*Terlambat*

430 Words
Setelah menyelesaikan semua pekerjaannya di rumah sakit, Rama langsung beranjak mengendarai mobilnya. Ada satu tempat yang ingin dia tuju saat ini sekadar menamatkan rasa penasaran dan perasaan gelisahnya. “Assalamu’alaikum, Om Pitra,” ucap Rama ketika berdiri di depan sebuah rumah minimalis. Itu adalah rumah miliki Nayra dan Rama mengetahui alamat ini dari ibunya. Kedua orang tuanya sempat mengunjungi Nayra dengan alibi ingin melihat Pitra. Namun, niat ibunya kandas ketika mereka mengetahui bahwa Nayra sudah menerima lamaran dari anak Dokter Santoso yang merupakan sahabat baik anaknya sendiri. Pintu di hadapannya terbuka, “Wa’alaikumussalam. Eh, Rama? Silakan masuk,” Pitra yang awalnya kaget melihat kehadiran Rama yang berkunjung di jam kerja, namun dia langsung mempersilakan anak dari kerabatnya itu untuk masuk. “Mau minum apa, Ram? Kayaknya di kulkas Nayra ada banyak rasa-,” “Tidak usah, Om. Saya kemari ingin menanyakan sesuatu,” ujar Rama tanpa berbasa-basi. Pitra memfokuskan matanya ke arah Rama. “Apa yang ingin kamu tanyakan, Ram?” tanya Pitra. Sepertinya ini adalah hal yang sangat penting sampai Rama mengorbankan waktu kerjanya. “Apa Nayra mencintai saya?” tanya Rama. Dia menanyakan hal itu kepada Pitra, karena yakin jika paman dari Nayra itu sangat mengetahui mengenai semuanya tentang Nayra. Pitra tersenyum mendengar pertanyaan itu, “kenapa kamu menanyakan hal itu kepada saya? Bukankah kamu harus bertanya langsung kepada Nayra?” ujar Pitra. Seperti apa yang telah dirinya perkirakan, jika hal ini akan terjadi ketika mereka sama-sama mengetahui satu rasa yang pernah hilang justru terasa semakin dalam kehilangannya. Rama menunduk, “saya sudah terlambat, Om. Malam ini adalah acara pertunangan Nayra dan sahabat saya,” lirih Rama. “Apa yang harus saya lakukan?” tanya Rama kepada dirinya sendiri dan berharap bertemu Pitra akan sedikit membantunya menemukan jalan keluar. “Satu-satunya cara adalah kamu hanya perlu memastikan perasaanmu dan juga perasaan Nayra,” ujar Pitra. “Jika ternyata Nayra mencintai saya?” tanya Rama dengan sedikit percaya diri setelah dia mendengar percakapan antara Nayra dan Fani tadi. “Ya kamu harus memperjuangkannya. Apa kamu ingin menyakiti perasaanmu sendiri? Terlebih jika Nayra memang mencintai kamu, apakah dia akan bahagia hidup bersama laki-laki yang dirinya tidak cintai?” jelas Pitra. “Tapi saya tidak mungkin menyakiti sahabat saya sendiri,” ucap Rama putus asa akan fakta terakhir tersebut. Jika bukan Septa mungkin Rama akan langsung menemui Nayra sekarang, bukannya mengadu seperti anak kecil pada paman Nayra. “Tanyakan pada dirimu sendiri, karena yang akan menanggung semua keputusan kita sekarang nanti adalah diri kita sendiri,” ucap Pitra menyerahkan semua yang akan diambil oleh Rama maupun Nayra pada diri mereka masing-masing.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD