4. Like a Princess

2324 Words
Alya mengulang-ulang rekaman lagu yang pernah Radit nyanyikan untuknya. Dulu Radit berencana menyanyikan lagu itu di hadapan orang tua Alya saat melamarnya kelak. Namun rencana itu sirna bersamaan hilangnya Radit dan di jodohkannya Alya saat ini. Alya menarik napas dalam lalu mengembuskannya dengan kasar. Kejadian di rumah kemarin masih sangat mengganggu pikirannya. Belum bisa dicerna oleh otaknya kalau ia harus menikah dengan Kenzie bulan depan. Apakah ini tidak terlalu cepat. Belum lagi kengerian yang harus dihadapi karena Kenzie jelas-jelas mengancam akan membuatnya menderita ketika ia benar-benar menjadi istrinya. Rasa pening tiba-tiba menyerang kepala Alya, membuatnya dengan refleks memijat halus kening mulusnya berulang kali. "Holaaa, apa yang sedang anda pikirkan nona Alya Destiana?" teriakan Dinda sontak mengagetkan Alya. Dewi yang juga berada di sana ikut terkekeh melihat ekspresi kesal sahabatnya. Mereka berdua sengaja menggoda Alya yang terlihat sedang melamun di cafe tempat mereka biasa makan dan berkumpul. "Arghhh, Dinda, please stop it!" Pekik Alya "Aku sudah lebih dari tiga kali memanggil nama mu, Al. Tapi tidak sedikitpun kau sadar dan menjawab panggilanku. Jadi jangan salahkan jika teriakanku mengagetkanmu," seloroh Dinda tanpa merasa bersalah. "Al, Bagaimana pertemuan keluarga kalian kemarin, Apa calon pilihan ayahmu sesuai dengan yang kau harapkan?" kini Dewi mulai mencecar Alya dengan pertanyaan. Alya mendesah pelan, tapi tak langsung menjawab apa yang ditanyakan para sahabatnya. "Apa kau tidak sedikitpun berniat berbagi cerita dengan kami?" Dewi kembali bertanya seraya melahap kentang goreng yang sudah terhidang di atas meja. Sudah tentu makanan ini milik Alya yang masih utuh belum tersentuh sedikitpun. "Demi apapun, aku benar-benar tidak ingin mengingat kembali peristiwa kemarin. Membayangkanmuka nya saja seketika nafsu makan ku menjadi hilang. Kalau saja aku bisa kabur, mungkin itu satu-satunya pilihan yang akan ku pilih." Alya menghela napas kemudian kembali melanjutkan kalimatnya. "Dan yang tidak kalah penting untuk kalian semua tahu, sudah dipastikan aku akan menikah dengannya bulan depan. Apa itu tidak terlalu terburu-buru, huh?" "Kedua orang tua kalian menyetujui itu?" tanya dewi. Alya tersenyum masam ke arah teman-teman nya. "Sudah jelas orang tua kami setuju, karena memang ini yang memang mereka harapkan. Aku sangat yakin semua orang akan menganggapku yang tidak-tidak mengingat pernikahanku yang begitu mendadak." Sementara Dewi sibuk dengan makanan di hadapannya, kini giliran Dinda menginterogasi Alya. "Lantas apa kau sudah mencoba untuk menolak pernikahan itu? Maksudku, mengulur waktu agar pernikahan itu tidak dilaksanakan begitu mendadak." Alya menatap sendu sahabatnya. "Asal kau tahu, pria itu yang mengusulkan pernikahan ini dilangsungkan bulan depan. Ia berdalih tidak ingin lebih lama lagi menunda." Alya kembali mendesah pelan lalu menyandarkan tubuhnya pada kursi yang ia duduki. Sesekali ia kembali memijat keningnya. Wajah wanita itu terlihat lelah karena sedari tadi memikirkan nasib apa lagi yang akan menimpanya setelah ini. Dulu, di saat Alya sedang lelah dan banyak pikiran, Radit lah yang selalu hadir menghibur hatinya. Radit begitu pandai memposisikan dirinya hingga Alya merasa begitu nyaman bila berada di samping pria itu. Alya kembali menarik napasnya dalam-dalam lalu menghembuskan dengan begitu kasar. Ia benar-benar sedang merindukan Radit saat ini. "Din, oh my good! demi dewa dan dewi Yunani, coba kau lihat pria diseberang sana?" Dewi tiba-tiba terlihat begitu antusias dengan apa yang sedang dilihatnya. "Yang mana?" Dinda turut memicingkan matanya. "Maksudmu pria yang baru turun dari mobil sport hitam, atau yang turun dari mobil putih?" Dinda ikut penasaran. "Oh ayolah, jelas yang turun dari mobil sport hitam, Dinda. Pria yang mengenakan kacamata hitam. Astaga apa ketampanannya tidak berlebihan. Sepertinya aku bisa mengidap penyakit diabetes kalau memiliki pacar setampan itu." celoteh Dewi terlampau mengagumi apa yang sedang dilihatnya. Sementara Dinda mengamati objek yang sedang dibicarakan sahabatnya, Dewi kembali mengoceh. "Dia bukan artis Korea yang sering kita tonton di tv, kan? Mukanya terlihat Familiar, Din. OMG dinda dia jalan ke arah sini!" Dewi kembali memekik girang. Alya yang melihat kelakuan kedua temannya kembali mendengkus kesal. Tidak sedikitpun ia tertarik dengan apa yang dilihat kedua sahabatnya saat ini. Dinda dan Dewi memang selalu heboh jika melihat pria tampan di sekitar mereka. "Halo, Sayang," Suara bariton yang tidak begitu familiar mengalihkan konsentrasi Alya. **** "Ken, hari ini kau dan Alya harus fitting baju pernikahan. Jadi, nanti siang tolong jemput calon istrimu dan ajak dia ke butik tante Elsa." pinta Luna. Kenzie yang sedang menyantap sarapannya kemudian mengangguk. "Iya Ma, nanti siang Ken langsung jemput Alya di tempat kerjanya. Mama tidak perlu khawatir." Luna menatap wajah Kenzie begitu dalam, melempar senyum yang begitu penuh arti ke arah anak lelakinya. "Ken, terima kasih sudah menuruti permintaan Mama dan Papa untuk menikahi Alya. Mama bangga kamu akhirnya menyetujui permintaan kami." Setitik air mata jatuh di pipi Luna menggambarkan ia begitu bahagia dan bersyukur anak lelakinya mau menuruti apa yang ia pinta. "Sebenarnya aku cukup terkejut setelah mengetahui Alya adalah orang yang akan Mama dan Papa jodohkan padaku," balas Kenzie. Luna, tersenyum. Menghampiri Kenzie lalu memeluknya. "Janji tetaplah janji, Nak. Harusnya kakakmu yang ada di posisi ini. Tapi, kau tahu sendiri bagaimana kelakuannya. Dan entah kenapa Mama lebih yakin kau yang bisa diandalkan. Jadi, sekali lagi Mama minta maaf sudah membuatmu ada di posisi ini:" Ya sejak tahu akan dijodohkan, Kenzie sempat melakukan aksi protes. Orang tuanya jelas-jelas tahu kalau saat ini ia sudah memiliki Titania, kekasih yang sudah di pacari sejak kuliah dulu. Buruknya, Luna memang sedari dulu tidak menyukai Tita yang berprofesi sebagai model. Luna beralasan jika Tita wanita yang tidak memiliki sopan santun dan selalu menggunakan pakaian minim ketika bertamu ke rumah. Mungkin ini semua terjadi karena Tita besar dan tinggal lama di luar negeri. Hingga membuatnya bersikap seperti itu. Belum lagi Tita juga sering menghindar ketika Kenzie terang-terangan mengajaknya menikah. Merasa niat baiknya tidak di respons, Kenzie menyerah dan memilih menerima perjodohan yang sudah diatur kedua orang tuanya. Tita sendiri sebenarnya sudah tahu rencana Kenzie yang akan menikahi wanita lain bulan depan. Ia sempat marah dan melayangkan protes. Menyesal sekali karena telah menolak permintaan Kenzie untuk mengajaknya menikah. Karena tidak ingin kehilangan Kenzie dari sisinya, Tita memohon agar mereka tetap menjalin hubungan walaupun secara diam-diam. Ia tidak ingin kisah percintaan yang sudah lama dibangun ini kandas begitu saja. "Kalau begitu Kenzie berangkat kerja dulu, Ma. Sampai jumpa nanti siang." Kenzie beranjak pergi menuju mobilnya. Sesuai janjinya tadi pagi, saat jam makan siang tiba, Kenzie langsung meraih kunci mobil dan melajukannya ke arah kantor Alya. Jauh sebelum saat ini, Ferdy, Ayah Kenzie, sudah memberi tahu jika calon istrinya, bekerja di salah satu perusahaan asing yang kebetulan juga sedang menawarkan kerja sama dengan perusahaannya. Kenzie masih ingat di mana pertama kali ia bertemu dengan wanita itu. Ia dengan sengaja bahkan mengatur pertemuan rapat hanya untuk memastikan sendiri siapa calon istrinya. Sampai di komplek perkantoran QNJ Corporations, Kenzie memarkirkan mobil sport-nya di areal parkir VIP. Tentu saja kehadirannya yang tiba-tiba membuat heboh para karyawan wanita yang sedang berlalu lalang di sana. Tak tanggung-tanggung mereka berbisik ketika Kenzie melangkah masuk menuju meja resepsionis guna mencari tahu di mana keberadaan Alya saat ini. Berdasarkan informasi yang didapat, dijelaskan kalau Alya sedang pergi makan siang di cafe yang letaknya pas di sebelah gedung perkantoran. Tak ingin membuang waktu, Kenzie membawa kakinya segera untuk menghampiri di mana Alya sedang berada. Dari kejauhan, mata cokelat Kenzie menangkap sosok wanita yang ia cari tengah duduk bersama teman-temannya. Mengenakan blazer berwarna biru dongker dengan rambut coklat bergelombang yang dibiarkan tergerai di pundaknya, Alya begitu cantik walaupun hanya terlihat dari belakang. Perlahan tapi pasti Kenzie melajukan langkahnya menghampiri di mana Alya sedang duduk. Dan saat posisinya tepat di belakang Alya, tanpa ragu ia memanggil calon istrinya. "Sayang..." ucapan mesra itu lolos begitu saja dari bibirnya. Sedangkan Alya yang posisi awalnya membelakangi Kenzie, memutar badan dan sedikit terperanjat ketika mendapati Kenzie tengah berdiri di belakangnya. Nampak jelas Alya berusaha memasang mimik wajah sebiasa mungkin, hanya karena tak ingin terlihat gugup akan kehadiran Kenzie yang tiba-tiba. "Mau apa kau kemari?" tanya Alya dengan raut wajah datar. Kenzie tersenyum tipis. "Mama minta kita fitting baju wedding hari ini, jadi dari kantor aku jemputmu sekalian. Bisa kita pergi sekarang? Mama sudah lima kali menelpon meminta kita untuk menyusulnya." Alya bergeming. Berbeda dengan teman-teman nya terlihat begitu antusias dengan kehadiran Kenzie di sana. Bahkan salah satu dari mereka seperti tersihir oleh Ketampanan yang dimiliki calon suaminya. "Maaf kalau aku boleh tahu, apa kau calon suami Alya?" tanya Dewi memberanikan diri. Sambil tersenyum Kenzie mengangguk sekali. "Perkenalkan, aku Kenzie Winata, Calon suami Alya." Kenzie mengulurkan tangannya kepada kedua sahabat Alya. Belum lagi uluran tangan itu disambut, dengan cepat Alya menarik tangan Kenzie menjauhi sahabat-sahabat nya. "Kau bilang Tante Luna sudah menunggu, kan? Kalau begitu kita pergi sekarang. Aku tidak ingin membuat orang tua menunggu terlalu lama." Kenzie terkekeh kecil ketika Alya dengan sengaja menarik pergelangan tangannya. Bersikap terang-terangan menjauhi kedua temannya yang masih terdiam berdiri, dan terus menarik sampai mereka masuk ke dalam mobil. "Kenapa harus menarik tanganku seperti ini? Aku bahkan belum berkenalan dengan temanmu?" tanya Kenzie setelah duduk di kursi kemudi. "Tolong jangan buat masalah tambah runyam Tuan Kenzie yang terhormat." Kenzie mengerutkan keningnya bingung dengan maksud ucapan Alya. "Oke aku sudah malas berbasa basi dengan mu Mr.Kenzie. Mulai detik ini jangan bersikap pura-pura manis di depan banyak orang. Aku muak melihat segala macam pencitraaan yang kau ciptakan." Kenzie terkekeh melihat ekpresi wajah yang di unjukkan Alya kepadanya. "Kenapa? Apakah kau takut jika suatu saat sikap manisku membuatmu jatuh cinta?" Alya membulatkan matanya. "Oh Tuhan, jangan terlalu berlebihan. Ku pastikan sampai tiba saatnya kita berpisah aku tidak akan pernah sedikit pun mencintaimu. Ingat itu!" Kenzie tergelak mendengar ucapan Alya yang begitu percaya diri. "Jangan terlalu yakin, Princess, kita lihat saja nanti seperti apa. Jujur aku ragu dengan ucapanmu. Tebakanku, kau pasti nanti akan tergila-gila dan tidak ingin berpisah dariku." Alya menatap tajam ke arah Kenzie. "Ken, kau benar-benar terlalu percaya diri!" *** Kenzie memarkirkan mobilnya ke salah satu butik kenamaan di kota Jakarta. Terlihat dari luar Luna, ibu Kenzie sedang sibuk memilih gaun-gaun cantik untuk dikenakan Alya saat pernikahan nanti. "Sayang kemarilah, mama mau kamu coba semua yang mama pilih," ucap Luna kepada Alya. "Tante tidak perlu serepot---" "Mama sayang, mulai sekarang Alya harus panggil Mama." Luna langsung menginterupsi ucapan Alya. "Sebentar lagi Alya akan menjadi bagian keluarga Winata. Mama bahagia bisa membantu memilih gaun pernikahan kalian. Dari dulu, Mama sangat menginginkan anak laki-laki. Tapi sayang Tuhan memberi Mama Anak Laki-laki." Ada guratan sedih terukir di wajahnya. Karena merasa tidak enak, Alya berinisiatif memeluk Luna, dan Luna dengan senang hati membalas pelukan Alya. Setelah berjam-jam memilih gaun, akhirnya Alya menjatuhkan pilihan pada gaun putih lace ala-ala cinderella. Tak lupa sepatu heels kaca merk brand terkenal juga jadi pilihannya. Alya menatap dalam-dalam pantulan dirinya di balik cermin. Ia terlihat seperti seorang princess. Alya masih tidak habis pikir apakah ia benar-benar akan melangsungkan pernikahan dengan Kenzie, orang yang sama sekali tidak dicintainya. Seharusnya pernikahan indah ini ia langsungkan dengan Radit. Tapi, ah.... Alya berhenti meneruskan pikirannya mengenai Radit. Ia tak ingin hatinya kembali terasa sakit. Dari kejauhan Alya melihat Kenzie juga sedang sibuk mencoba Jas yang akan dipakainya saat pesta pernikahan nanti. Tuxedo hitam dengan dasi warna selaras, ya Kenzie memang terlihat tampan dengan pakaian yang dipilihnya. Tanpa Alya sadari, Kenzie pun sempat beberapa kali mencuri pandang saat ia mencoba satu persatu gaun pengantin yang dipilihkan oleh Luna. Gaun lace putih yang ia kenakan saat ini sangat cocok dengan postur tubuhnya. Selera mereka ternyata sama. Alya terlihat begitu cantik dan begitu menawan. Aku tak menyangka kalau kau begitu cantik. Tapi sekali lagi Kenzie meyakinkan dirinya jika cantik saja tetap tidak cukup untuk membuatnya berpaling dari Tita. "Ken, tolong setelah ini langsung antar Alya pulang. Mama masih ingin disini bersama tante Elsa," pinta Luna membuyarkan lamunan Kenzie. "Kalau begitu, Alya pulang dulu, Ma. Titip salam untuk Papa Ferdy." Luna tersenyum seraya mengangguk. "Pasti mama sampaikan salam mu ke Papa, Al. Istirahat yang banyak Jangan terlalu lelah apalagi banyak pikiran. Semua masalah pernikahan biar Ken sama mama yang urus semua." Baru hendak melangkahkan kaki keluar butik, terlihat beberapa wartawan menghadang langkah mereka. Dengan sigap Kenzie menarik tubuh Alya untuk berdiri berada di sisi belakangnya. "Mr.Kenzie minta waktu nya sebentar untuk wawancara?" ucap salah satu wartawan seraya menyodorkan microphone ke arah Kenzie. "Apa benar gosip mengenai Mr.Kenzie yang akan melangsungkan pernikahan sebentar lagi?" Apakah anda mau berbagi kisahnya dengan kami?" "Iya saya akan menikah bulan depan dengan kekasih saya, Alya." Kenzie terlihat menarik tangan Alya, mencoba menunjukkan kepada semua wartawan siapa calon istrinya. Dengan sangat antusias para semua awak media sibuk mengambil gambar mereka berdua. Terlihat salah satu wartawan kembali mengajukan pertanyaan. "Bukannya menurut desas desus selama ini anda menjalin hubungan kasih dengan seorang model terkenal, Mister? Dan setau kami, nona Alya sebelumnya adalah kekasih Radit yang merupakan artis terkenal di negeri ini." "Hmm soal itu ---" "Mungkin itu hanya gosip murahan saja untuk menjatuhkan pamor Kenzie. Asal kalian tahu aku dan Kenzie sudah menjalin hubungan sejak lama. Bahkan kami sudah bertunangan sedari kecil. Dan untuk Radit, aku dan dia hanyalah sahabat saja tidak lebih." Kali ini tanpa aba-aba Alya langsung menjawab pertanyaan para wartawan. Kenzie nampak tersenyum lebar. Ternyata selain pintar merayu investor, Alya juga pintar membaca situasi dan membungkam lawan, pikirnya. Tak ingin berlama-lama, Kenzie menarik tubuh Alya untuk berlalu meninggalkan para wartawan yang masih berkumpul di depan butik bahkan beberapa dari mereka masih sibuk mengambil gambar kami dari kejauhan. "Sama-sama, tidak perlu berterima kasih," ucap Alya tiba-tiba sesaat setelah mereka memasuki mobil. "Wow, apakah sekarang Tuan Putri mulai memiliki kepercayaan diri yang tinggi? Kenapa begitu yakin kalau aku akan berterima kasih kepadamu?" "Oh sudahlah Ken, stop memanggilku Tuan Putri. Aku punya nama. Lagi pula aku sudah menolongmu menjawab pertanyaan bodoh wartawan mengenai skandal pacar modelmu. Jadi kekasih yang kau bangga-banggakan itu seorang model?" tanya Alya dengan nada meremehkan. "Stop! Kau tidak aku izinkan membahas masalah pribadiku. Aku juga tak tertarik membahas kekasih Artismu. Dan mengenai panggilan mulai sekarang aku tidak akan memanggilmu nona, tapi akan ku panggil dengan sebutan baby, sayang, love atau Princess, kau boleh memilih salah satunya." "KEN!!!" Kenzie tersenyum puas melihat Alya yang merasa tidak terima dipanggil demikian. . . Judul Novel : Hate You but Love You Link : https://m.dreame.com/novel/AqdT+e8czOqiWYQ4lbyxUQ==.html
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD