Bab 29

1896 Words
Jersey City, New Jersey (US) Perjalanan jauh yang Alfred dan Felix tempuh akhirnya berhenti di sekitar New Jersey karena wilayah itu mulai diguyur oleh hujan es dalam ukuran yang cukup besar. Alfred terpaksa menghentikan perjalanan mereka karena saat ini dia tengah tersambung dengan sebuah panggilan telepon dari seseorang yang... yang cukup penting. “Ya, Abigail?” Lima tahun. Sudah lima tahun berlalu sejak pembicaraan  terakhir mereka. Selama ini tidak pernah terlintas di pikiran Alfred jika wanita itu akan menghubunginya. Abigail terlalu marah, dia kecewa atas setiap kegagalan yang mereka hadapi dalam pernikahan. Bahkan wanita itu sepertinya tidak pernah ingin mendengar namanya ataupun mengetahui bagaimana kabarnya. Tapi sekarang Alfred sedang berada di sambungan telepon Abigail. “Aku mendengar namamu di saluran televisi..” Kalimat pertama yang diucapkan Abigail justru sebuah berita yang menayangkan hasil penelitiannya. Alfred tidak tahu apa saja yang ditulis oleh media dalam setiap berita yang menyorot rapat darurat kemarin malam, tapi entah kenapa Alfred merasa jika Abigail terdengar sangat ketakutan saat ini. “Aku sedang berada di New Jersey untuk menjemput Aurora..” Sekalipun Abigail tidak menanyakan, Alfred berinisiatif untuk memberikan penjelasan. Alfred tahu jika Abigail menghubunginya untuk menanyakan mengenai Aurora. Wanita itu terlalu membenci dirinya, tidak ada alasan penting selain keadaan Aurora yang bisa membuat Abigail menghubunginya seperti saat ini. “Tolong selamatkan dia..” Alfred bisa mendengar jika suara Abigail bergetar saat ini. Wanita itu berusaha keras untuk menahan tangis. Sebuah senyuman langsung terkembang di wajah Alfred. Lima tahun tidak mendengar kabar Abigail membuat Alfred merasa seperti telah kehilangan jejak wanita itu. tapi ternyata dia salah.. Abigail tetap sama. Wanita itu tetap berusaha keras untuk tidak memperlihatkan kelemahannya, dia seorang wanita yang tangguh. “Dia putriku, aku akan menyelamatkannya apapun yang terjadi..” Alfred menjawab dengan tenang. “Kurasa kau sudah mendengar semua berita mengenai keadaan saat ini. Tidak perlu penjelasan untuk bisa membuatmu mengerti.. Tapi aku berjanji akan selalu menyelamatkan Aurora..” Terdengar keheningan di ujung panggilan. Jaringan telepon sedang tidak stabil karena hujan badai, Alfred sempat menatap layar ponselnya untuk memastikan apakah panggilan Abigail masih terhubung. “Kau masih di sana?” Tanya Alfred dengan pelan. “Tolong selamatkan dia..” Alfred menganggukkan kepalanya. Ternyata Abigail masih tersambung dengan panggilan. “Aku tidak akan gagal kali ini. Aku akan menyelamatkannya..” Jawab Alfred. “Apapun yang terjadi, tolong selamatkan dia..” Kini ganti Alfred yang terdiam dalam waktu yang cukup lama. Entah kenapa pikirannya bergerak untuk mengingat setiap kegagalan dalam hidupnya. Ada banyak janji yang Alfred ingkari, ada banyak rencana gagal yang ia miliki, tapi kali ini Alfred tidak akan mengingkari janjinya. Dia seorang ayah, dia akan menyelamatkan putrinya bagaimanapun caranya. “Perjalananku masih sangat jauh, bisakah aku menutup panggilan ini?” Tanya Alfred. “Berjanjilah untuk menyelamatkan dia!” Alfred menarik napasnya dengan pelan. Selama ini dia telah banyak memberikan janji kepada Abigail, apakah wanita itu masih ingin mendengar janjinya yang lain? “Aku sering mengingkari janji, apa kau lupa akan hal itu?” “Jika kau tidak bisa menyelamatkan Aurora, aku akan membunuhmu! Aku pasti akan membunuhmu!” Alfred tertawa pelan. “Dia putriku, Abigail. Dia pasti akan kuselamatkan sekalipun aku harus mengorbankan nyawaku sendiri..” Alfred tersenyum lalu memutuskan sambungan telepon secara sepihak. “Dia mantan istrimu?” Tanya Felix sesaat setelah Alfred mematikan panggilannya. Alfred menganggukkan kepala lalu kembali sibuk untuk menghubungi Aurora. Kemarin malam Aurora mengatakan jika dia menggunakan telepon tua yang ada di gudang hotel, entah kenapa telepon itu tidak bisa dihubungi saat ini. Alfred jadi merasa sangat khawatir. “Kau hidup dengan seorang wanita yang keras kepala. Kurasa kau sekarang sangat menikmati kehidupanmu bersama dengan Charlotte..” Felix tertawa sekilas. “Aku tidak pernah berpikir untuk membandingkan kehidupan lamaku dengan kehidupanku saat ini. Mereka wanita yang berbeda, aku tidak bisa menilai dengan sudut pandang yang sama” *** Hujan es masih terus terjadi di sepanjang jalan menuju ke New York. Bahkan begitu memasuki wilayah jembatan Geroge Washington yang menghubungkan New Jersey dengan New York, udara dingin semakin terasa hingga membuat Alfred dan Felix mulai menggigil. Mesin penghangat ruangan telah Felix matikan untuk menghemat bensin. Sejak melintasi Philadelphia, mereka tidak bisa berhenti untuk mengisi bensin karena tempat tersebut dipenuhi dengan air banjir. “Ini sangat buruk. Lihatlah sungai Hudson yang membeku karena hujan es..” Felix menepikan mobil mereka dan mengamati sungai Hudson yang tampak mulai dipenuhi dengan kristal es. Alfred mencoba untuk kembali menghubungi Aurora. Mereka akan segara sampai di Manhattan, mungkin hanya butuh waktu satu atau dua jam lagi. Tapi sampai sekarang Alfred masih belum bisa memastikan dimana keberadaan putrinya. “Hugo tidak bisa dihubungi, begitu juga dengan Aurora. Sepertinya jaringan telepon masih belum di benahi di sini..” Kata Alfred. Beberapa kali Alfred mencoba untuk menghubungkan sambungan telepon ke kantornya yang ada di Washington, D.C, tapi sama sekali tidak ada jawaban. Entah apa yang sedang terjadi di kota ini, tapi New York sepertinya mulai mengalami penurunan suhu yang begitu drastis. Jembatan Washington yang biasanya sibuk ribuan kendaraan yang melintas di setiap menitnya, kini tampak seperti sebuah jembatan mati yang tidak berpenghuni. Lapisan es yang turun bersama dengan butiran salju tampak menutupi seluruh jalan. Tidak ada satupun kendaraan yang melintasi jembatan ini karena pengumuman mengenai kebekuan New York sudah mulai terdengar di seluruh tempat sehingga tidak ada satupun orang yang mau melakukan perjalanan ke wilayah ini. Hanya sedikit warga New York yang mengetahui tentang badai es yang akan terjadi di wilayah mereka, pemerintah juga sudah memberikan himbauan agar tidak ada satupun orang yang keluar dari rumah selagi badai es masih terjadi. Hujan es dan badai salju yang terjadi saat ini barulah permulaan dari datangnya gelombang dingin, dalam beberapa jam kedepan tempat ini akan sepenuhnya tertutupi oleh es. “Apakah badai es ini akan semakin memburuk?” Tanya Felix. “Semakin dekat gelombang dingin itu dengan wilayah ini, maka badai es akan semakin memburuk. Kuharap kita bisa menemukan Aurora dan membawanya pergi sebelum badai itu datang..” Alfred berbicara sambil menggantikan posisi kemudi. Felix meminta waktu untuk istirahat setelah dia mengemudikan mobil sejak dari wilayah Philadelphia hingga ke Terowongan Holland Tunnel. Sejak tadi mereka tidak melakukan pergantian kemudi karena khawatir mobil mereka akan mogok jika mesinnya dihentikan di tengah banjir. “Berapa lama waktu yang kita miliki?” Tanya Felix. “Aku tidak terlalu yakin, tapi mungkin sekitar 4 atau 5 jam..” Jawab Alfred sambil melajukan mobil mereka ke sebuah alamat hotel yang telah Alfred dapatkan ketika Aurora pertama kali datang ke New York. “Apakah akan ada banyak koban jiwa jika New York dilanda kebekuan?” Tanya Felix. Alfred menolehkan kepalanya sekilas. Lalu mengangguk dengan pelan. Melihat bagaimana banyaknya korban jiwa di wilayah Eropa dan Australia membuat Alfred yakin jika hal yang sama juga akan terjadi di Amerika. Di Autralia sendiri sudah tercatat ada sekitar 60 ribu kematian karena gelombang dingin yang menyapu wilayah mereka sejak kemarin sore. Lalu di Eros sendiri dilaporkan ada lebih dari 150 ribu korban jiwa yang mengalami hiportemia karena rendahnya suhu udara setelah terjadinya gelombang dingin di benua tersebut. Hal yang sama juga terjadi di wilayah Asia, bahkan korban jiwa di sana hampir dua kali lipat lebih banyak dari benua Eropa. “Aku masih belum bisa memastikan keadaan itu. Jujur saja aku berharap jika dugaanku salah..” Kata Alfred dengan pelan. “Jika dugaanmu salah, maka karir kita akan hancur..” Felix tertawa. “Itu lebih baik dari pada melihat dunia ini hancur..” *** Hujan salju yang begitu lebat membuat Alfred dan Felix terpaksa menghentikan perjalanan mereka. Mesin mobil mendadak berhenti bekerja karena suhu rendah membuat bensin mobil itu membeku. Tidak jauh dari tempat mobil mereka berhenti, terdapat sebuah rumah sakit yang terbuka untuk digunakan sebagai tempat persinggahan. Ada banyak sekali orang yang menunggu di dalam rumah sakit karena sejak kemarin malam mereka terjebak hujan salju yang begitu lebat. Berkali-kali Alfred mencoba menghubungi Aurora lewat ponselnya, tapi tidak ada tanda-tanda jika panggilan tersebut terhubung. “Beberapa perawat mengatakan jika mereka memiliki telepon tua di ruangan kepala rumah sakit. Mereka masih menggunakan telepon itu untuk berkomunikasi, kau bisa meminjamnya jika ingin menghubungi Aurora. Kita berada di New York, tidak ada jaringan telepon di sini..” Felix datang sambil membawa air mineral. Rumah sakit ini menyediakan tempat istirahat dan juga makanan untuk setiap pengendara yang datang berkunjung. Jalan raya dipenuhi oleh salju yang begitu tebal, mereka semua tidak memiliki pilihan lain selain berhenti di rumah sakit ini. Untunglah pihak rumah sakit bersikap kooperatif dengan memberikan pelayanan terbaik sekalipun sebagian besar pengunjung bukan pasien mereka. “Dari mana kau tahu?” Tanya Alfred. “Aku menyebutkan namamu dan mereka dengan suka rela memberikan informasi mengenai keberadaan telepon tersebut. Kau harus menghubungi Aurora, bukan?” Kata Felix dengan tenang. Alfred menganggukkan kepalanya dengan cepat. Apapun akan Alfred lakukan demi menghubungi Aurora, sekalipun dia harus datang ke ruangan kepala rumah sakit untuk meminjam telepon mereka. “Aku sama sekali tidak menyangka jika akan bertemu dengan Anda di tempat ini, Profesor Bernadius..” Kepala rumah sakit justru bersikap ramah ketika pertama kali Alfred memperkenalkan dirinya. “Putriku terjebak di New York sendirian, aku harus menjemputnya sebelum badai datang..” Alfred menjawab sambil berusaha menghubungi Aurora. Telepon yang Aurora gunakan berada di gudang atas yang cukup jauh dari ruang kamar putrinya tersebut. Wajar jika Alfred harus bersusah payah untuk menghubungi Aurora. “Jika Anda yang mengemukakan mengenai konsep badai udara dingin yang menjadikan Manhattan sebagai titik pusatnya, kenapa Anda harus datang ke sini? Pemerintah sudah memberikan pengumuman untuk melakukan evakuasi warga New York ke tempat yang lebih aman. Kurasa itu juga ide Anda, bukan? Jadi akan lebih efektif jika Anda menunggu di perbatasan tanpa perlu datang langsung ke wilayah ini” Alfred mengernyitkan dahirnya dengan raut kebingungan. Evakuasi apa yang sedang dibicarakan oleh kepala rumah sakit? “Maaf sebelumnya, tapi apa yang sedang Anda bicarakan?” Kepala rumah sakit terlihat kebingungan ketika mendengar pertanyaan yang Alfred ajukan. “Anda belum tahu pengumuman mengenai evakuasi?” Tanya kepala rumah sakit tersebut. “Pengumuman apa?” Tanya Alfred. “Pemerintah baru saja memberikan pengumuman resmi beberapa jam yang lalu terkait evakuasi warga agar mereka bisa segera pergi dari wilayah Manhattan. Mereka meminta agar semua orang pergi ke perbatasan Manhattan, akan ada tim bantuan yang akan membawa mereka pergi dari tempat ini. Terjadi hujan salju dan badai es di sana, pemerintah khawatir jika wilayah itu akan segera mengalami kebekuan total. Kupikir itu juga adalah hasil pikiran Anda karena konsep mengenai badai es ini diumumkan atas nama Anda, Profesor Bernadius..” Alfred merasa sangat terkejut. Di tengah badai seperti ini, tidak akan ada orang yang berhasil selamat. Satu-satunya hal yang harus mereka lakukan adalah tetap tinggal di dalam rumah dan melakukan upaya penghangatan dengan cara apapun. Alfred bahkan tidak bisa menggunakan mobilnya karena bensin mobil tersebut membeku. Apa yang sedang dilakukan oleh pemerintah? Mereka mengambil keputusan gegabah. “Hugo? Apakah kau mendengar suaraku?” Alih-alih menghubungi hotel tempat Aurora menginap, Alfred sekarang beralih untuk menghubungi Hugo. “Alfred? Oh Tuhan! Apa yang terjadi dengan ponselmu? Aku terus menghubungimu karena terjadi masalah besar di sini!” “Apa yang dilakukan oleh pemerintah? Mereka akan membunuh seluruh orang di Manhattan dengan pengumuman evakuasi itu! Tidak ada yang boleh keluar dari rumah di situasi seperti ini. Bensin mobilku membeku karena suhu yang begitu dingin, bagaimana mungkin mereka meminta warga untuk melakukan perjalanan ke perbatasan?! Mereka sudah gila!” “Hei, bukan aku yang membuat keputusan itu!” Hugo membalas dengan suara yang keras. Gila, mereka semua memang sudah gila.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD