Bab 10. (Tak) Setia

1106 Words
Dion masuk ke ruang perawatan Venus tepat saat wanita itu hendak masuk ke kamar mandi untuk membersihkan wajahnya. Venus langsung tersenyum dan menyapa Dion. “Sudah makan malam, Mas?” Dion mengangguk sekali dengan rasa agak aneh serta malu-malu. Ia sedikit mendekat dan Venus bersikap seakan mereka telah akrab. “Tolong bantuin aku di kamar mandi, boleh gak, Mas?” pinta Venus tiba-tiba. Mata Dion spontan membesar dan memutar tak mengerti. “Uh ...” “Sebentar aja!” Venus tak menunggu persetujuan Dion. Ia terus menarik pergelangan tangannya yang tak terluka ke kamar mandi di dalam ruangan itu. “Tapi ...” Venus langsung memberikan tas make upnya pada Dion. Dion terkesiap dan spontan memeluk tas itu. “Di sini gak ada meja basin, Mas. Jadi aku gak tahu di mana harus menaruh tasnya. Maaf ya?” Dion hanya tertegun saja pada celetukan dan senyuman Venus yang memanfaatkannya sebagai tempat untuk memegang tasnya. Venus mencoba membuka tutup botol skincare yang akan digunakan dan cukup kesulitan. “Biar saya bantu!” tawar Dion melakukan yang ingin dilakukan oleh Venus. Venus membiarkan Dion membantunya sepenuhnya. Layaknya asisten pribadi, Dion berdiri di sebelah Venus menyaksikannya membersihkan sisa make up dengan satu tangan. “Sebenarnya aku bisa lebih cepat dari ini bersihnya, tapi karena aku kidal jadi gerakanku agak lambat!” ungkap Venus bercerita sambil terus membersihkan wajahnya dengan kapas. Dion bahkan tak bicara apa-apa, tapi Venus malah bercerita. “Maaf ya, Mas!” “Gak apa,” jawab Dion sedikit tersenyum. Matanya terpaku menatap wajah Venus yang mulus tanpa cela. Ia punya kecantikan yang alami. Ketika wajahnya polos tanpa sapuan make up, Dion jadi terpaku dengan mulut yang sedikit terbuka. “Aku pikirin apa sih?” hardik Dion dalam hatinya. Ia sampai menggelengkan kepalanya beberapa kali mencoba menyadarkan diri jika ia sudah memandang Venus terlalu lama. Setelah selesai, Venus keluar bersama Dion yang masih memegang tasnya. “Taruh saja tasnya di meja, Mas. Terima kasih!” ucap Venus lagi sambil tersenyum. Dion hanya menurut saja. Venus kembali naik ke ranjangnya dan bersiap untuk istirahat. “Mas Dion, di sini saja. Aku takut tidur sendirian di tempat baru kayak gini,” pinta Venus lagi dengan sikap manjanya. Dion tertegun sekali lagi dan akhirnya mengangguk. Ia memilih untuk duduk di sofa yang posisinya agak sedikit jauh dari ranjang Venus. Venus sudah berbaring dengan posisi menyamping menghadap Dion. Sebelah tangannya yang masih terluka diletakkannya di atas bantal dekat wajahnya. Venus mulai merasa perih dan agak sakit sehingga ia jadi meniup kulit telapak tangannya sendiri beberapa kali. “Ada apa, Nona?” tanya Dion yang sempat memperhatikan. Venus tertegun melihat Dion yang datang menghampiri. Padahal Venus tak menampakkan jika kulitnya mulai terasa perih dan mengganggu. “Lukanya mulai perih, Mas,” adu Venus memperlihatkan tangannya yang terluka. Luka itu jadi makin jelas terlihat karena terangnya kulit Venus. Dion melihat sekilas dan mendekat hendak menekan tombol panggilan. “Saya panggilkan perawat ya?” tawar Dion lembut. Venus menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. “Jangan, Mas ...” “Tapi tangan Nona sakit ...” sanggah Dion makin lembut dan terlihat perhatian. Venus masih menggeleng pelan. “Gak pa-pa. Aku masih bisa tahan. Nanti kalau panggil perawat atau Om Nat, bisa-bisa aku dimasukin ke mesin MRI lagi karena mereka mengira ada yang salah,” balas Venus masih memandang Dion di posisi berbaring. Dion tertegun sejenak dan menghela napasnya. Ia jadi merasa bersalah karena Venus kesakitan. “Tangan Mas Dion masih sakit juga?” Venus balik bertanya. Dion mengangkat tangannya dan terlihat perban dari telapaknya yang dijahit. “Gak pa-pa, saya gak masalah ...” “Kalau begitu gak usah panggil perawat ya? Please ...” pinta Venus sembari berbisik agak manja. Dion hanya bisa tersenyum dan Venus pun ikut tersenyum. Saat Dion hendak berbalik, sebelah tangan Venus memegang lengannya sehingga ia berbalik lagi memandang Venus. “Mas, duduk dekat sini aja, ya?” pinta Venus lagi rasanya makin membuat Dion serba sulit. Tapi ia tak mungkin menolak Venus terlebih saat ia kesakitan karena ulah Dion juga. Dion pun mengangguk dan mengambil sebuah kursi untuk duduk di sisi kiri ranjang Venus. SATU JAM SEBELUMNYA Venus ditinggal dengan makan malam yang masih terhidang di meja. Dion sudah keluar untuk istirahat sebentar sekaligus makan malam. Jadi hanya ada Venus sendirian di sana. Sebagai wanita yang telah bertunangan, Venus pasti memberitahukan kekasihnya tentang apa yang terjadi terlebih ia sedang berada di rumah sakit. “Kok ponselnya mati sih?” gerutu Venus yang kesal dengan sambungan mati dari ponsel Gareth. Usai makan malam itu, Gareth hanya menghubungi Venus satu kali sehari. Sekarang bahkan sudah dua hari ia tak pulang atau menghubunginya. Venus mencoba untuk menelepon lagi tapi tetap sama. Venus pun hanya mencoba bersabar dan kembali meneruskan makan malamnya meski dalam mood yang tak enak. Sedang mengunyah makanan perlahan, ponselnya bergetar. Venus dengan cepat menyambar mengira jika itu adalah Gareth. Tapi Venus harus kecewa. “Halo?” “Venus, aku harap kamu tidak membuka media sosial sekarang. Aku yakin itu hanya gosip!” ujar Alicia Spiner, sang manajer melaporkan pada Venus. Venus mengernyitkan keningnya. “Aku tidak mengerti ...” “Lebih baik kamu tidak mengerti ...” “Alicia, jangan bercanda!” potong Venus dengan sedikit menaikkan suaranya. Alicia terdengar menghela napas panjang dan akhirnya mengaku. “Ada foto Gareth bergandengan tangan dengan seorang wanita di salah satu cafe di Brooklyn. Masalahnya dia juga mencium wanita itu. Tapi mungkin itu kamu, apa kalian bertemu belakangan ini?” DEG – jantung Venus berdegup lebih kencang dari biasanya. Ia langsung meletakkan garpu yang tengah ia pegang begitu saja. “Tidak, aku belum bertemu Gareth selama beberapa hari ini. Dan ... aku tidak ke Brooklyn. Itu bukan aku ...” ujar Venus dengan nada mulai lirih. Alicia jadi kelimpungan dan terdiam beberapa saat. “Uhm, aku rasa mungkin itu salah orang. Masalahnya kualitas gambarnya juga jelek,” balas Alicia mencari alasan. “Kirimkan linknya padaku sekarang!” perintah Venus dengan suara bergetar. “Tapi ...” “Tolong, Alicia. Kirimkan padaku sekarang!” perintah Venus dan Alicia pun tak punya pilihan selain menyanggupi. “Sebentar. Akan aku kirimkan padamu sekarang,” ujar Alicia lalu menutup sambungan panggilannya. Setelah menunggu beberapa detik, Venus membuka potongan video yang beredar di media sosial. Terlihat seorang pria yang dikenal Venus dengan baik menggandeng seorang wanita berbaju dress ketat di bawah lutut dan berkaca mata hitam sama seperti pria itu. Mereka keluar dari sebuah cafe dan pria itu masih menggandeng wanita tersebut lalu sempat mengecup wanita tersebut sebelum masuk ke dalam mobil. Air mata Venus perlahan jatuh begitu saja. Tangannya yang terluka terangkat menutup mulut dari isak yang akan keluar. “Kenapa kamu tega mengkhianati aku?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD