Bab 3

1308 Words
  Aurora menatap ibunya yang tampak sibuk dengan laptop yang ada di pangkuannya. Astaga, ibunya bahkan masih sibuk dengan pekerjaannya padahal dia sudah berada di rumah. Aurora menghembuskan napasnya dengan pelan. Di ujung ruangan ada ayah tirinya yang tampak mengamati apa yang akan Aurora lakukan. Ya, Aurora memang sudah berjanji padanya, mungkin ayahnya hanya ingin memastikan jika Aurora menepati janjinya. Atau dia hanya ingin mengawasi jika saja ibunya akan marah ketika mendengarkan cerita Aurora. Baiklah, seharusnya Aurora sudah mengatakan ini sejak satu bulan yang lalu. Aurora terlambat menceritakan kebenaran yang ada. Jika ibunya marah, itu adalah hal yang sangat wajar. Ibunya memberikan larangan, Aurora melanggar dan tidak mengatakan kebenaran yang ada. Benar, jika ibunya marah, Aurora harus tetap diam dan mendengarkan semua kemarahannya. Hanya satu hal yang tidak akan Aurora lakukan; memutuskan hubungannya dengan Victor. Jujur saja Victor pemuda yang sangat baik. Victor memiliki keluarga yang kurang beruntung tapi dia pria yang pantang menyerah. Victor memulai segala hal dalam hidupnya dengan kerja kerasnya sendiri. Pria itu mungkin belum terlalu sukses, tapi Victor selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik. Lagipula selama ini Victor juga selalu memperlakukan Aurora dengan sangat baik. “Mommy, bisakah aku bicara denganmu?” Tanya Aurora sambil duduk di samping ibunya. Abigail mengangkat kepalanya dan menatap Aurora sambil mengernyitkan dahinya. “Ada apa, sayang?” Tanya ibunya. Wanita itu akhirnya meletakkan laptop yang ada di pangkuannya ke atas meja. Dia juga meletakkan kacamata yang dia kenakan. Aurora menatap ayahnya yang tampak duduk dengan santai di pojok ruangan. Jujur saja Aurora merasa jika dia butuh bantuan ayahnya. Seakan mengerti akan apa yang dipikirkan oleh Aurora, ayahnya tersenyum lalu menganggukkan kepalanya dengan pelan. Bukan hanya itu saja, pria itu juga bangkit berdiri lalu melangkahkan kakinya untuk mendekati Aurora dan juga ibunya yang sedang duduk di sofa ruang tamu. Baiklah, sekarang Aurora akan mendapatkan bala bantuan. Ayahnya tidak akan membiarkan Aurora dimarahi oleh ibunya. Ya, setidaknya ayahnya akan membantu Aurora untuk menenangkan ibunya jika saja wanita itu terlalu marah dan tidak bisa mengendalikan emosinya. “Hei, ada apa ini? Kenapa kamu tampak sangat gugup sayang?” Tanya ibunya. “Aurora, ayo jelaskan pada ibumu..” Kata ayahnya dengan pelan. Mendengar kalimat yang dikatakan oleh ayahnya membuat ibunya tampak semakin kebingungan sehingga dia melayangkan tatapan menuntut ke arah Aurora. “Ada sesuatu yang salah?” Tanya ibunya dengan tegas. “Aku punya kekasih. Namanya Victor. Aku ingin memberitahu kepada Mommy..” Kata Aurora dengan pelan. Aurora menatap ibunya dengan pandangan was-was. Oh Tuhan, jika ibunya marah, apa yang harus Aurora lakukan? “Apa? Apakah aku tidak salah dengar? Apa yang kau katakan, Aurora?” Tanya ibunya. Aurora menolehkan kepalanya untuk menatap ayahnya. Sungguh, ibunya pasti akan sangat marah sekarang. Aurora sadar jika ibunya selalu menginginkan kesempurnaan di dalam hidupnya. Selama ini ibunya juga menuntut hal yang sama dari Aurora. Tapi, apakah salah jika Aurora merasa bosan dengan kehidupannya yang penuh dengan aturan? Aurora ingin tumbuh seperti remaja pada umumnya. Berpesta, menonton film dengan kekasih mereka, pergi ke pantai dan menghabiskan musim panas bersama. Ya, Aurora juga menginginkan semua itu. “Jangan bergurau denganku, Aurora. Mommy sudah mengatakan padamu jika Mommy tidak akan pernah memberikan izin padamu untuk berpacaran. Aurora, telepon pemuda itu dan akhiri hubungan kalian” Kata ibunya dengan tegas. Aurora langsung mengangkat kepalanya dan menatap ibunya dengan pandangan tidak setuju. Astaga, Aurora bahkan bisa merasa jika matanya memanas saat ini. Tidak, Aurora tidak ingin mengakhiri hubungannya dengan Victor. “Abigail, jangan bicara seperti itu..” “Diamlah, Dalton. Aku harus bicara dengan putriku dan aku tahu apa yang terbaik untuknya” Kata ibunya dengan cepat. Aurora merasa jika sekarang dia akan menangis. Oh tidak, Aurora harus memberikan penjelasan pada ibunya, dia tidak boleh menangis seperti ini. “Jangan lupa, dia juga putriku. Dia tidak melakukan kesalahan besar, dia tidak ditangkap polisi karena mengkonsumsi n*****a. Ayolah, dia masih remaja.. ini hal yang wajar untuk dia lakukan” Kata ayahnya sambil mengusap bahu Aurora yang mulai bergetar karena menahan tangisannya. Aurora mencoba untuk menghembuskan napasnya dengan pelan. Sungguh, Aurora sangat tidak suka pada emosinya yang sangat sulit untuk dikendalikan. Aurora selalu menangis di saat menghadapi masalah seperti ini. “Dalton, jangan membuatku kesal. Aku tahu apa yang terbaik untuknya, dia tidak boleh berjalan di luar rencanaku!” Kata ibunya sekali lagi. “Tidak, Abigail. Kau sama sekali tidak tahu apa yang terbaik untuknya. Sebagai seorang ibu, kau memang menginginkan segala hal yang terbaik untuk Aurora, tapi tidak tahu mana yang terbaik untuknya. Biarkan dia melakukan apa yang dia suka. Sebagai orang tua hanya hanya perlu memberinya nasehat, bukan perintah seperti yang selama ini kau berikan padanya..” Kaya ayahnya. Aurora tidak tahan lagi, dia akhirnya meneteskan air matanya. Sebagai seorang ayah tiri, Dalton memang selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk Aurora. Entahlah, Aurora tidak mengerti kenapa Dalton bisa sangat menyayanginya padahal dirinya bukan putri kandung pria itu. “Hei, sayang.. kenapa kau menangis? Jangan menangis.. baiklah, sepertinya sekarang kau harus naik ke kamarmu. Biarkan aku yang berbicara pada ibumu..” Kata Dalton sambil mengusap air mata Aurora. Aurora menatap ibunya yang tampak menghembuskan napasnya dengan kesal. Mungkin memang sebaiknya Aurora naik ke kamarnya saja. “Tenang saja, Daddy akan berbicara pada Mommy. Kita akan mencari jalan yang terbaik untukmu. Jangan khawatir..” Kata ayahnya sekali lagi. Akhirnya, satu-satunya hal yang bisa Aurora lakukan adalah mengikuti apa yang dikatakan oleh ayahnya. Oh ya Tuhan, Aurora sama sekali tidak mengerti kenapa ibunya bisa sangat ditaktor seperti ini. Aurora merasa jika segala hal di dalam hidupnya sudah ditentukan oleh ibunya sejak dia masih belum lahir. “Jangan ke kamarmu, Aurora. Mommy harus berbicara denganmu agar kamu mengerti segalanya..” Kata ibunya dengan cepat. Aurora menghentian langkahnya dan menatap ibunya dengan kebingungan. Aurora juga menatap ke arah ayahnya yang tampak langsung menghembuskan napasnya dengan pelan. “Abigail, biarkan dia ke kamarnya. Kita akan membicarakan ini nanti.. kau sangat emosi saat ini, jangan sampai Aurora sakit hati karena mendengar kalimatmu..” Kata ayahnya. “Dia memang harus mengetahui semuanya, Dalton. Dia harus mengetahui alasan dibalik sikapku yang seakan mengatur segala hal di dalam hidupnya. Dia putriku, dia harus belajar dari kisah masa laluku..” Kata ibunya. Aurora mengernyitkan dahinya. Masa lalu? Apakah ini ada hubungannya dengan ayah kandungnya? Aurora akhirnya melangkahkan kakinya untuk kembali duduk. Dia ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu. Ketika ayahnya dan ibunya bercerai, saat itu Aurora baru berusia 12 tahun, Aurora belum terlalu mengerti akan apa yang terjadi. Jujur saja Aurora juga sangat bahagia dengan kehidupannya yang saat ini. Aurora juga sangat menyayangi Dalton sekalipun pria itu hanya ayah tirinya, tapi tetap saja.. Aurora tetap ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi sehingga membuat ayah dan ibunya memutuskan untuk bercerai dan hidup berjauhan. “Abigail.. jangan mengatakan sesuatu—” “Dalton, aku harus mengatakan semua ini. Setidaknya putriku memang harus tahu kesalahan apa saja yang dulu aku perbuat. Aurora juga harus tahu jika tidak semua pria yang terlihat baik akan selalu baik. Aurora terlalu naif, dia sama seperti aku ketika aku masih muda..” Kata ibunya. “Jangan menceritakan apapun yang akan membuat putriku tertekan.  Aku tidak akan menyukainya” Aurora menghembuskan napasnya dengan pelan. Kenapa malah kedua orang tuanya yang berdebat? Aurora sangat tidak menyukai keadaan ini. ketika dia mendengarkan perdebatan, ada sebuah ingatan buruk yang muncul di kepalanya. Aurora masih ingat jika beberapa tahun sebelum perceraian orang tuanya, mereka selalu bertengkar setiap hari. Ya, ibunya akan terus berteriak kepada ayahnya, kadang ibunya juga melemparkan barang-barang ke lantai sehingga menimbulkan suara yang memekakkan telinganya. Dulu, saat ibu dan ayahnya bertengkar, Aurora akan duduk di dalam kamarnya dan menangis di pelukan Bibi Alista. Kadang Aurora juga harus menangis sendirian karena bibinya sedang bekerja. Aurora melewati semua itu, sekarang dia merasa takut jika memori mengerikan itu harus kembali terulang. “Apakah ini tentang ayah kandungku? Katakan semuanya, Mommy.. aku akan mendengarnya..” Kata Aurora dengan pelan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD