Bab 22. Terpikat

1160 Words
Suasana ruangan tampak canggung karena menyisakan dua orang, yaitu Caroline dan Keith. Entah mengapa gadis itu menurut saja dibawa masuk, bahkan tanpa perlawanan. Antara ia malas berdebat dan tak punya tenaga sama sekali. Caroline menatap hidangan di atas meja, sungguh menggugah selera. Apalagi cacing yang ada diperut sudah meronta-ronta minta di isi. Berkali-kali gadis itu menelan ludahnya sendiri, sampai-sampai pelayan yang membawa makanan ditatapnya hingga menaruh piring di atas meja. Pelayan yang menyajikan makanan itu berpikir, kalau perlakuan Keith terhadap Carol sangat berbeda. Entah iblis mana yang merasukinya, sehingga bisikan negatif pun muncul di otak. Sang pelayan mengira kalau Keith adalah seorang gay, yang suka sesama jenis karena melihat mereka seperti sepasang kekasih. “Makanlah... semuanya untukmu,” kata Keith mempersilahkan Caroline untuk segera menyantap hidangannya. Gadis itu terus menatap makanan tersebut. Ingin makan, takut terjebak. Akan tetapi rasa lapar terus menderanya. Bahkan ludahnya terus ditelan hingga tenggorokannya kering. “Kenapa kau hanya diam saja?” tanya Keith mulai mengambil gelas yang berisi air putih. Caroline memilih diam, menatap lagi dan lagi semua hidangan itu. Gadis tersebut jadi mengingat Audrey. “Tuan, bagaimana dengan Audrey?” “Dia sudah makan.” Padahal Keith tak melihat Audrey makan. Bisa-bisannya menjawab seperti itu. Caroline pun mendesah, menatap ke arah pintu keluar. Di mata Keith, gadis itu tampak sedang memikirkan Audrey. “Kalian pergi cari gadis pelayan bernama Audrey, beri dia makan seperti yang terhidang.” Kedua pelayan yang berdiri tak jauh dari mereka berdua tersentak kaget, tapi tetap melakukan perintah Keith. Mendengar ucapan pria itu, Caroline menarik kedua sudut bibirnya. “Selamat makan.” Caroline langsung melahap makanan tersebut tanpa memperdulikan Keith yang terus menatapnya. Dia sangat manis, meskipun menyamar sebagai pria. Keith tersenyum tanpa sadar, terus memandang Caroline tanpa henti. Ibarat orang yang sedang kasmaran, dimata tetap cantik. Padahal kenyatannya gadis itu sedang makan seperti kuli bangunan. Setelah beberapa saat kemudian, Caroline telah menyelesaikan segala urusan perutnya. Gadis itu mendongak, seketika pandangan mata mereka bertemu. Sial! Kenapa aku bisa lupa kalau bersamanya Caroline pun tersenyum canggung, “Aku belum menyelesaikan pekerjaanku.” Gadis itu bangkit dari kursi. “Pekerjaanmu selanjutnya adalah menyiapkan air panas untukku mandi.” Blush Wajah Caroline langsung memerah, karena diminta menyiapkan air untuk mandi. Melihat reaksi lucu gadis itu, Keith sangat gencar untuk menggoda. “Ada apa denganmu?” tanya Keith segera berjalan mendekati Caroline. “Kita sesama pria, Carol. Kau tidak mungkin malu bukan? Sesama punya burung, harusnya tidak berekspresi malu-malu kucing.” “Si-Siapa yang malu? Aku pria tulen,” kata Caroline sambil tergagap. Sumpah, baru kali ini ia akan menyiapkan air untuk seseorang mandi. Dan orang itu adalah Keith. “A-aku, peker-kerjaanku menjaga Carlos.” Caroline berusaha melarikan diri dari tugasnya. “Apakah kau lupa, tugasmu selain menjadi penjaga kuda, juga menjadi pelayan pribadiku. Bukankah kau tahu artinya perlayan pribadi?” Sumpah, otak Caroline sudah traveling kemana-mana. Sangat wajarlah, karena dia gadis jomblo sejak lahir, terbukti digoda sedikit saja langsung malu dan wajah merahnya tak bisa disembunyikan. “I-iya. Aku akan menyiapkan sekarang.” Caroline langsung bergegas keluar ruangan, menutup pintu secepat mungkin. Gila! Teriak Caroline di dalam hati. Wajah Caroline semakin panas karena mengingat permintaan Keith yang di luar dugaan. Seorang pelayan pribadi yang di maksudnya, tidak mungkin melakukan ini itu bukan? “Aku harus mengambil tasku segera dan keluar dari tempat ini,” gumam Caroline di dengar oleh Reta. Wanita itu sedang berjalan menuju ke arahnya, tapi langkah kaki tersebut berhenti ketika mendengar Caroline bergumam. “Sedang apa kau disini?” tanya Reta to the poin. Gadis itu menoleh, bersikap biasa saja dalam hitungan detik. “Mencari inspirasi, Madam.” Caroline manatap handuk yang dibawa oleh Reta. Tidak lama kemudian, Keith membuka pintu dengan telanjang d**a. “Kenapa kau masih disini? Pergi ke pemandian air panas. Aku berubah pikiran untuk mandi di kamar mandi.” Caroline masih loading, ibarat listrik belum tersambung sepenuhnya. Keith merasa menang di atas awan karena bisa menggoda gadis itu dengan segala hal yang dimiliki, termasuk tubuh dan wajah tampannya. Aku terpesona olehnya, batin Caroline tanpa sadar. “Caroline!” pangil Keith dengan nada cukup tinggi. “I-iya!” jawab Caroline tersentak kaget. Gadis itu kemudian menunduk, menggigit bibirnya sendiri. Sungguh snagat memalukan melihat dirinya terpikat dengan terang-terangan di depan Keith. “Ikut denganku,” kata Reta dengan wajah dinginnya. Mau tak mau. Caroline mengikuti dia dari belakang. “Aku serahkan tuan malam ini kepadamu.” Reta mennyodorkan handuk tepat di depan Caroline. “Layani dia dengan baik.” Gadis itu masih terbengong, bingung harus menjawab apa. Melayani? Melayani dalam hal apa, ia tak tahu sama sekali. “Tapi, Madam. Sepertinya tak pantas,” tolak Caroline dengan halus. “Bagian mana yang tak pantas? Kau dan tuan sama-sama seorang pria.” Reta pun segera memberikan handuk milik Keith kepada Caroline. “Aku sibuk. Selamat bekerja.” Caroline diam sejenak, menatap handuk dan pintu yang ada di depannya sampai tak berkedip sama sekali. “Cepat masuk! Jangan hanya diam!” teriak Keith cukup keras. Caroline yang diteriaki hanya bisa mengambil hati dengan sabar. Gadis itu pun masuk ke dalam ruangan khusus untuk pemandian air panas, tanpa mendongak dan terus menatap ke arah lantai. Karena apa? Karena takut mata cantiknya ternodai oleh tubuh seksi milik Keith. “Ck, angkat kepalamu. Jika kau tak mengangkatnya, aku akan memastikan Audrey tak akan makan malam ini.” Jelas itu adalah sebuah ancaman, karena Keith tahu kalau Audrey adalah kelemahannya. Dengan berat hati, Caroline akhirnya mengangkat kepalanya, plus wajah dingin. Tak ada cahaya, hanya ada kegelapan untuk menyembuyikan rasa kagumnya atas tubuh Keith. “Tuan bisa berendam dulu. Aku akan mneyiapkan mawar untukmu.”Caroline melangkahkan kaki hendak ingin keluar, tapi dengan sigap Keith langsung mencekalnya. “Aku ingin berendam denganmu,” bisik Keith tepat disamping kanan telinga Caroline. Seketika, mereka berdua langsung melompat ke air kolam yang hangat. Sementara Caroline terkejut, kebingungan, dan juga buntu, sampai tak menyadari kalau topeng tersebut mulai mengelupas. Dengan cepat Keith langsung manarik topeng itu. “Kau sudah ketahuan,” ucap Keith sambil memeluk pinggang Caroline dari belakang. Karena aku terpikat, aku jadi ketahuan, geramnya di dalam hati. “Kenapa kau hanya diam saja, caroline? Haruskah aku membawamu ke istana?" Gadis itu langsung mendongak ke atas, menatap Keith dengan wajah memelas untuk mencari simpati. Pria itu berdehem karena merasa jantungnya mau meledak, mereka pun berpandangan cukup lama. Si pria dengan pikiran kosong, sementara sang gadis mencari seribu cara agar terlepas dari jeratan Keith. “Aku mau kau menyembunyikan identitasku dan juga jangan membawaku ke istana.” Entah ide gila mana, Caroline langsung mencium bibir Keith begitu saja. Lantas, bagaimana dengan si pria? Dia terlihat syok dengan wajah tak percaya. Apakah ciuman seenak ini? batin Keith cukup membuat semua orang tertawa. Pantas saja semua orang menyukainya. Inilah akhibatnya jika sesama jomblo sedang merasakan indahnya jatuh cinta, seakan lupa bahwa dunia hanya milik berdua, yang lain numpang. Caroline tak cukup mengecup bibir Keith, bahkan ia dnegan liar menerobos masuk ke dalam rongga mulut, terus menerjang hingga mengapsen seluruh isinya. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD