Lupa Harga Diri

1392 Words
Benar dugaan mereka. Bahkan tak sampai 1 jam sejak Yuniar, Heni, dan Intan kembali ke posko, suara - suara tak enak didengar mulai bermunculan. "Mereka mulai ngomongin libur kamu kemarin, tuh," lapor Wenda. "Tenang aja, Sora. Kami bakal pasang badan buat kamu!" Dana menepuk - nepuk 'd**a bagian atasnya tanda siap sedia. "Oke, aku juga nggak terlalu peduli. Toh aku juga udah punya jawaban. Biarin aja lah, burung emang bisanya cuman berkicau." Sora langsung menganggap remeh mereka semua. Sora hanya sudah terlalu kenyang menghadapi orang - orang yang menurutnya aneh. Orang yang terlalu memaksakan kehendak atas sesuatu. Sora dulu juga pernah ada dalam fase seperti itu. Ternyata menjalani fase terlalu memaksakan kehendak atas sesuatu, sangat lah melelahkan. Banyak beban berat yang harus Sora tanggung. Salah satunya adalah penyakit hati, iri, dan dengki. Sora sudah lelah dengan perasaan - perasaan seperti itu. Sehingga Sora memutuskan untuk berhenti. Ia memutuskan untuk menyerahkan saja semuanya pada Tuhan. Ia tinggal menjalani ketentuan yang sudah Tuhan buat secara baik. Toh rencana Tuhan akan selalu jadi yang terbaik. Puncak dari suara - suara sumbang itu adalah ... Noura tiba - tiba datang menghampiri Sora, Dana, dan Wenda yang sedang duduk - duduk santai di teras. Air muka Noura nampak keruh. Jelas ia sedang berada dalam suasana hati yang buruk. Dan sebabnya juga sudah diketahui oleh Sora, Dana, dan Wenda. Sesuai janji Dana dan Wenda, mereka sudah siap pasang badan untuk melindungi Sora, jika Noura memang datang untuk berkata - kata buruk pada Sora atas apa yang ia dengar dari Yuniar, Heni, dan Intan. Termakan cemburu buta. Noura itu sebenarnya cantik. Rambutnya panjang hitam lurus sepinggang. Wajahnya begitu menyenangkan untuk dilihat. Dan bodinya juga semlohay. Tidak jauh berbeda lah dengan Sora. Meski Sora memang lebih cantik, sih. Sayangnya Noura itu terlaku bucin. Ia sudah jatuh cinta setengah mati pada Alshad. Padahal baru Kenal dalam hitungan minggu. Dan Noura juga suka berpikiran negatif. "Kenapa ya, Nou? Tumben kamu nyamperin kita?" Wenda yang paling awal mengapa Noura. Karena Noura tak kunjung menjawab, hanya melotot saja pada Sora sambil mendengkus - dengkus, Dana pun akhirnya turun tangan. "Kenapa, Nou? Kamu kayaknya kok lagi bad mood gitu? Kalau ditanya jawab dong. Jangan diem aja." Dana malah langsung gas pada Noura. Terang saja Noura nampak semakin geram. "Sorry, ya. Aku nggak ada urusan sama kamu Wenda, dan kamu Dana." Noura menunjuk Dana dan Wenda bergantian. "Aku ke sini mau ngomong sama Sora," lanjutnya sambil menatap tajam pada Sora. "Biasa aja dong natapnya, jangan melotot gitu!" Dana langsung menegur Noura karena kedua mata gadis itu sudah seperti mau copot saking lebar melototnya. "Aku mau melotot kek, merem kek. Bukan urusan kamu juga, Dana." Noura semakin tancap gas saja. "Eh, kamu mau melotot sampai mata kamu copot pun memang bukan urusan aku. Tapi masalahnya kamu melotot itu adalah sebuah perwujudan secara nyata. Bukan penampakan makhluk goib yang tak kasat mata. Ya wajar lah kalau aku negur sesuatu yang terlihat." Tentu saja tidak akan ada yang bisa mengalahkan gaya gas seorang Dana. Noura semakin kesal saja. Dan Sora langsung menengahi sebelum Dana dan Sora semakin jauh saling melempar gas, dan berakhir benar - benar duel fisik secara nyata. "Udah, Dan ... cukup. Jangan buang - buang tenaga buat ngegas." Sora mengelus - elus punggung bagian atas Dana. "Habisnya dia melotot terus. Kan kesel." Dana tak terima karena Sora melerainya saat emosinya sedang di puncak - puncaknya. "Udah ... itu Noura bukan lagi melotot kok. Kan emang begitu matanya, lebih lebar dari pada manusia pada umumnya." Sora kalau sudah menggunakan kemampuan silat lidahnya, memang tidak ada matinya. Cara bicaranya santai, namun sudah cukup untuk menyelekit ke dasar hati lawan bicaranya. "Eh, Sora ... jaga omongan kamu, ya!" Noura semakin geram saja. Sora hanya menyeringai. Ia lalu berbicara dengan lembut dan santai pada kedua temannya. "Dana ... Wenda ... kalian dengar kan tadi? Mbak Noura yang cantik dan bermata lebar ini nau ngomong empat mata sama aku aja. Tolong hormati kemauan Noura, ya. Tolong kalian pergu dulu sebentar, nanti kita bareng lagi kalau Noura sudah selesai bicara sama aku." "T - tapi, Sora ...." Wenda terlihat enggan pergi dari sana. Karena ia sudah berjanji akan pasang badan membela Sora bersama Dana. "Udah, nggak Apa - apa. Noura cuman mau ngobrol kok." "Sora ... tapi nggak bisa gitu, dong ... kan ...." Dana belum selesai bicara, tapi Sora sudah menghentikannya. "Udah, nggak apa - apa. Biar seimbang lawan bicaranya. Satu lawan satu. Kasihan, Noura nggak punya teman. Nanti dia kalah telak. Tenang ... aku pasti bisa menghadapi situasi ini dengan baik kok. Kalian nggak perlu khawatir." Sora tersenyum manis mengakhiri kata - katanya. Tersenyum manis pada Noura, yang membuat gadis itu gemas ingin langsung saja menampar Sora. Dana dan Wenda hanya cekikikan melihat muka kesal Noura. Tahu bahwa Sora memang bisa menghadapi situasi ini sendirian, mereka pun akhirnya luluh. Memutuskan untuk pergi. Lagi pula benar kata Sora. Akan jadi tidak seimbang jika 3 lawan 1. "Ya udah ... aku sama Dana pergi, ya." "Bye, Sora ...." Dana melambai manja pada Sora. Dan dua gadis itu benar - benar pergi meninggalkan Sora kemudian. Sora masih mempertahankan senyum manisnya. "Oke, Noura. Katanya tadi kamu mau ngobrol sama aku. Silakan. Akan aku dengarkan semua yang ingin kamu bicarakan. Tapi bicaranya yang sopan, ya. Nggak usah pakai otot. Kalau kamu niat bicara dengan emosi, maka jangan kaget kalau aku bisa lebih ngotot dari kamu." "Eh, Sora. Nggak usah belagu kamu, ya. Cewek gatel kayak kamu, sama sekali nggak pantes ngedeketin Alshad. Lebih baik kamu tahu diri mulai sekarang!" Sesuai yang Sora suga, Noura tidak akan bisa bicara dengan santai padanya. Bisanya tancap gas maksimal. "Sorry ya, Noura. Sorry ... banget. Tapi ... aku nggak pernah mendekati Alshad. Sama sekali nggak pernah. Memangnya kapan kamu lihat aku mendekati Alshad? Bukannya justru sebaliknya? Alshad yang selalu datang mendekati aku." Sora tetap menjawab dengan santai. "Kamu kemarin tuker hari liburnya Alshad, kan? Udah ngaku aja. Kamu udah dapat jatah libur. Tapi masih maruk mau libur lagi. Kamu mohon - mohon sama Alshad untuk kasih hari liburnya ke kamu. Dasar nggak tahu malu!" "Well, aku memang nuker hari libur Alshad. Aku memang minta tolong ke dia buat menukar hari liburnya satu hari saja buat aku. Dan Alshad sama sekali nggak keberatan. Makanya aku sangat berterima kasih sama dia. Yang perlu kamu tahu adalah ... aku pulang bukan karena maruk hari libur, apa lagi karena aku berusaha mendekati Alshad. Mana ada, pengin deketin, tapi justru pulang? Kalau aku nggak ada urusan yang penting, mana mungkin aku nekat pulang, hah?" "Alah ... alesan. Emang dasar kamu tuh nggak tahu diri, Sora. Nggak bersyukur. Kamu tuh wakil ketua kelompok kita. Mana bisa semena - mena dan seenaknya sendiri kayak gitu? Harusnya kamu lebih bertanggung jawab dong. Tahu mana yang merupakan urusan pribadi, dan urusan kelompok. Urusan kelompok, di atas urusan pribadi." Sora tersenyum. "Tahu apa kamu soal urusan aku, hm? Well, mungkin memang benar jika itu adalah urusan pribadi. Tapi urusan itu menyangkut kepentingan orang banyak, yang jumlahnya justru lebih banyak dibandingkan jumlah kelompok KKN kita. Udah lah, Noura. Kamu tuh cantik. Sayang kalau cantik fisik aja, tapi nggak punya otak. Harusnya tanpa aku jelaskan pun seharusnya kamu udah paham dong. Atau memang karena kamu nggak mau paham? Aku sudah dapat izin dari Kiki ketua kita. Dan Alshad juga nggak masalah tukeran libur sama aku. Masalah selesai antara aku, Alshad dan Kiki. Justru masalahnya ada di kamu, lah. Kenapa saat yang terlibat saja menjalani dengan santai. Eh, kamu yang nggak terlibat, justru merasa tidak terima di sana - sini." Noura menahan amarah yang sudah siap meluap. Namun ia bingung harus bicara apa lagi pada Sora. Apa pun yang ia katakan, pasti akan dijawab libas oleh Sora secara telak. Niatnya ia ingin menggertak Sora. Tapi ujungnya justru ia yang tergertak dan kena mental. "Awas aja ya kamu, Sora. Alshad itu milik aku. Aku nggak akan biarin cewek mana pun ngedeketin dia. Paham?" Akhirnya itu yang dikatakan oleh Noura. "Aku benar - benar prihatin. Sebegitu bucinnya kamu hingga menjadi gila dan bahkan lupa dengan harga diri kamu. Jatuh cinta itu boleh. Tapi gila itu jangan. Lebih baik kamu introspeksi diri, Noura. Atau Alshad justru akan ilfil sama kamu." Sora langsung memberikan pukulan telak di akhir. Yang membuat Noura semakin kehilangan kata - kata. Sekaligus kehilangan muka. Noura pun memutuskan untuk segera pergi dari sana. Dan Sora hanya bisa menatap prihatin pada Noura. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD