Evie, majikan baruku, berhenti bergetar beberapa saat kemudian. Dia duduk kembali di kursi kayu berukiran naga dan menyuruhku duduk di depannya. Sepertinya dia adalah wanita yang sangat tegas dan merupakan seorang wanita pengambil keputusan.
“ Namamu Jenni dan kamu pernah kuliah kedokteran. Selama ini belum pernah bekerja. Mengapa?” Tanyanya dengan bahasa yang tegas, tanpa basa basi.
“ Setelah mendapatkan gelar sarjana kedokteran, saya menikah dan tidak melanjutkan internship saya di rumah sakit, agar bisa mendapatkan gelar sebagai dokter. Jadi saya tidak pernah bekerja sebagai apapun selama ini. Hanya ibu rumah tangga.” Kata Jenni sambil menunduk.
“ Lalu kenapa sekarang nekat bekerja begitu jauh.” Tanya Albert, Sang Ayah yang dari tadi duduk mendengarkan pembicaraan kami.
“ Keadaan kondisi kehidupan saya, mendadak berubah, jadi saya harus bekerja untuk menyambung hidup dan mendapatkan penghasilan.” Kataku tanpa mau menceritakan tentang diriku yang dikhianati dan diusir suami. Biarlah itu menjadi rahasiaku. Tidak perlu mereka mengetahuinya, karena itu tidak berhubungan dengan pekerjaanku.
“ Kamu siap bekerja untuk merawatku? Pekerjaan kamu tidak mudah. Kamu harus selalu berada di sampingku untuk membantuku melakukan semua hal yang tidak bisa aku lakukan sendiri. Aku terdiagnosis Parkinson, sekarang sudah berlanjut ke stadium 2. Kadang kala tremorku bisa sangat parah, seperti yang kamu lihat tadi, bisa di separuh tubuhku, aku mengalami getaran. Tapi aku juga bisa baik-baik saja , paling hanya pergelangan tanganku yang bergetar, seperti sekarang ini.” Kata Evie, majikan baruku sambil menunjukkan tanggannya yang sebentar-sebentar tampak bergetar.
“ Aku siap bekerja dengan sebaik-baiknya untuk merawat, madam.” Kataku takjim tanpa berani mengangkat kepalaku.
“ Aku harap kamu bisa bekerja dengan keras, karena penyakitku ini tidak mungkin membaik lagi, malah mungkin memburuk sampai aku tidak bisa melakukan semaunya sendiri. Jadi aku harap saat aku masih bisa berjalan, bergerak dan otakku masih bisa berpikir, aku ingin kamu belajar dengan baik dulu semua pekerjaan di rumah ini dan bagaimana cara merawatku. Agar saat keadaanku memburuk, kamu sudah bisa bekerja sendiri tanpa lagi harus ada yang mengajari. Ayahku tidak mungkin mengajarimu semua pekerjaan rumah ini. Suamiku adalah dokter specialis jantung yang sangat sibuk. Anakku yang pertama Karen, baru berangkat ke Quangzhou untuk melanjutkan kuliahnya dan yang kecil Kenny, masih berumur 12 tahun. Itu juga salah satu tugasmu, yaitu membantuku merawat Kenny. Apakah kamu siap dengan beban kerja seperti ini ? Kalau Kamu siap, kamu boleh mulai bekerja saat ini. Tapi kalau kamu tidak siap mental, silahkan agentmu, membawamu kembali.” Kata Madam Evie dengan suara dingin, tanpa ekspresi.
Aku menganggukkan kepalaku penuh tekad. Dimanapun aku bekerja akan sama saja. Tidak ada pekerjaan yang mudah , bila sudah siap bekerja sebagai TKI, aku harus siap menerima pekerjaan bagaimanapun beratnya pekerjaan itu. Susan sudah mewanti-wanti diriku dari awal, dan aku juga sudah sangat paham. Aku mengerti mengapa Madam Evie, bertanya kesiapanku, karena dia tentu tidak mau, TKI yang di ajari cara kerja dengan susah payah selama berbulan-bulan, tiba-tiba minta ganti majikan ke agent, atau kabur meninggalkan rumah. Seperti katanya tadi, mumpung keadaan tremornya, masih on, off , on off kalau sudah stadium lanjut, tentu tremornya akan semakin parah dan tentu akan menyulitkannya kalau harus melatih perawatnya
“ Kalau kamu sudah bertekad dan siap bekerja, kamu harus tandatangan surat kontrak ini. Kalau kamu resign atau kabur dari pekerjaan ini kurang dari 3 tahun, seluruh gajimu tidak akan kami bayar. Juga ini ada kontrak tersendiri yang aku siapkan, khusus untuk semua pekerja yang akan bekerja di rumah kami. Aku tidak ingin ganti pembantu setiap tiga bulan, aku tidak ingin pembantu yang tidak tahan banting dan aku tidak ingin pembantu yang bekerja hanya untuk coba-coba. ” Katanya dengan sorot mata tajam.
Aku menganggukkan kepalaku. Kontrak tiga tahun adalah kontrak pertama kami kepada satu majikan, bila mau perpanjang, kami akan diberi kontrak baru, selama tiga tahun lagi. Tapi kalau mau pulang kembali ke Indonesia, kami harus menyelesaikan kontrak tiga tahun itu terlebih dahulu. Kalau tidak kami akan didenda. Jadi aku bertekad tidak akan pulang dan kabur dari pekerjaan ini. Aku bertekad harus menyelesaikan tiga tahun pertamaku, agar aku bisa mengumpulkan uang untuk membeli rumah kontrakan kecil bagi diriku sendiri di Jakarta ataupun Bekasi ataupun kota pinggiran lainnya yang bisa aku tempati.
Aku langsung mengambil pulpen dan menandatangani dua lembar kontrak kerja itu. Satu lembar kontrak berisi syarat-syarat umum yang sudah aku ketahui dari Susan dan satu lembar lagi adalah kontrak antara majikanku denngan pekerja yang akan bekerja di rumah ini. Madam Evie menatapku tetap dengan sorot mata tegas dingin. Suaminya yang tampak tersenyum dan menganggukkan kepalanya kepadaku. Aku juga balas mengangguk dan agentku segera pamit meninggalkanku bersama majikan baruku.
+++
Pagi ini, aku terbangun pukul lima pagi. Hari pertamaku, bekerja sebagai perawat Madam Evie yang merupakan pewaris sebuah rumah sakit besar di Taichung. Chinese Health Hospital. Suaminya, Kevin Yuan, adalah specialis bedah jantung yang sangat terkenal dan bekerja di rumah sakit milik keluarga Evie. Albert Lim,ayah Evie, mewarisi rumah sakit tersebut dari ayahnya, atau kakek Evie yang juga adalah seorang dokter Chinese medicine akupuntur seperti Evie. Mereka tiga generasi adalah dokter akupuntur hebat. Informasi ini, aku dapatkan dari Kenny, sang anak laki-laki yang mengantarku ke kamarku kemarin. Dia anak baik yang sangat sopan. Aku langsung menyayanginya dan berbincang akrab dengannya di kamarku sambil menyusun baju-bajuku ke lemari.
“ Mengapa kamu mempunyai nama Chinese? Dulu pembantu kami tidak mempunyai nama Chinese.” Tanyanya.
“ Nenek moyangku berasal dari negeri Tiongkok yang berimigrasi ke Indonesia, puluhan tahun yang lalu. Ayah dan ibuku tetap memberi nama Chinese untuk kami meskipun kami sudah berkewarganegaraan Indonesia, agar kami tidak lupa asal nenek moyang kami. ” Jelasku padanya sambil tersenyum.
“ Ohhh. Jadi itu sebabnya, bahasa mandarinmu juga sangat bagus. Apakah aku boleh memangilmu Kakak, seperti pembantuku, waktu aku kecil?” Tanyanya.
“ Boleh. Kamu boleh memanggilku Kakak, atau kamu boleh manggilku Yiyi, karena aku lebih cocok jadi tantemu daripada kakakmu. Usiaku uda 35 tahun ini.” Kataku sambil membelai kepalanya.
Dia mengangguk-anggukkan kepalanya. “ Okay, aku akan memanggilmu yiyi, karena aku tidak punya tante. Mamaku anak tunggal. Aku hanya punya paman yang merupakan sepupu mamaku. Jadi aku senang bisa punya tante sekarang.”
Mengingat pembicaraan aku dengan Kenny semalam membuatku tersenyum.
Di ruang dapur , keadaan masih sepi. Rumah besar ini, masih gelap gulita. Aku belum tahu, apa tugasku, perlukah aku menyediakan sarapan untuk mereka? Karena tidak tahu apa yang harus kukerjakan, aku memutuskan untuk mencuci piring makan yang ada di tempat cuci piring. Piring-piring ini, pasti merupakan piring bekas makan malam mereka semalam.
Tiba-tiba dari arah ruang tamu, muncul Mister Kevin Yuan. Sang Suami yang specialis bedah jantung.
“ Selamat pagi, sir.” Sapaku padanya.
“ Selamat pagi.” Balasnya.
“Maaf, sir, apa yang perlu saya siapakan untuk sarapan anda semua?” Tanyaku sambil mengeringkan tanganku.
“ Kamu bisa masak?” Tanyanya.
“ Bisa, Sir.”
“ Tadi saya pikir, mau buat oatmeal saja untuk sarapan Kenny. Tapi karena kamu bisa masak, coba kamu lihat ada bahan apa di kulkas yang bisa kamu siapkan untuk Kenny. Kalau untuk Madam Evie, biar aku yang siapin sendiri. Dia suka toast telur buatan saya. Jadi untuk istri saya, saya yang akan mempersiapkannya.” Katanya sambil mengambil telur dari kulkas.
Aku menatapnya dengan pandangan kagum, betapa sangat baik lelaki ini, bersedia membuat sarapan untuk istrinya yang sakit. Seumur perkawinanku , aku tak pernah dibuatin sarapan oleh Garry. Garry adalah tipe lelaki yang beranggapan semua urusan rumah tangga harus dikerjakan istrinya. Ketika dia sampai rumah dan waktunya makan malam , dia akan duduk di meja makan, tanpa mau beranjak sejengkalpun, bahkan untuk mengambil nasi sendiri. Dia ingin semuanya terhidang di meja dan saat selesai makan, dia pun langsung bangkit, meninggalkan piring kotornya, tanpa mau mengangkatnya sendiri ke tempat cucian.
Alangkah beruntungnya Madam Evie, mendapatkan suami pintar, baik dan sangat mencintainya meskipun saat ini Madam Evie sedang terkena penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Akankah cinta mister Kevin kepada istrinya berlangsung selamanya?