Bab 4. Persiapan

1107 Words
Caroline sudah sampai di bukit cinta yang di maksud oleh sopir itu. Pemandangan saat matahari mulai muncul adalah fenomena alam yang tidak dapat dilupakan. Beberapa pasangan yang ada di sana saling memadu kasih satu sama lain, memperlihatkan kemesraan. Naasnya, Caroline tak punya pasangan alias jomblo akut. Gadis itu mengeluarkan kotak berisi batu yang dapat membawanya ke Dunia Pararel. Saat kotak itu terbuka, batu yang terkena sinar matahari perlahan mulai mengikis. Ekspresi wajah Caroline tak bisa digambarkan sama sekali. Urat tangannya mulai menonjol saat mengetahui bahwa batu yang di ambil bukanlah asli. “Sialan! Bryan benar-benar mempermainkan ku!” Gadis itu membuang kotak itu begitu saja di tanah, tak peduli jika di pandang semua orang dengan aneh. Ia dengan seribu perasaan marah, sekaligus benci menjadi satu meninggalkan tempat tersebut begitu saja. “Aku harus kembali ke tempat si b******k itu.” Sangat sia-sia apa yang dilakukan semalam, mencuri sesuatu yang palsu. Caroline hanya tak menyangka kalau pergerakan yang dilakukan sudah dibaca oleh pria tersebut. Sepanjang menuruni bukit, Caroline tak henti-hentinya berkata kotor, mengumpat Bryan tanpa henti, tembus ke pelaku yang sedang bersin-bersin beberapa kali. “Apakah kau baik-baik saja Prof?” tanya Vano sedikit khawatir. “Tidak... lanjutkan pekerjaanmu memasang cermin. Persiapkan dengan matang.” Bryan membuka buku catatan miliknya sambil mengusap hidung karena gatal. Pria itu pun berdiri di tengah kaca yang mengelilinginya. “Jika aku berhasil masuk ke Dunia itu, jangan memberitahu Caroline, Van.” “Kalau aku memberitahunya, sama saja dengan bunuh diri.” Vano memasang cermin lagi, menatap ke arah jendela kaca. “Apakah kau yakin, ini akan berhasil?” Vano memperhatikan cahaya matahari yang ada di langit biru itu, menyesuaikan cermin agar pantulan cahaya berada di posisi yang benar, tepat mengenai batu. Sontak batu itu sedikit bercahaya, tapi kekuatannya tak maksimal sama sekali. “Terkadang aku heran, kenapa super blood moon lebih kuat dari cahaya matahari?” “Itulah misteri alam, Van?” Sejujurnya Bryan malas menjelaskan tentang hubungan batu itu dengan super blood moon kepada Vano. Pria itu pun menghela nafas dengan kasar, ketika mengingat Caroline yang dibohonginya. Gadis tersebut pasti sudah tahu. “Kita harus memperketat keamanan, Van. Aku yakin dia tidak akan tinggal diam.” Bryan tidak punya pilihan lain, selain memikirkan ide licik untuk membohongi Caroline. Maafkan aku berkhianat padamu karena sayang nyawa, batin Vano merasa bersalah. Jangan salahkan Vano kalau ia ingin bertahan hidup dari Maggie. Meskipun gadis itu adalah kekasihnya, tapi kekuasaan yang dimiliki benar-benar mengerikan. “Kenapa kau bengong? Belikan aku makanan, aku lapar!” titah Bryan sambil memijat pelipisnya yang berdenyut sakit. Efek tidak tidur membuatnya kelelahan, apalagi karena rencana yang disusun untuk mengelabui Caroline membuatnya frustasi. “Iya,” jawab Vano bergegas pergi meninggalkan ruang bawah tanah itu. “Sial! Aku terjebak di dalam permainan mereka berdua. Maju salah, mundur juga salah. Hais...,” gerutu pria itu terus berjalan melewati lorong berwarna silver. Ia belok ke kanan, terkejut seketika melihat Maggie berdiri di depan pintu lift. “Kenapa kau lama sekali?” Maggie berjalan cukup anggun, membuat Vano terkesima se-perkian detik. Seketika, pikiran jernihnya mulai timbul. “Aku sudah bilang, jangan masuk ke dalam tempat ini,” peringat Vano dengan wajah cemasnya. Walau bagaimanpun, setiap lorong dari tempat itu banyak sekali jebakan dan juga kamera pengawas. Jika Bryan tahu, pasti dia akan marah besar padanya. “Aku tak peduli. Kalau bukan karena dia yang membohongi Caroline, aku tak bertindak sejauh i ini.” gadis itu mengeluarkan ponselnya, menghubungi Caroline lagi dan lagi. Sayangnya, nomor itu di luar jangkauan. Bagaimana nasib Caroline? Gadis itu menunggu angkutan umum yang lewat. Seorang pemuda pun datang menghampirinya, tersenyum dengan wajah secerah mentari. Hal itu sangat aneh di mata gadis tersebut. “Kau bukan asli penduduk sini,” tegur pemuda dengan ciri khasnya. “Aku hanya lewat.” Caroline cukup friendly meskipun di depan orang asing sekalipun. “Sebaiknya, kau tak usah pergi,” kata pemuda itu tersenyum hangat. Dahi Caroline berkerut ringan, tampak cantik di depan pemuda itu. “Faktanya, kau tidak akan menyangka.” Semakin mendengar perkataan pemuda itu, Caroline semakin bingung dibuatnya. “Aku tak mengerti maksud perkataan mu.” Belum sempat pemuda itu buka suara, bus yang ditunggu sudah datang. Caroline sebenarnya sangat penasaran, tapi apalah daya, Jika ia menunggu bus lagi, tak akan ada waktu yang tersisa. Ketika Caroline masuk dalam bus, ia menatap pemuda itu. Tampak jelas senyum mengembang si kedua sudut bibirnya. Gadis tersebut semakin mengerutkan kening, melihat pemuda itu melambaikan tangan, bahkan ia sempat terbengong. “Sangat aneh,” kata Caroline sambil mengambil nafas sedalam-dalamnya. Diwaktu yang sama, Caroline dan lainnya menyebut tempat itu adalah Dunia Pararel. Terdapat mansion begitu mewah dengan segala perabotan yang terbuat dari emas. Kekayaan yang berlimpah itu menjadi ciri khasnya. Ada seorang pria yang sedang duduk menatap bulan bersinar terang. Sesekali, dia menghela nafas kesal karena merasa bosan setengah mati. Pria tersebut hanya memakai gaun tidur cukup panjang berwarna putih dengan kain tipis. Tampak jelas tubuh berotot yang dimilikinya. Jika seorang gadis melihatnya, pasti meneteskan air liur. “Apakah ada kabar dari sang raja?” tanya pria itu mengibaskan jubahnya dnegan menawan. Berjalan pun tetap menawan, apalagi tersenyum. Semuanya meleleh di buatnya. “Tuan Keith, raja ingin Anda menyelesaikan semuanya.” Dialah Keith Griffin, dengan warna mata merah yang menjadi identitas Griffin. Tidak hanya terkenal tampan, Keith juga merupakan pria berdarah dingin, menebas semua orang yang memiliki kesalahan. Penduduk menjulukinya, singa dingin. Bersama dengan pedangnya, Keith sudah membunuh banyak orang. Rumor mengatakan kalau dia adalah anjingnya sang raja. “Sepertinya, kita harus bergerak malam ini. Persiapkan pasukan” Keith segera menanggalkan seluruh pakaiannya, mengganti dengan baju zirah yang sudah menemaninya bertahun-tahun. Statusnya sebagai jendral berpangkat emas itu telah membuktikan kesetiannya kepada raja. Di sisi lain, Keith juga menjadi penerus satu-satunya keluarga Griffin yang terkenal kejam itu. Sebagai bangsawan, status yang dimiliki cukup tinggi, seolah Kerajaan Hazelmuth dibawah kuasanya. Lambang dari keluarganya adalah singa, yang merupakan raja hutan. Banyak yang memuja dan membenci terang-terangan. Keith tak peduli dengan pandangan semua orang, yang jelas pria itu mendedikasikan dirinya untuk sang raja. Keith berjalan keluar mansion dengan baju zirah yang dimilikinya. Lambang singa tercetak jelas pada d**a bagian kanan. Jubah merah berkibar dibawah sinar rembulan karena angin yang menerpanya. “Hormat kepada Jendral Keith!” Semua pasukan berucap dengan lantang, menaruh tangan mereka masing-masing di d**a sebelah kiri tanda hormat. Keith menatap dengan pandangan tajam nan menusuk, memberi tekanan luar biasa. Inilah sosok Keith, tak bertindak hanya memasang ekspresi saja mampu menenggelamkan mental semua orang. Para penduduk menyebutnya singa gila, singa nya raja. Tak diragukan lagi, bahwa dia satu-satunya jenderal terkuat di kerjaan itu. “Kita berangkat!” instruksi Keith balik badan menyambut kuda hitam miliknya bernama Cassius Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD