Semangat Rania

1480 Words
_______ Rania melewati subuhnya dengan perasaan galau. Dilihatnya kamar mandi di dalam kamarnya yang sangat menjijikkan. Dinding keramik putih yang menguning serta lantai yang penuh lumut, dan toilet yang berkerak. Untungnya ada alat-alat kebersihan di sudut dinding. Rania sempat membersihkan kamar mandi sekadarnya agar ibadahnya tidak terlewati awal pagi hari itu. Rania tidak ambil pusing. Dia pun akhirnya berencana akan membersihkan kamar tidurnya dan membereskannya seharian penuh. "Hm ... lapar," gumam Rania sambil memegang perutnya yang berbunyi minta diisi. Dengan cepat dia lipat alat sholatnya dan beranjak dari duduk simpuhnya. Rania menghela napas panjang. Ada dua hal yang membuatnya ragu untuk ke luar dari kamar, Bu Narti yang kurang ramah dan Alaric yang tidak acuh sama sekali. Sepertinya keduanya tidak akan mempedulikan dirinya yang lapar atau haus, karena pagi sudah beranjak tinggi dan tidak ada basa basi dari keduanya untuk mengajaknya sarapan. Kini giliran tenggorokannya yang kehausan. Diapun memutuskan untuk pergi ke dapur yang lumayan berjarak dari kamarnya. Sesampainya di dapur, Rania dilanda bingung. Dia tidak melihat minuman ataupun gelas di atas meja dapur atau meja makan yang ada di sana. Dia sedikit celingukan. Dapur yang terlalu modern menurutnya, hingga tidak terlihat alat-alat makan atau galon air mineral yang biasanya ada di dapur-dapur rumah pada umumnya. Yang terlihat di matanya adalah kompor berdiri dengan empat tungku dan kulkas besar dua pintu. "Mau apa?" tanya Bu Narti yang tiba-tiba ada di belakang Rania. "Oh. Eh, mau minum, Bu," jawab Rania kikuk. "Gelasnya di dalam laci sebelah kiri. Habis minum langsung diletakkan di mesin pencuci piring. Tapi jangan dihidupkan dulu mesinnya. Pas penuh baru aku cucikan," Rania mengangguk pelan. Dia lalu membuka laci yang dimaksud Bu Narti dan meraih satu gelas keramik putih. "Airnya di mana ya, Bu?" tanya Rania pelan. "Tuh," tunjuk Bu Narti dengan moncongnya yang mengarah ke pintu kulkas. Rania merasa tangannya gemetar. Dia tidak tahu cara mengambil air minum dari kulkas besar itu. "Bisa Ibu tunjukkan caranya?" tanyanya. Wajahnya pucat pasi. Bu Narti memandangnya sinis. "Kalo nggak bisa ambil air dari kulkas, gimana mau letakkan gelas bekas ke mesin cuci piring? Bikin nambah kerjaan aku aja," rutuknya dan berlalu. Rania menghela napas kecewa. Dia tatap punggung Bu Narti yang berlalu darinya dengan perasaan tak menentu. Tenggorokannya semakin kering dia rasakan dan perut yang keroncongan. Setelah memastikan Bu Narti tidak ada di hadapannya, Rania kembalikan gelas keramik ke tempat semula. Lalu pergi dari dapur menuju kamarnya. Rania raih dompetnya seraya memeriksa isinya. Ternyata masih ada beberapa lembar uang kertas biru di dalamnya. Sepertinya dia akan membeli sarapan di luar saja. "Pagi-pagi Pak Alaric sudah pergi," "Emang ke mana?" "Liburan seminggu ke Lombok," "Sama Mbak Alea?" "Lha sama siapa lagi?" "Haha. Edan, nikah sama siapa, bulan madunya dengan siapa," "Biarin, Pak. Yang penting gaji kita nggak edan," "Trus itu bininya?" "Ah. Itu bini boong-boongan. Buat bisa menyambung hidup saja," "Hah. Orang kaya semena-mena," Sayup-sayup Rania mendengar percakapan antara Bu Narti dengan seorang pria dari jendela kamarnya yang sedikit terbuka. Perasaan Rania benar-benar nelangsa. Baru menikah, dia sudah dihadapi permasalahan yang sangat rumit. Bagaimana dia bisa memenuhi harapan mamipapi mertuanya untuk bisa meluluhkan hati Alaric, Alaric benar-benar tidak tertarik dengannya sama sekali. Rania menggigit bibirnya getir. Ingin dia putar kembali waktu dan menolak pernikahan ini. Ternyata sangat menyakitkan setelah menjalaninya. Semula dia mengira dirinya akan tinggal di rumah Alaric dan bisa melayani Alaric sebatas mempersiapkan segala yang dibutuhkan. Tak masalah tidak tidur bersama, paling tidak dia bisa menunjukkan posisinya sebagai istri yang mematuhi suaminya, sehingga dia berkesempatan merebut hati Alaric. Rania mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamarnya sambil memikirkan sesuatu. Rania menghela napas panjang. Dia langsung mengganti baju tidurnya dengan pakaian yang lebih rapi. Rania tidak mandi pagi itu. Meski air keran sangat lancar, tapi alat-alat mandi belum tersedia di sana. _____ Rania merasa benar-benar lega setelah menyantap dua porsi nasi uduk beserta lauk pauknya di sebuah warteg yang buka di awal pagi. Tenggorokannya pun sudah tidak kering lagi. Lagi-lagi dia lirik isi dompetnya. Masih penuh dengan uang kertas biru. Tiba-tiba mata Rania berbinar saat jari-jari tangannya menyentuh kartu pemberian mami mertuanya. Terlintas di benaknya akan membeli barang-barang yang dia perlukan di dalam kamarnya. "Hari ini akan jadi hari besarku," gumamnya menyemangati diri. Rania tidak lagi mempermasalahkan sikap Alaric yang tidak mempedulikannya. Tidak ada gunanya lagi menyesali keputusan menikah dengan Alaric. Saatnya menjalani hari-hari dengan baik. Itu saja. Hampir saja Rania menaiki sebuah angkot yang berhenti tepat di depannya, tiba-tiba matanya tertuju ke tulisan yang tertera di sebuah papan penunjuk jalan yang ada di seberang jalan, Sekolah alternatif anak-anak jalan. Rania langsung meminta maaf ke supir angkot karena tidak jadi menaiki angkotnya. Rania dengan cepat menyebarangi jalan dan mengikuti arah panah yang ada di papan petunjuk jalan tersebut sambil menanyakannya ke beberapa orang-orang yang lalu lalang. Rania tersenyum lebar saat seseorang mengetahui tempat yang dia maksud dan mengarahkannya. Dia seperti mendapat semangat hidup, mengajar anak-anak yang kurang beruntung adalah kesenangannya. _____ Rania disambut senyum ramah oleh seorang perempuan yang berpenampilan nyentrik. Dia Steffie, salah satu pengajar anak-anak jalanan. "Jadi kamu tinggal nggak jauh dari sini?" tanya Steffie dengan wajah binarnya. Baru kali ini dia kedatangan seseorang yang penuh semangat mengajar seperti Rania. Dia senang sekali dengan kedatangan Rania. Rania sangat semangat menjelaskan jati dirinya sebagai guru lepas berpengalaman mengajar anak-anak jalanan di Kota Bandung. Rania tampak senang sekali mengamati anak-anak dekil yang tertawa menyeringai ketika menyapanya. Rania pun balik menegur mereka dengan ramah. "Ya. Naik motor sepuluh menitan dari tempat tinggal," Steffie amati wajah cantik Rania. "Haha, aku nggak percaya kamu guru lepas. Terlalu cantik," Rania tersenyum mengangguk. Dia sudah sering mendengar kalimat yang sama dari orang-orang seperti Steffie. Rania tidak mempedulikannya. Baginya, mengajar yang kurang beruntung adalah semangat hidupnya. "Kamu bisa memulainya sekarang," ucap Steffie. "Hm. Besok aja, Stef. Aku kan baru di Jakarta. Hari ini aku mau beli semua yang aku butuhkan," "Mau aku temani?" Rania tersenyum lebar. Dia mengangguk senang. "Nggak papa mereka ditinggal kamu?" tanya Rania sambil melihat anak-anak yang sedang mengerjakan tugas belajar. "Nggak papa, Ran," "Aku soalnya juga mau beli motor, Stef," "Haha. Mau kamu beli mobil aku temeni kok," Rania terkekeh. Steffie memiliki kepribadian yang menyenangkan menurutnya. *** Lombok, Alaric dan Alea bagai sepasang kekasih yang dimabuk asmara membara. Tubuhnya keduanya yang telanjang berkeringat terus bergerak hebat di atas ranjang beralas seprai putih. Keduanya tampak ingin berebut puncak nikmat. "Aaah, Alaric ... aaaah," desah Alea kecewa saat Alaric dengan cepat mencabut miliknya dari milik Alea dan menumpahkan cairan kental dari ujung miliknya di atas perut Alea. Dengan cepat pula dia raih bathrobe yang ada di sisi rebah Alea dan menutupi perut Alea agar cairan miliknya tidak tumpah ke mana-mana. Entah kenapa cairan miliknya cukup banyak yang ke luar kali ini. Alaric rebahkan tubuhnya di sisi tubuh Alea. "No," tolak Alea saat jari-jari tangan kiri Alaric meluncur ke miliknya. "Biar sama-sama puas, Sayang...." "Tadi sedikit lagi," "Yah. Mau gimana lagi? Ntar jadi kalo di buang ke dalam sini," Alea menghempaskan napasnya. Selama berpacaran, Alaric memang menghindari pembuangan pejuh ke dalam tubuhnya saat bersetubuh. Alaric berniat tidak ingin memiliki anak. "Aku ingin punya satu darimu," Alaric tersenyum tipis. Sama seperti dirinya, sebelumnya Alea menyatakan tidak ingin memiliki anak. Setelah perjodohan dirinya dengan seorang perempuan bernama Rania hingga menikahinya, Alea tiba-tiba menyinggung ingin memiliki anak. "Aku nggak mau, Alea. Kamu tau itu," "Kamu nggak mencintaiku, Ric," Alaric berdecak sebal. "Sudahlah. Jangan akhiri liburan ini dengan perselisihan. Buat liburan ini indah, Sayang," ujar Alaric. Dia raba-raba milik Alea yang basah dan licin. Alea memejamkan matanya sambil mendesah menikmati sentuhan Alaric. Desahannya membuat Alaric kembali terangsang. Padahal baru saja dia merasakan kepuasan. "Alea," desah Alaric. Dia hentikan gerakan tangannya. "Ya, Ric?" delik Alea. Alaric tatap bibir basah Alea. "Ric. Aku nggak mau," ucap Alea yang tahu akan apa yang diinginkan Alaric. "Sekali aja. Aku ingin merasakannya," "Sudah aku bilang aku nggak suka," Alaric menghela napas kecewa. Alea selalu menolak melakukan oral seks selama berpacaran. "Aku nggak mau bibirku rusak, kamu liat bibir-bibir temanku yang sering melakukannya. Wajah kusut dengan bibir yang bentuknya nggak karu-karuan. Kamu mau aku begitu?" tolak Alea. "Kan aku minta sekali saja. Setelah itu aku nggak akan memintanya lagi. Aku janji," rengek Alaric. Alea lirik wajah Alaric dengan perasaan sebal. "Tapi kamu jilat milikku," Alaric berdecak. Sebenarnya dia juga tidak mau melakukannya. Pernah sebelumnya dia mencoba, tapi dia tidak menyukai aroma milik Alea. Alaric beranjak dari rebahnya dan siap-siap melakukan apa yang Alea pinta. Dia dekatkan kepalanya ke milik Alea sambil memegang dua paha Alea lebar-lebar, sementara dia arahkan miliknya ke wajah Alea. Baru saja milik Alaric mendekatkan bibirnya ke milik Alea, terdengar Alea mengerang jijik seolah ingin memuntahkan sesuatu. "Aku nggak bisa, Ric," elak Alea. Alaric menghela napas kecewa. Padahal dia cukup berhasil menahan napasnya agar aroma milik Alea tidak tercium hidungnya. Alaric kembali ke posisi semula. Rebah di sisi Alea. "Maaf, Ric," "Nggak papa," Alaric tersenyum hangat ke wajah Alea, sambil bergerilya menjelajahi milik Alea dengan jari-jarinya sampai Alea mencapai kepuasan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD