Bab 13

1025 Words
“Ellena, aku sudah mendapatkan surat dari adikku,” ucap Kyle tiba-tiba pada gadis yang tengah memakan makan malamnya dan akhirnya tersedak. Ellena buru-buru meminum air yang berada di atas meja. Entah kenapa laki-laki di hadapannya jadi lebih sering usil padanya sejak kemarin. Mungkinkah laki-laki itu marah karena Ellena kemarin lebih mengacuhkan kain dibandingkan dengan baju? Oh ya ampun. Setelah dia merasa baik-baik saja, Kyle menopang dagu dan menatap lurus padanya. Dia tidak masalah jika laki-laki ini jahil terus, tetapi dia hanya takut jika penyamarannya terbongkar. Ellena masih harus menyembunyikan statusnya. “Anda mengagetkanku, Raja Kyle,” ucap Ellena memaerkan senyumnya. “Sudah lama aku tidak menjahili seseorang dan wajahmu sangat cocok sekali untuk aku tindas, Ellena,” balas Kyle yang lalu diikuti dengan tawa ringan. Ellena bisa mengerahui jika para pelayan tengah menutupi wajah mereka dengan nampan. Padahal yang sedang dijahili dirinya, kenapa mereka yang harus merasa malu? Ah, sudahlah! Dia kembali melihat Kyle, fokusnya hanya pada laki-laki itu. “Jadi Raja, apa mereka bertemu dengan Jean?” Kyle menggeleng. Laki-laki itu mengangkat gelasnya dan menggoyangkan pelan air di dalamnya. Ellena memilih melanjutkan makan karena orang di hadapannya justru kembali bergeming. Benar-benar menyebalkan. Sampai makanannya habis, Kyle tidak kunjung bicara. Ellena pikir laki-laki itu hanya memerlukan waktu yang tepat. Ruang makan jadi sepi, ah tidak, sejak awal memang sepi. Saat sang raja menurunkan gelas, dia memanggil salah satu prajurit yang bertugas. Entah apa yang mereka bicarakan, Jean tidak ingin mengganggu. Tidak berselang lama, sang prajurit pergi bersama semua yang ada di dalam ruangan. Hanya tersisa mereka berdua saja. Namun, Ellena tidak paham. Kyle belum juga bicara. Maka dia memilih untuk menatap langit mendung di luar sana. “Luciel tidak memberitahukan soal itu, tapi aku tidak memercayainya. Besok pagi, aku akan berangkat ke kerajaan Ranhold untuk mengambilkanmu jubah dan bicara dengan adikku,” jelas Kyle padanya. Ellena menggeleng. Dia lalu berdiri dan berjalan di samping meja panjang yang menjadi jarak antara dirinya dan Kyle. Dengan suara yang sangat yakin, dia pun berkata, “Aku ingin ikut.” “Kamu tahu ini sangat beresiko, Ellena. Tanpa jubah itu langit bisa mengganggu perjalanan kita,” jelas Kyle. “Apakah seorang Raja sepertimu takut pada pasukan langit? Tidak masalah, Raja. Aku bisa menjaga diriku.” Tepat setelah dia mengatakannya, Ellena berhenti di samping Kyle. Mata Kyle melihat gadis berambut putih yang matanya sudah ditutupi dengan kain hitam. Ada sesuatau yang membuat hatinya kecewa dan dia sangat tahu apa itu. Mata emas Ellena. Dia lalu mengembuskan napas dan masih menopang dagu dengan kedua tangannya. Mengabaikan keputusan Ellena untuk ikut. Meski sebenarnya, meninggalkan gadis itu di Istana adalah salah satu pilihan terburuk. Radar ancaman yang Kyle miliki tiba-tiba aktif. Dia segera mencabut pedang yang ada di sisinya dan menahan serangan tidak terduga. Matanya membelalak ketika tahu siapa yang meakukan ini. Dia hanya bisa meneguk ludah selagi menahan serangan lemah itu. Ellena membuat pedang cahaya yang cukup menyerupai pedang Kyle sejak laki-laki itu mengabaikannya. Bagaimana bisa laki-laki yang menyandang gelar raja itu malah bersikap seperti pengecut dan memandangnya bagai perempuan lemah. Maka dia terpaksa membuktikan kekuatannya. Kekuatan pedang cahaya yang dia buat, tidak bisa disamakan dengan pedang asli. Karena benda yang ringan dan mudah hilang, Ellena harus menguatkan tekadnya. Ya, pedang ini akan menjadi kuat melalui tekad si pemiliknya. Dia tidak ingin mengerahkan semua tenaganya, tetapi mau bagaimana lagi. “Posisimu itu sebagai pelayan atau pengawal, Ellena? Jarang sekali aku melihat seorang gadis belajar berpedang,” sindir Kyle yang lalu mendorong kuat melalui pedangnya. Ellena menahan tubuhnya agar tidak terdorong ke belakang. Tenaga yang Kyle keluarkan sangan kuat, bahkan bisa saja ini hanya beberapa persen kekuatan laki-laki tersebut. Namun, bukannya khawatir, gadis berambut putih tersebut justru tersenyum. “Meski aku seorang gadis, bukan berarti aku tidak tahu cara bertarung, Raja Kyle,” ucap Ellena yang kembali mengangkat pedang cahayanya. Dia tidak menunggu berlari, Kyle juga tidak menyerangnya. Mereka menikmati keheningan ini. Melalui mata yang tertutup, Ellena mencoba membaca gerakan Kyle. Arah ke mana laki-laki itu akan menyerangnya. Sisi barat? Sisi timur? Tidak. Ellena harus tetap tenang dan mengangkat pedangnya berbanding berrbalik dengan Kyle. Kyle pribadi membaca gerak-gerik Ellena melalui postur tubuh gadis itu akan bergerak. Dia  tahu gadis itu berbahaya. Cara memegang pedang itu bukan amatiran, dia terlatih. Kyle tidak bisa bersantai-santai, siapa tahu Ellena akan menusuknya dari belakang. “Biar aku beritahu, aku tidak ingin menyerangmu, Ellena. Melawan perempuan hanya akan membuat aku terlihat buruk,” ucap Kyle. “Aku tidak menyerangmu, aku sedang membuktikan kekuatanku padamu, Raja Kyle,” ucap Ellena. Dia kembali maju dengan pedang cahaya dan menebas sisi kiri Kyle, tetapi laki-laki itu berhasil menghentikannya. “Mari bertaruh.” Kyle menyunggingkan senyumannya. “Apa yang mau kamu pertaruhkan, Nona?” “Jika aku menang, izinkan aku untuk ikut,” ucap Ellena pelan, “jika aku kalah, terserah padamu, Raja Kyle.” Ellena memutar tubuhnya lalu turun serasa menggunakan pedang cahanya. Namun, Kyle sudah menyadari gerakan Ellena dan segera lompat ke belakang. Tubuh laki-laki itu membentur meja dan menjatuhkan gelas hingga jatuh. Mereka masih saling beradu pedang satu sama lain. Bahkan mereka menulikan telinga dari pelayan dan prajurit yang menghampiri. Belum sampai prajurit membantu, Kyle menahan serangan Ellena. Matanya tetap melihat pada gadis itu, tetapi tidak dengan ucapannya. “Jangan ganggu kami!” titah Kyle jelas. Ellena tersenyum dan semakin menekan Kyle. Dia lalu menarik pedangnya, secepat itu pula mengaitkan kakinya pada sang raja agar laki-laki itu terjatuh. Namun, gaun panjangnya justru mengganggu dan kakinya tertahan. Ellena mulai kehilangan keseimbangan dan hal itu justru membuat kemenangan Kyle terlihat jelas. Alih-alih menang, Kyle justru cepat tanggap dan segera menahan punggung gadis di hadapannya. Surai putih Ellena hampir menyentuh lantai jika saja sang raja tidak menyelamatkannya. Kyle segera membantunya berdiri dengan benar, tetapi orang akan mengira jika mereka tengah berpelukan. “Kamu kalah, Ellena,” bisik Kyle padanya. Ellena langsung mendorong pelan tubuh laki-laki tersebut. Meski Kyle tidak bisa melihat bagaimana ekspresi gadis tersebut, tetapi dia yakin ada rasa kelas yang menyelimuti. Dia lalu menarik pedangnya dan menyimpannya kembali. “Baiklah, aku bukan orang yang tidak menepati janji. Jadi Yang Mulia Raja, apa yang Anda inginkan dariku?” Kyle mengangkat bahu. “Aku belum memikirkannya. Sekarang beristirahatlah, Ellena. Aku yakin tenaga yang kamu kerahkan tadi sangat banyak.” “Tolong segera pikirkan, Yang Mulia Raja. Aku tidak ingin menyimpan janji padamu.” Setelah Ellena mengatakannya dia langsung mengangguk dan membiarkan gadis itu dibawa oleh para pelayan. Sementara Kyle tersenyum dia mengingat tantangan Ellena, gadis itu benar-benar menarik, setidaknya itu yang Kyle pikirkan saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD