Keberatan Alea

1403 Words
Dengan berat hati Alaric menjelaskan kepada Alea bahwasanya dirinya mau tidak mau harus menerima perjodohan yang direncanakan keluarga besarnya. Jika tidak, dia akan diusir dari keluarga dan harus melepaskan semua fasilitas dan seluruh haknya. Tidak bisa Alaric bayangkan hidup tanpa harta dan fasilitas yang selama ini dia nikmati. Terlebih dia akan dikeluarkan dari ikatan keluarga besar Rubiantara dan Poernama sekaligus. Ancaman yang tidak main-main dilayangkan kepadanya jika dia tidak menerima perjodohan dengan perempuan pilihan keluarga besarnya. Dalam hatinya yang paling dalam, Alaric sangat menyesalkan sikap keluarga besarnya yang menurutnya sangat berlebihan. Selama ini dia sudah bekerja keras demi kelangsungan beberapa perusahaan keluarga besarnya. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain menerima perjodohan, demi hidupnya juga kebahagiaan Alea. Alea terlihat menahan emosi. Dua tangannya mengepal kuat. Dia sangat kecewa dengan apa yang dilakukan keluarga besar kekasihnya, terutama mamipapinya. Bertahun-tahun dia kerahkan seluruh jiwa, raga, perasaan dan pikirannya demi kebahagiaan Alaric. Dia adalah perempuan satu-satunya yang bisa membuat Alaric bahagia di setiap harinya. Tetapi kenapa ini yang dia dapatkan dari segala kebaikan yang sudah dia lakukan? Seharusnya dialah yang pantas menjadi pasangan hidup Alaric. Air matanya menetes mengingat sudah berapa kali Alaric berusaha mendekatkan dirinya ke mamipapi Alaric, tapi mereka selalu menolak sedari dulu. Ancaman serupa kerap dia dengar bahwa jika dia dan Alaric nekad menikah, tidak ada kata ampun buat keduanya. Alea bingung dengan sikap keras mamipapi Alaric yang menolaknya. Jika alasannya Alaric yang selalu memanjakannya, apa salah? Alaric sangat menyayanginya. Dia pun menyayangi Alaric. Menurutnya, selama ini dia tidak pernah memaksakan kehendaknya kepada Alaric. Alaric mendekatinya ingin menenangkan perasaan Alea. "Alea. Pernikahan hanya sebatas catatan. Tapi hatiku hanya ada kamu. Sudah aku buktikan selama ini kan?" ucap Alaric sambil mengusap-usap bahu Alea. "Aku ingin kamu menolaknya," "Nggak bisa, Alea. Aku bisa memberimu apa saja. Tapi kali ini aku mohon kamu mengerti keadaan kita," Alea menggigit bibirnya getir. Sakit rasanya membayangkan Alaric bersanding dengan perempuan selain dirinya. Selama ini tidak ada yang bisa mengganggu hubungannya dengan pria tampan dan gagah ini. Cinta keduanya sangatlah kuat. Mereka pasangan yang tidak terpisahkan. "Nggak masalah bagiku jika kamu melepaskan semuanya," "Kamu bisa saja bilang begitu sekarang. Tapi nanti? Aku nggak punya apa-apa untuk membahagiakan kamu," "Aku nggak peduli, Alaric," "Aku bagaimana? Aku juga nggak sanggup hidup tanpa apapun," "Kita bisa hidup dengan pendapatanku," Alaric mendengus. Dia memang selalu mengutamakan Alea dan selalu memenuhi apa yang Alea butuhkan. Tapi menyerahkan begitu saja kedudukannya sebagai direktur utama di beberapa bisnis usaha papinya, lalu hidupnya berubah menjadi orang biasa? Alaric tentu tidak mau. Dia sudah terbiasa hidup dengan penuh kesibukan dan mengatur orang-orang yang bekerja dengannya. Alea tatap wajah kekasihnya itu lamat-lamat. Dia sadari Alaric memang sangat mencintainya, begitu juga dengan dirinya. Alaric sudah membuktikan cintanya selama ini, sudah banyak yang Alaric berikan kepadanya. Alaric juga rela dikucilkan dari keluarganya hanya semata-mata karena berhubungan dengannya. "Aku ingin pernikahanmu dengannya tidak mewah ... aku ingin pernikahanmu dengannya dihadiri sedikit orang," ujar Alea sambil menahan tangis. Dia pasti tidak sanggup menahan cemburu membayangkan Alaric hidup dengan perempuan lain. Alaric tersenyum hangat. Dia dekatkan wajahnya ke wajah Alea, dan memagut bibir Alea cukup dalam. Alea balas kecupan Alaric dengan lumatan bibir. Keduanya saling menggumam penuh rasa cinta. "Aku bisa atur itu. Aku nggak bisa mencintai perempuan selain kamu, Alea. Kamu tau itu," Alea menangis terisak. "Please, Al. Kapan pernikahanmu berakhir?" Alaric dekap tubuh Alea erat-erat. Pertanyaan yang cukup sulit dia jawab. "Alea...." Alaric usir rambut Alea yang menutupi pipinya. "Aku sudah bilang, pernikahan hanya sebatas kertas dan catatan. Tidak akan aku serahkan cintaku, jiwa ragaku kepada siapapun, termasuk pendampingku kelak, kecuali kamu," "Aku takut seandainya dia menggodamu," "Aku akan menolaknya ... dia sudah tau," "Kamu sudah bertemu dengannya? Tanpa sepengetahuanku?" "Alea, dengarkan dulu," Alea lepaskan tangan Alaric yang mendekap tubuhnya. "Kita belum pernah saling bertemu. Om Alvaro bilang kepadaku bahwa aku sudah diperkenalkan kepadanya. Dia bersedia menikah denganku meski tau aku sudah memiliki kamu," "Itu hanya jebakan ... kamu bodoh Alaric. Perempuan mana yang mau menolak dinikahkan dengan pria sesempurna kamu?" Alaric menggelengkan kepalanya. "Dia sudah bersedia ikut peraturanku. Tenang saja. Dia hanya seorang guru lepas anak-anak jalanan. Dia gadis kampung. Tak sebanding denganmu," Alea tatap wajah Alaric dengan perasaan cemasnya. "Kamu tetap yang terbaik dalam hatiku sampai kapanpun," Alaric terus membujuk Alea. Dekapannya kini berubah menjadi sentuhan hangat di d**a Alea. "Aku sedang tidak menginginkannya, Alaric," "Ayolah, biar pikiranmu tenang," Alea lalu diam tak bergeming. Tidak bisa dipungkiri, sentuhan Alaric selalu berhasil menghanyutkannya. Dia biarkan Alaric memburu leher dan mengecupnya dalam-dalam. "Aah," desahnya dengan perasaan sendu tapi nikmat. "Aku tau ... ini yang kamu selalu inginkan," "Please, Al. Jangan serahkan tubuhmu kepada siapapun kecuali aku," mohon Alea. Alaric yang sesak karena miliknya disentuh lembut tangan Alea, perlahan menarik ke atas rok Alea. Kemudian dia remas-remas b****g Alea dengan lembut, sambil menatap lamat-lamat wajah Alea. Alea dengan semangat melepas sabuk celana Alaric dan menurunkannya ke bawah. Dia adukan pinggangnya ke pinggang Alaric dengan gerakan menggoda, agar Alaric segera memasuki tubuhnya. Beberapa saat kemudian, hanya terdengar desah dan erangan nikmat dari keduanya hingga menuju kenikmatan sempurna. *** Wajah Mamipapi Alaric sangat puas ketika dipertemukan dengan Rania, calon menantu mereka. Rania ternyata gadis yang sangat cantik dan penuh sopan santun, lagi penurut. Mami Alaric sampai tidak mau berjauhan darinya dan terus saja mendekap tangan Rania di atas pangkuannya. "Kamu ... cantik," puji Mala dengan wajah berseri-seri. Rasanya ingin sekali Alaric menikah dengan gadis cantik berkerudung jingga itu malam ini juga. Dia menoleh ke arah Alvaro yang senyum-senyum melihat sikapnya. "Kenapa baru sekarang baru memperkenalkan Rania kepada kami, Pak Alvaro? Kenapa nggak sedari dulu?" decak Nirmala kesal. Alvaro terkekeh. Dia lirik Damian yang sepertinya memiliki pertanyaan yang sama dengan Nirmala. Dia diam tidak mau menjawab pertanyaan Mala. Mana mungkin dia perkenalkan Rania kepada keluarga kaya raya Rubiantara. Karena Rania hanya gadis sederhana yang lahir dan besar dari perkampungan. Lagipula, baik Nevan maupun Alaric sebelumnya sudah memilih pasangan masing-masing. "Aku sebenarnya sudah menginginkan Nevan. Tapi Nevan sudah berpacaran dengan cucu raja uang Sirojuddin," bisik Alvaro ke Damian. Damian tertawa kecil. Dulu dia sempat menolak hubungan Nevan dengan perempuan bernama Grace yang penampilannya selalu seksi dan sedikit berlebihan dalam bersikap. Tapi setelah mendengar kabar bahwa Grace adalah cucu salah satu pesaing bisnisnya, dia pun berubah pikiran. Setelah mengenal Grace lebih dekat, ternyata Grace adalah gadis yang sangat baik dan penurut, meski usianya beberapa tahun lebih tua dari Nevan. Kini mereka sudah menikah dan dikaruniai anak kembar laki-laki dan satu anak perempuan. Hubungan Damian dengan Grace juga sangat dekat. "Alaric? Kamu jawab sendirilah," ucap Alvaro sambil menggidikkan bahunya. Damian terkekeh. "Terima kasih, Varo. Aku serahkan kepadamu urusan ini," ucapnya penuh harap. "Aku sudah menjelaskan kepada keduanya tentang posisi masing-masing. Rania cukup tau diri. Hm, dia menyukai Alaric. Kita dukung dia," bisik Alvaro sambil menepuk-nepuk pundak Damian. Dia senang sekali karena akhirnya usaha Damian membujuk Alaric agar menerima pernikahan dengan anak angkatnya membuahkan hasil. Alaric dengan berat hati menerimanya. "Hm, ada yang bilang tidak baik pernikahan paksa," gumam Damian sambil melirik ke arah Nirmala yang kini larut dalam percakapan dengan Rania dan mamanya yang baru saja muncul dari ruang dalam. Rania tampak tanggap membantu mamanya menyuguhkan minuman dan kue-kue di atas meja di depan Mala. Lalu dia pun kembali larut dalam perbincangan. "Ini bukan paksaan. Alaric juga akhirnya mau kita jodohkan dengan Rania. Anggap saja pernikahan ini merupakan penyelamat hidup anak dan cucu kita di masa mendatang," ucap Alvaro dengan pandangan tertunduk. Seluruh kerabat dekat keluarga besar Rubiantara dan Poernama tidak senang dengan sikap Alea yang belum apa-apa sudah sok menguasai. Sifat Alea yang seolah terzalimi oleh keluarga Alaric sangat tidak disukai. Padahal selama bertahun-tahun dia memiliki segala yang dia inginkan dari hasil kerja keras Alaric. Namun tetap saja dia bercerita ke orang-orang bahwa dia menjadi pihak yang tersakiti. Akibatnya sikap Alea yang tidak baik ini diluruskan oleh keluarga besar Rubiantara dengan menjodohkan paksa Alaric dengan Rania. "Kita harus pandai mengontrol keadaan. Jangan sampai kejadian lama terulang kembali," pungkas Alvaro dengan sikap tenangnya. Semakin lama sikap Alea semakin terlihat seperti sikap Agung, mantan suami Mami Alaric yang pernah hampir menguasai seluruh harta kekayaan Poernama, Kakek Alaric. Damian mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia tersenyum tipis kembali mengingat kejadian luar biasa antara dirinya dan mantan suami istrinya beberapa tahun silam. "Seandainya terjadi perpisahan," lirih Damian khawatir. "Kembali ke peraturan awal. Jangan kalah cepat dengan anak kemarin sore, Demi," ujar Alvaro sambil mengamati wajah Rania yang terlihat serius mendengar celoteh calon mertuanya. Alvaro sangat yakin, Rania adalah perempuan tepat untuk merubah hati Alaric. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD