Menginginkan Ajeng

1208 Words
Ajeng dibekali kepandaian untuk menembak dari Cornelis agar kejadian lalu tidak terulang kembali. Ajeng tak mengerti mengapa Cornelis melakukan ini. Dia hanya menurut saja. Tak hanya itu Ajeng juga diajari seni bela diri silat olehnya. "Tidak ada yang bisa melindungi kita selain diri kita sendiri" ucapnya saat berhasil menjatuhkan Ajeng ke tanah. Ajeng tidak mengerti kenapa Cornelis bersusah payah melakukan ini. Bisa saja pria Belanda itu mengabaikannya. "Wanita dipandang lemah jika tidak memiliki kemampuan. Kau akan diinjak-injak sebelum mati" Ajeng berdiri sambil memegang tubuhnya yang terasa sakit. Cornelis membantingnya cukup kuat tadi. "Untuk apa Meneer melakukan ini? saya hanya babu bukan prajurit" tanya Ajeng. Cornelis tertawa menanggapinya. "Kau pikir saya punya perasaan padamu? Saya melakukan ini bukan semata-mata peduli tapi ini demi diri saya sendiri. Jika ada orang jahat yang masuk kedalam rumah kamu bisa mengatasinya sendiri. Hari ini selesai sampai disini" Cornelis pulang kerumah mendahului Ajeng. Ajeng hanya menatap punggung Cornelis yang semakin menjauh dari pelupuk matanya. Mana mungkin Cornelis jatuh cinta dengan dirinya. Perlakuan Cornelis akhir-akhir ini membuatnya salah paham. Tapi kini dia mengerti. "Terima kasih" gumamnya. *** Ajeng berjalan menyusuri sungai untuk mencari ikan. Dia sudah lama ingin menangkap ikan di sungai ini. Cornelis memperbolehkan dirinya untuk berjalan-jalan di desa. Disana ada ibu-ibu dan anak-anak yang sedang mandi dan mencuci. Tak lama kemudian seseorang mengejutkannya. Ternyata itu adalah Frederick pria yang paling ia benci saat ini. "Hai Ajeng tumben kau disini? " sapa Frederick. Ajeng tak menjawab dan sibuk melayangkan tombak ke dalam sungai untuk menangkap ikan. Tapi dari tadi tidak tepat sasaran. Frederick semakin penasaran. Baru kali ini dia dicueki oleh wanita pribumi. "Boleh aku pinjam tombaknya? " Ajeng berhenti sebentar lalu menyerahkan tombak itu pada Frederick. Setelah itu Frederick menombak ikan dalam sungai dalam satu hentakan kuat. Dia mendapatkan ikan gurame yang lumayan besar. "Kau harus tenang jika ikan ingin menangkap ikan, sekecil apapun gerakanmu bisa terbaca oleh mereka. Gunakan instingmu Ajeng" ucapnya sambil menaruh ikan itu di ember yang Ajeng bawa. " Dan aku tau jika saat ini kau menaruh kebencian padaku. Mata indahmu itu tak bisa berbohong Ajeng" bisiknya. Dia mengembalikan tombak milik Ajeng dan pergi begitu saja. Malam harinya Frederick dan teman-temannya mampir ke sebuah rumah bordil untuk memuaskan hasrat mereka. Satu persatu temannya sudah masuk kedalam bilik bersama wanita pilihan mereka. Tersisa Frederick disana. Dia mencari sosok yang mirip dengan Ajeng untuk menemaninya. "Tuan.. anda mau dengan yang mana ada Niken dan Susi mereka yang terbaik disini" tawar g***o itu. "Saya bosan. Carikan wanita muda, cantik, dan berkulit putih" pinta Frederick. "Tapi tuan wanita seperti itu susah dicari. Tapi ada satu wanita tapi dia masih perawan dan belum berpengalaman. Dia baru dijual hari ini oleh orang tuanya. Saya tidak yakin dia bisa memuaskan anda" "Bawa dia!! " Frederick tak ingin menunggu lama. g***o itu langsung menyuruh anak buahnya untuk membawa wanita yang dia maksud. Tak lama kemudian seorang wanita memberontak saat dibawa paksa oleh anak buah g***o itu. "Lepaskan!! Sari gak mau!! hiks hiks hiks" tangis gadis itu. "Ini dia tuan. Namanya Sari umurnya 17 tahun. Dia cantik, putih, dan masih perawan. Bau miliknya sangat harum dan menggoda" ucap g***o itu. "Berapa harganya? apa ini cukup? " Frederick melemparkan kantung uang yang sangat banyak. Mata g***o itu berbinar saat melihat uang sebanyak itu. "Lebih dari cukup tuanku. Bawa gadis ini ke kamar ujung sana!! " perintah g***o itu ada anak buahnya. "Tidak jangan!! Sari gak mau hiks hiks hiks" Frederick menyusul dan masuk kedalam kamar itu untuk memuaskan hasratnya. Anak buah g***o itu sudah pergi. Dia mengunci pintu dan menanggalkan pakaiannya. Gadis itu menangis sambil. menutup wajahnya. "Buka wajahmu dan tatap saya!! saya sudah membayarmu sangat mahal jalang!! " Frederick mulai merobek pakaian Sari dan mulai merudapaksa dirinya. Hanya ada jeritan dan tangisan yang terdengar. Tapi bayangan Ajeng tidak bisa hilang dari pikirannya. Tatapan mata Ajeng yang menatapnya penuh kebencian membuatnya sangat b*******h. Ia memejamkan matanya seolah sedang memasuki Ajeng. "Ahhh Ajeng.. Ajeng... sttt" desahnya. Sementara Sari sudah pingsan dibawah kungkungannya. *** Cornelis menaruh piringan hitam di atas gramofon. Lagu yang dinyanyikan oleh penyanyi opera Enrico Caruso menggema dalam seisi rumah. Baru kali ini Ajeng mendengarnya. Cornelis duduk di kursi goyangnya sambil menikmati cerutunya. Lagu ini mengingatkan Cornelis saat ia baru pertama kali berdansa dengan Elizabeth istrinya. Dari sanalah Benih-benih cinta mereka bersemi hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Tapi Elizabeth tidak mau ikut bersamanya ke Indonesia karena dia lebih nyaman berada di Belanda. Pernikahan mereka terasa hambar sekarang. Apalagi sejak dia memutuskan untuk memiliki Nyai dirumahnya. Candu tubuh Ajeng membuatnya lupa dengan istrinya sendiri. Setiap malam mereka bertukar keringat dan setiap malam juga Cornelis menabur benihnya di dalam. rahim Ajeng. Cepat atau lambat Ajeng akan hamil anaknya. Cornelis sudah memikirkan hal ini matang-matang. Dia akan menerima anak itu jika kemungkinan Ajeng akan hamil. "Meneer ini kopinya" Ajeng menaruh kopinya diatas meja. Ajeng baru habis mandi dan bersih. Cornelis bisa mencium bau harum tubuhnya. Sial dia ingin lagi tapi dia gengsi. Padahal baru satu jam yang lalu Cornelis menidurinya. Mata Cornelis berkabut oleh gairah, nafasnya terasa lebih berat. Dia menarik tubuh Ajeng untuk duduk di pangkuannya hingga membuat Ajeng memekik kaget. "Sabun apa yang kau pakai? " tanya Cornelis sambil mencium tengkuknya. Tubuh Ajeng merinding panas dingin saat bibir berkumis tipis Cornelis menjelajahi lehernya yang terbuka. "Aku tidak memakai sabun apapun Meneer" jawab Ajeng dengan tubuh meremang. Bulu kuduknya sampai berdiri saat merasakan bibir Cornelis menyesap lehernya. Tangan Cornelis merambat sampai dadanya dan memberikan pijatan pelan disana. Lalu ia membalikkan tubuh Ajeng dan melumat bibirnya. Ciuman yang sangat panas dan menuntut. Ajeng tersulut oleh gairah dan tanpa sadar membuka mulutnya membiarkan Cornelis menyesapnya dengan rakus. Tangan Cornelis dengan cepat membuka satu persatu kancing baju Ajeng. Hingga tersisa penutup dadanya saja. Mata Cornelis menatap mata Ajeng lalu menggendongnya apa bridal ke dalam kamarnya. Ia rebahkan dengan pelan Ajeng disana. Kain jarik Ajeng ia loloskan dalam sekali tarikan. Ia cium kaki Ajeng merambat sampai ke pangkal pahanya. Harum tubuh Ajeng sungguh memabukkan. Ajeng hanya mendesah kecil saat Cornelis memberikan beberapa gigitan disana. Kemudian Cornelis menarik dalamannya dan mencium miliknya disana. Baru kali ini Cornelis melakukan itu sampai membuat Ajeng kaget. Sebelumnya Ajeng tidak pernah mendapatkan perlakuan seperti ini. "Meneer disana kotor" cegah Ajeng saat Cornelis mencium miliknya. "Aku menyukainya kamu diam saja" Cornelis tanpa peduli langsung melahap milik Ajeng dengan rakus. Ajeng merasakan geli dan nikmat yang amat sangat saat Cornelis mempermainkan miliknya. Tanpa sadar tangan Ajeng meremas rambut Cornelis hingga berantakan. Tapi Cornelis tidak marah dan masih betah berlama-lama melakukannya. Milik Ajeng terasa manis dan harum. Dia sangat menyukainya. "Ahhh Meneer aku mau pipis!! " Ajeng merasakan dia akan pipis tapi Cornelis tidak mau melepaskannya hingga Ajeng tak sanggup menahan gelombang kenikmatan yang datang padanya. "Ahhhhh" desah Ajeng. Cornelis menerima gelombang itu dan menelan habis semuanya. Dia sudah tidak tahan lagi untuk memasuki Ajeng. Dengan cepat Cornelis membuka pakaiannya dan memasukkan miliknya disana. Ajeng tersentak saat merasakan milik Cornelis memenuhi miliknya kembali. Ia menatap mata kebiruan yang selama ini menemani malam-malam sepinya. Cornelis mendaratkan ciumannya sambil menghentakkan miliknya di lembah basah Ajeng yang semakin menyempit. Dia tidak pernah bosan untuk menggali lubang kenikmatan Nyainya itu. "je bent mooi" gumam Cornelis saat selesai menabur benihnya. Ajeng tidak mengerti arti kalimat itu. Dia memejamkan matanya karena sudah terlalu lelah melayani Cornelis semalaman.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD