Episode 29

2016 Words
Aku tiba-tiba terbangun dari tidurku sekarang. Dan entah kenapa, aku tidak didatangi oleh sosok Connor lagi di dalam mimpiku. Apakah mungkin dia telah menghilang dari kepala dan juga memoriku? Benar-benar tidak meninggalkan jejak apa-apa dan tidak memberitahuku apa-apa soal keberadaannya itu? Siapa sebenarnya dirinya itu? Aku masih tak yakin kalau Connor benar-benar menghilang, aku mengira kalau dia sedang berada di dalam keadaan untuk mengumpulkan kekuatan tenaga dalamnya sekarang ini. Sesuatu yang lumrah terjadi di kalangan dunia perdukunan dan juga dunia alam gaib. Tidak tahu sih, aku hanya mencoba untuk menebak-nebaknya. Aku tak akan bisa pernah tahu isi dari kepalanya itu sekarang. Entah kenapa bangun dengan tahu kalau aku tidak bisa bertemu dengannya lagi membuatku cukup sedih sekarang. Bukan karena aku tidak bisa melihat mukanya, namun aku merasa kalau aku belum mendapatkan jawaban yang benar-benar aku butuhkan tentang siapa Connor itu sebenarnya. Masa lalu dan juga identitasnya masih sangat abu-abu tak bisa aku bayangkan siapa sosok di balik itu sebenarnya. Seperti kepingan puzzle yang terakhir berada dalam hidupku, aku tidak akan pernah bisa puas dalam mengejar sesuatu bila aku belum tahu jawaban dan juga apa pun yang pasti di sana. Mengawang-awang tak jelas seperti mengejar kelinci ke dalam lubang kebinasaan. Aku, merasa diriku sendiri sebagai orang yang gagal tak bisa menemukan siapa Connor itu sebenarnya. Mungkin, aku belum terlambat untuk mengetahui tabir asli dan juga identitasnya, mungkin juga, aku tak tahu apakah aku memiliki kesempatan lagi untuk bertemu dengannya. Dan pun jika aku memiliki kesempatan lagi, aku tak tahu harus bertanya apa padanya. Satu-satunya hal yang bisa kulakukan saat bertemu dengannya lagi hanyalah menyapanya, dan menanyakan bagaimana kabar terbarunya. Setelah beberapa menit terbangun, aku pun baru tersadar kalau aku sedang berada di toilet wanita sekarang. Dengan baju yang acak-acakan dan juga rambut berantakan. Lagi-lagi kejadian seperti ini terjadi kembali. Aku, benar-benar bingung apa yang terjadi dengan diriku sampai aku tak tahu apa yang harus kuperbuat sekarang ini. Aku, sepertinya telah melakukan itu lagi bersama dengan Arya. Memori terakhirku hanyalah saat aku berada di wastafel, Arya berada di belakangku saat itu, meraup wajahku dan juga mencumbu leherku dengan penuh gairah. Dia seperti merasa kalau aku adalah miliknya sekarang ini. Aku tak tahu apa yang terjadi, tapi pasti kejadian hal yang selanjutnya sangatlah kacau. Aku pun membuka ponselku, mencoba menelepon Arya dan mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya kepadaku. Sebagai seorang lelaki, sudah seharusnya dia bertanggung jawab dengan apa yang terjadi kepadaku saat ini. Bukannya membiarkanku terlantar bak seorang wanita panggilan di dalam toilet ini. Entah kenapa, aku merasa diriku menjadi seorang yang sangat hina di sini. Dan aku pun tak tahu kalau aku merasa nikmat ataupun b*******h saat itu. Entah kenapa memoriku tentang kejadian-kejadian itu sangat rentan dan juga gampang sekali untuk hilang ingatan. Benar-benar seperti ingatan marmut yang beberapa detik hanya hilang dan juga tak memiliki kekuatan yang besar. Aku, tak tahu apakah aku bisa lolos dari tempat ini atau tidak. Gawatnya, Arya tidak membalas telponku. Membuatku mau tak mau terjebak di dalam toilet ini sekarang. Jam masih pagi, sekitar jam 5. Dan di jam segitu, sudah ada beberapa orang yang datang masuk ke kantor seperti pak Bos, petugas OB, dan mereka-mereka pegawai operasional. Bila mereka tahu posisiku yang seperti sekarang ini, mungkin mereka tidak akan menganggapku sebagai seseorang wanita lagi nantinya. Aku merasa seperti seseorang yang benar-benar lemah, aku naik ke atas toilet, mengintip apakah ada orang di sana. Dan ternyata, untung saja tidak ada orang sama sekali di sini. Aku pun mencoba untuk mencari toilet yang lain lagi, mengintip apakah ada orang juga. Aku tahu tindakanku itu sangatlah tidak sopan, namun aku rela melakukannya demi menyambung nyawa antara hidup dan mati saat ini. Bajuku, benar-benar berada di kondisi lebih buruk dari compang-camping. Benar-benar kacau dan tidak bisa diselamatkan lagi hanya dengan menggunakan apa pun di dalam toilet ini. Satu-satunya cara bagiku untuk bisa memperbaiki penampilanku hanyalah dengan pulang, dan mencoba untuk mengambil baju yang lain, memperbaiki apa pun yang sedang tersisa di dalam diriku untuk bisa kembali ke kantor. Sampai-sampai aku mulai teringat kembali, kalau hari ini adalah hari dimana aku harus bertemu dengan calon investor. Tidak mungkin, dengan penampilanku yang seperti ini aku bisa menemui mereka dengan nyaman dan juga aman. Aku, mungkin akan mengagetkan mereka melihat kondisiku yang seperti sekarang ini, dan berakhir harus menggagalkan semua rencana yang telah apik aku susun dengan rapi. Aku pun keluar dari toilet, berjalan mengendap-endap dengan merempet ke tembok dan mengintip ke kanan dan juga kiri. Melihat, apakah mungkin ada seseorang yang berada di sana mencoba untuk melihatku sekarang. Aku, merasa seperti seorang agen rahasia berada di dalam sebuah misi rahasia yang keberadaannya tidak boleh diketahui oleh orang lain, ataupun orang yang berada di dekatku sekarang ini. Aku pun berhasil keluar dari kamar toilet, melirik lagi karena biasanya para OB akan berada di luar pintu dan mencoba untuk mengepel lantai membersihkannya. Dan benar saja, aku melihat salah satu OB pria yang berusia lebih tua dariku mengepel lantai di sana. Aku tak mungkin menunggunya untuk benar-benar membersihkan lantai itu sampai bersih, karena pasti akan memakan waktu lama. Dengan nekat, aku pun keluar dari toilet itu, berusaha berjalan dengan tenang seperti tidak terjadi apa-apa. Aku berharap kalau OB itu tidak mengenali keberadaanku sekarang ini. Aku tak tahu, apakah aku memang saking tak dapat dikenalinya sampai dia bahkan tidak memanggilku. Aku berjalan sambil menutup mukaku, menjauhinya. Dan tiba-tiba, dari belakang dia memanggil aku. “Hei mbak!” Perasaan panik, takut, dan juga semuanya sudah berkumpul di dalam diriku sekarang. Aku tak tahu, kenapa dia sedang memanggilku sekarang ini. Apakah mungkin, dia ingin mengingatkanku akan sesuatu yang telah membuatku tertinggal di toilet? Karena memang aku merasa tidak meninggalkan apa-apa di sana. Aku tidak menoleh, hanya membalasnya dengan berkata, “Iya, apa pak?” “Mbaknya sejak kapan berada di toilet tadi? Soalnya, cuman saya seseorang yang membuka kuncinya tadi untuk bisa masuk ke dalam kantor. Tidak ada siapa-siapa lagi.” Ucap Pak OB itu di sana. Aku merasa benar-benar mati sekarang, aku tak tahu harus menjawab dengan kata-kata apalagi untuk bisa mengelak dan mendapatkan jawaban yang tepat. Hatiku serasa ingin benar-benar copot. Aku tidak memiliki pilihan lain, aku pun menoleh ke arahnya, dengan tersenyum lebar dan juga mata yang benar-benar sayu penuh dengan kantung kehitaman. Aku berkata kepadanya, “Maaf pak. Saya sudah di sini sejak tadi malam. Saya nungguin kantor ini sejak ditinggal para pahlawan, Maaf ya bila saya sudah merepotkan Anda hehe!” Ku akhiri dengan sedikit cengengesan. “Astaghfirullahaladzim! Kuntilanak!!!” Ekspresi kaget bapak OB itu kepadaku dengan sangat ketakutan. Dia berteriak, memenuhi seluruh gedung ini yang kosong dan menggema. Dia berlari, menjatuhkan pelnya yang ada di sana di tengah lantai. Aku pun juga ikut berteriak, menambah ketakutan diantara kami berdua. Sampai-sampai saking paniknya bapak itu tak sengaja menabrak tembok dan terjatuh. Di samping kiriku, ternyata ada sebuah cermin, dan aku melihat diriku sendiri. Mata berkantung, rambut panjang acak-acakan, baju kemeja putih, dan juga suara yang habis. Aku mulai sadar kenapa bapak OB itu bereaksi seperti itu kepada diriku. Aku mungkin telah menakutinya dengan penampilanku ini. Mengira kalau diriku ini adalah hantu atau semacamnya, sesuatu yang benar-benar menakut-nakutinya. Namun satu hal yang kutahu, aku harus memanfaatkan kesempatan ini sebesar-besarnya. Aku harus pergi dari petugas OB itu dan kabur dari kantor ini untuk pulang membereskan diriku sendiri sekarang! *** Aku tak bisa pulang, karena ternyata mobil yang kubawa masih tertahan di parkiran dan tak bisa dibuka karena seseorang masih menguncinya dari dalam. Entah siapa yang memiliki ide untuk mengunci parkiran itu, tapi aku harus keluar dari kantor ini. Alternatif lain yang kumiliki sekarang adalah dengan pergi ke toko baju, membeli pakaian di sana dan juga mengenakannya untuk hari ini. Sebenarnya, di beberapa pinggir jalan tempat kantorku berada ada toko baju yang lumayan banyak. Baik yang menjual barang-barang murah, biasa, sampai barang-barang mewah. Hanya saja, tidak ada dari mereka yang sudah buka dalam jam-jam seperti ini. Aku tak memiliki pilihan untuk berjalan lagi cukup jauh untuk menemukan toko baju terdekat. Sampai-sampai, aku telah sampai di sebuah kafe yang menyediakan pancake itu sebelumnya. Tempatku bertemu dengan Darrel, Pria yang menarik dan unik. Hanya tempat itulah, satu-satunya tempat yang buka sekarang, di sepanjang jalan protokol sepagi ini. Keadaan pikiranku sudah mulai mencoba untuk menyerah sekarang, aku tergoda untuk masuk dan mencicipi satu pancake lezat di tempat itu memenuhi perutku yang memang sedang lapar dan kosong tak memiliki isi apa-apa untuk diberi sekarang ini. Berbeda saat siang-siang hari, saat aku memasuki tempat ini, ternyata benar-benar kosong melompong seperti tak memiliki pengunjung atau konsumen. Satu-satunya pelanggan yang ada di sini mungkin hanyalah sebuah mobil hitam mewah sedan terparkir sendirian di sana. Hanya saja aku tak tahu siapa pemilik dari mobil ini yang mencoba untuk makan di jam menuju ke dini hari. Aku ragu untuk membuka pintu kafe ini, karena memang meskipun tandanya sudah buka, tapi jumlah pengunjung yang tak lazim membuatku merasa sungkan, menjadi pengunjung sekaligus pelanggan pertama di sini. Walaupun memang ada mitos soal penglaris akan mendatangkan keberuntungan, namun jika aku yang menjadi pelanggan pertamanya hanya akan menjadi nasib buruk bagi mereka. Karena sudah sangat lapar, dan setengah putus asa, aku pun memberanikan diriku sendiri untuk masuk ke dalam restoran ini. Memesan dua buah pancake untuk aku makan secara sekaligus di sini. Berusaha untuk memenuhi perut dan juga otak supaya bisa ada tenaga. Pelayan itu pun tersenyum kepadaku, menyuruhku untuk duduk terlebih dahulu menunggu pesanan untuk datang. Aku pun berjalan, menuju kursi paling pojok, tempat yang selalu kupilih karena biasanya tempat paling pojok adalah tempat yang paling nyaman jarang dipilih oleh orang-orang pada umumnya. Namun, betapa kagetnya aku saat melihat sosok yang kukenal, memakai jas sangat rapi dan juga berpenampilan seperti orang penting duduk di sana memakan Pancake terlebih dahulu dibandingkan aku. “Hei Sabrina! Duduk di sini Ayo! Aku tidak tahu kenapa kau datang dan tiba di sini saat ini.” Itu adalah Darrel, dia sedang menusuk pancake itu dengan garpu miliknya sekarang. Penampilannya benar-benar rapi, seperti akan melakukan perjalanan bisnis atau semacamnya. Sementara aku, benar-benar malu dengan penampilanku sekarang, Aku terlihat seperti gembel monas menunggu untuk diusir. Situasi benar-benar terbalik seperti waktu terakhir kali kami bertemu di tempat ini sebelumnya. “Ehh... Darrel, apakah mobil sedan hitam yang terparkir di sana adalah mobilmu?” Tanyaku pada Darrel. Tidak mungkin pegawai dari toko ini memiliki mobil sedan semewah itu karena mungkin mereka akan membayar separuh dari hidup mereka untuk bisa mampu membeli mobil itu. Darrel pun meringis, mengaku dengan perasaan sedikit malu di wajahnya. “Ah iya, maaf, tapi itu memang mobilku. Aku akan melakukan perjalanan bisnis sebentar lagi. Dan bukankah merupakan cara yang sangat tepat untuk memulai sebuah perjalanan bisnis dengan sarapan di tempat yang indah ini? Aku selalu mengawali hari serius dan juga kelamku dengan bersarapan di tempat seperti ini dahulu. Seperti sebuah tradisi dan juga kebiasaan bila aku bisa mengatakannya”. Tak lama kemudian, selang beberapa menit semenjak aku memesan makanannya, pelayan itu datang dengan membawa makanan kepadaku. Aku merasa sedikit kaget karena sebelumnya pelayanan dari pelayan ini tak secepat sebelumnya. Tapi aku juga ingat bahwa tidak ada tamu lain lagi di sini selain diriku dan juga Darrel. Aku merasa seperti tamu prioritas sekarang. “Ah ayolah, ayo cepat makan. Kau mungkin sedang benar-benar kelaparan sekarang. Aku tidak ingin mengganggumu untuk memakan makanan yang sangat lezat ini sekarang.” Ucapnya padaku. Aku pun tersenyum, dengan basa-basi menawarinya pancakeku. Aku mengiris pancake itu menjadi beberapa bagian sekarang, secara diagonal maupun horizontal. Memasukkannya ke dalam mulutku dan mencoba merasakan lumernya selai sekaligus pancake ini ke dalam lidahku. “Entah kenapa, aku selalu terhipnotis akan rasa dari pancake ini. Membuatku serasa di dunia lain”. Aku dan Darrel memakan pancake ini bersama. Dan tak ada hal lain lagi yang kubahas selain pancake itu sekarang. Sampai kami tak sadar kalau pancake kami telah habis. Kami pun kekenyangan dan aku lupa untuk memesan minuman, pekerjaan, ataupun juga pakaian. Darrel, anehnya sedang memandangku dengan cukup tidak wajar sekarang. Dia seperti melihatku dari sisi yang lain sekarang. Sampai dia pun berkata kepadaku soal keresahan yang sedang dia rasakan sekarang. “Uhh.. Maaf Sabrina. Bukan bermaksud tidak sopan kepadamu. Namun, kancing bajumu itu jebol ya? Dan kau, tidak memakai penutup p******a alias BH sekarang?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD