernya di perusahaan e-sport miliknya, dia membantu Sammuel mengelola segalanya, bisa dibilang dialah tangan kanan yang paling dipercaya Sammuel. "Sampai mati mungkin," ucap Sammuel acuh, menepis tangan wanita yang ada di sampingnya, mengusir mereka agar tak mengganggunya. Malam ini dia ingin sendiri tanpa wanita-w*************a seperti malam sebelumnya. Terkadang dia benar-benar merasa hilang akal, tak tahu apa yang telah dia lakukan sehingga saat bangun pagi, dengan kepala berdenyut pusing dan berada di pelukan wanita yang dia bahkan tak tahu siapa namanya. Hidupnya seolah hancur sama seperti hatinya, dan ketika pulang kerumah, hanya ocehan ibunya yang selalu di dengarnya. Wanita itu memang sejak awal tak pernah menyukai Viera, dengan terang-terangan menunjukkan ketidak sukaannya pada Viera, namun Viera tak pernah sekalipun bersikap kurang ajar pada ibunya itu, meskipun seringkali disindir atau dihina olehnya. "Lo harusnya bisa buktiin ke Viera, kalau tanpa dia lo juga bisa bahagia, bukan kayak gini! Sadar Samm, life must go on!" "Lo bisa ngomong gitu karena lo nggak pernah jatuh cinta sedalam cinta gue ke dia, gue bahkan rela lakuin apapun demi dia, harusnya dia bisa sabar sedikit! Kenapa dia harus khianatin perasaan tulus gue ke dia!" setengah berteriak Sammuel menumpahkan segala keluh kesahnya, suara hingar bingar musik tak jua membuatnya merasa lebih baik. Hatinya seolah sepi, suara itu bahkan tak mampu menembus gendang telinga untuk menulikannya, karena pada akhirnya selalu terdengar suara Viera, seolah bergumam di telinganya. Senyumnya, tawanya yang hanya diberikan untuknya, termasuk tubuhnya. Yang kini menjadi milik orang lain. "Sialll!!!" Sammuel membanting gelas ke lantai hingga pecah berhamburan. Pelayan bar disana berjalan cepat ke arahnya, membawa alat kebersihan dan dengan segera membersihkan serpihan kaca itu. Beberapa orang memperhatikannya, namun hanya sepersekian detik, karena setelah itu, mereka sudah kembali dengan aktifitas mereka, menari mengikuti musik dan kilauan lampu yang menerpa tubuh mereka. Seolah dunia mereka tak pernah terganggu oleh apapun jua. "Lo udah mabuk! Kita pulang sekarang!" tutur Hadi, menarik tangan Sammuel yang langsung ditepis Sammuel sampai Hadi terpelanting ke sofa yang dia duduki tadi. "Berisik ah!" ucap Sammuel. Mengambil botol minuman dan menenggaknya sekaligus, Hadi menarik nafas panjang dan membuangnya dengan keras, terserahlah Sammuel mau apa? Dia akan tetap menemaninya disini, dia tahu lelaki itu tak bisa ditinggalkan begitu saja dalam kondisi seperti ini. Atau dia akan mengacaukan segalanya. Pria itu terkadang terlihat kuat diluar namun sangat rapuh di dalamnya, apalagi jika sudah menyangkut tentang cinta dan perasaan. Mereka bisa menjadi makhluk yang lemah dan lembut mengalahkan para wanita. Saat patah hati, banyak diantara mereka yang benar-benar merasa hancur, tak jarang justru menambah hancur dirinya sendiri, merasa bahwa tak akan ada lagi hari esok, ketika dia yang dicintai, meninggalkan pergi. *** Sementara itu di apartmen Viera, hari semakin malam, namun Angga belum juga pulang kerumah, dia memang sempat memberikan kabar kalau harus lembur malam ini. Namun ini sudah lewat jam dua belas malam dan lelaki itu tak juga menampakkan batang hidungnya. Viera tak pernah merasakan ini sebelumnya. Selama ini Angga selalu pulang sebelum Viera sampai rumah, menyiapkan makan malam dan keadaan rumah yang telah bersih rapi. Namun kini, Viera memandang miris pada onggokan sepatunya yang berantakan, dengan kaos kaki tak jauh dari sepatu itu, bahkan dia tak berniat sedikitpun untuk membereskannya. Piring kotor bekas makannya masih berserakan di meja, dan dia masih bermalasan sambil memainkan ponselnya di depan televisi. Siaran televisi yang tidak ditontonnya, hanya untuk mengusir sepi dengan mendengar suara yang dikeluarkannya. Lagi-lagi Viera melihat jam di dinding, seolah jarum jam bergerak sangat lambat. Mungkinkah selama sebulan menikah dengan pria itu, membuat Viera yang terbiasa dengan kehadirannya, kini merasakan sesuatu yang kosong saat tak ada pria itu? Viera mendengar suara langkah kaki dari arah luar, dan suara kunci diputar. Dengan segera Viera mematikan televisi dan berjalan ke kamarnya, sebaiknya dia pura-pura tertidur, tak mau Angga tahu bahwa dia menunggunya. Bisa ke ge-eran pria itu jika tahu. Viera memejamkan matanya dan berbaring miring. Terdengar suara sepatu Angga yang diletakkan di lemari sepatu, juga sepatu Viera yang dirapikannya. Lalu langkah kaki Angga menuju dapur, semua tak lepas dari pendengaran Viera apalagi pintu kamar sengaja tidak ditutup rapat. Suara air yang dikeluarkan dari dispenser, mengisi gelas kosong. Angga pasti sedang minum saat ini. Dan suara denting gelas juga piring yang diletakkan di wastafel, dengar kan? Bahkan secapeknya Angga pulang kerja, masih menyempatkan diri mencuci piring. Viera curiga Angga mengidap OCD sehingga tak bisa melihat rumah berantakan sedikit saja. Tak berapa lama terdengar suara sofa yang diduduki. Viera menunggu hingga beberapa menit lamanya namun Angga tak juga masuk ke dalam kamar. Saat dia berniat bangkit, terdengar pintu kamarnya terbuka, dengan segera dia memejamkan lagi matanya. Angga meletakkan tasnya di dekat lemari, membuka bajunya dan berjalan ke kamar mandi, mungkin membasuh wajahnya sebelum tidur, tak mungkin mandi kan sudah lewat tengah malam seperti ini? Namun dugaan Viera salah, karena terdengar kran shower yang menyala cukup lama, rupanya Angga benar-benar mandi sebelum tidur. Angga keluar dari kamar mandi dengan satu handuk tersampir di leher, dan satu handuk melilit tubuh bagian bawahnya. Mengeringkan wajah dan mencari kaos untuknya, memakai kaos itu dan juga mengambil celana pendek dan memakainya. Lalu kembali ke kamar mandi, mungkin meletakkan handuk di jemuran kecil dekat walking closet. Angga mematikan lampu kamar Viera dan berbaring disamping Viera, sempat melongokkan wajahnya, memastikan apakah Viera telah tertidur? Lalu dia memejamkan matanya, rasa lelah membuatnya sangat mengantuk, tanpa berbicara dia pun tampak tertidur. Viera menoleh dan mendapati Angga yang sudah tertidur. Viera memanyunkan bibirnya, dia menunggu beberapa jam namun seolah diacuhkan seperti ini. Viera berbaring menghadap Angga, memperhatikan wajahnya lekat. Melihat Angga tertidur seperti ini, membuatnya merasa pernah mengenal Angga jauh sebelum bekerja di hotel itu, apakah Angga teman SD nya? Atau teman SMP nya? Namun semakin memikirkan itu membuat kepala Viera menjadi pusing. Dia pun memutuskan tak memikirkan hal itu lagi. "Belum tidur?" suara Angga jelas mengagetkannya, Viera pikir pria itu sudah tertidur pulas. Angga membuka sebelah matanya dan mendapati Viera yang menatapnya lekat. Viera segera membalikkan badannya membelakangi Angga. "Terbangun tadi," ucapnya asal. "Ehmmm, oke," suara Angga terdengar parau dan berat mungkin sangat mengantuk dan lelah. "Ngerjain apa? Pulang malam banget?" tanya Viera, masih memunggungi Angga. "Audit resto," jawab Angga. "Boleh peluk nggak?" tanyanya dengan suara beratnya. "Terserah," jawab Viera cuek. Angga segera berbaring miring dan memeluk Viera dari belakang, mengusap perut Viera yang membuncit dan tangannya kian lama terasa kian berat. Napas Angga terasa di tengkuk Viera, napas teratur itu membuat Viera yakin kali ini Angga sudah benar-benar tertidur pulas. Viera memperhatikan lengan Angga yang berada di atas pinggangnya, sementara telapak tangannya menyentuh perutnya. Viera memegang tangan Angga dan merasakan hangat yang menjalari tubuhnya. Rasanya nyaman dipeluk seperti ini, meskipun agak sedikit aneh, mengingat dirinya yang tak mempunyai perasaan apa-apa untuk lelaki itu. Viera merasa matanya kian berat. Pelukan Angga, suara napas teraturnya layaknya sebuah simphoni yang mengantarkannya pada tidur panjangnya malam ini. Dan dengan cepat Viera tertidur pulas. Menyambut mimpi indahnya. *** 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD