"Lho, kenapa Mbak Sora?" tanya Bude Pangestutik.
Sora hanya tersenyum kikuk. "Uhm ... nggak apa - apa, B - Bude ...." Sora bingung harus memanggil Bude Pangestutik bagaimana. Akhirnya ia panggil Bude, meski rasanya sangat canggung. "Cuman kesemutan," lanjutnya.
"Oh, Mbak Sora gampang kesemutan orangnya?" Bude Pangestutik bertanya lagi.
Entah apa yang ada dalam pikiran wanita sudah berumur namun sangat gaul dan fashionable itu. Mungkin ia sedang membatin, 'Masih muda kok gampang kesemutan.'
Sehingga telah berkurang nilai Sora di mata wanita itu. Entah lah. Tapi Sora berusaha untuk tidak terlalu memikirkan hal itu, sih. Toh ini masih tahap pengenalan awal. Kalau jodoh ya diterima. Kalau tidak jodoh ya tidak apa - apa. Tidak masalah.
Sora sudah belajar banyak dari pengalaman perjodohan gagalnya selama ini. Ia tidak lagi terlalu ambil pusing. Dari pada sakit hati sendiri.
"Iya, Bude. Dikit - dikit kesemutan," jawab Sora akhirnya.
Sora pun kemudian melanjutkan niatnya tadi untuk berdiri dan mengambil camilan ke dapur. Hanya sebentar, ia langsung kembali lagi ke ruang tamu dan meletakkan camilannya di meja. "Silakan," ucapnya.
"Iya - iya, makasih," jawab Bude Pangestutik, dan Samran masih banyak diam. "Mbak Sora katanya lagi KKN, ya?" Bude Pangestutik beralih ke pertanyaan lain.
"Iya, Bude. Saya lagi KKN di Selopanggung."
"Selopanggung itu di daerah mana?"
"Daerah kecamatan Semen, Bude. Daerah pegunungan barat kali Brantas. Deket wisata Sumber Podang."
"Oh, sekitaran situ. Ya, ya .... Terus hari ini izin buat pulang gitu?"
"Iya, Bude. Sebenarnya kalau weekend memang tidak ada kegiatan, tapi kesepakatan kelompok, kalau yang tidak berkepentingan tetep di posko. Jika memang mendesak boleh izin, tapi juga harus giliran. Maksimal 4 orang yang izin di hari yang sama."
"Oh, begitu rupanya. Oh iya, Bude lupa. Kamu kuliah di mana katanya kemarin? Udah dikasih tahu Bu Liza tapu Bude lupa."
"Di IKIP Nusantara, Bude," jawab Sora.
"Lho ... sama dong kayak Samran."
Sora hanya tersenyum. Baru tahu jika ternyata Samran lulusan IKIP Nusantara juga. Selama ini dalam obrolan mereka via chat, belum pernah membahas tentang pendidikan. Ngobrolnya saja masih singkat - singkat. Masih lebih panjang chat dari operator yang mengabarkan tentang diskon paket data.
"Tapi Samran dulu nggak sampai lulus. Kurang dikit lagi padahal. Kurang satu tahun aja." Bude Pangestutik menjelaskan.
Sora penasaran kenapa Samran berakhir tidak melanjutkan kuliahnya. Tapi ia enggan bertanya.
"Lho ... kenapa kok tidak diteruskan?" Justru Pak Fuad ayah Sora lah yang mewakili putrinya menanyakan hal itu.
"Kenapa, Le, kamu nggak nerusin kuliah di IKIP?" Bude Pangestutik juga bertanya pada Samran. Ternyata Bude Pangestutik juga belum terlalu paham dengan keputusan Samran berhenti kuliah.
"Karena masalah kemarin, tuh. Yang IKIP dinonaktifkan sama DIKTI." Samran menjawab singkat.
Oh, karena masalah itu. Ah, iya -iya, Sora paham.
Masalah itu terjadi saat Sora masih semester 3. Tiba - tiba heboh pemberitaan, bahwa IKIP Nusantara, kampus dengan mahasiswa paling banyak di Kediri, secara mendadak dinonaktifkan oleh DIKTI.
Saat itu Sora juga hampir goyah. Ia juga sudah hampir mundur, karena takut efek jangka panjang yang akan diterima jika ia meneruskan. Entah indah yang tidak diakui lah, entah apa lah.
Sora takut bercerita pada orang tuanya, karena khawatir mereka jadi sedih. Tapi ternyata, Bu Rahma ibu Sora sudah tahu duluan tentang berita itu dari Facebo0k. Bu Rahma pun melapor pada Pak Fuad. Pak Fuad awalnya juga takut. Tapi setelah membaca berita itu secara keseluruhan, Pak Fuad mengatakan pada Sora untuk jangan berhenti.
Karena ternyata masalahnya hanya seputar administrasi. Jadi sudah beberapa tahun, IKIP Nusantara tidak memperbarui data mahasiswa kampus yang tercatat di DIKTI. Hanya menambah data mahasiswa baru, tanpa menghapus nama mahasiswa yang sudah lulus atau drop out.
Jadi lah jumlah mahasiswa menjadi sangat banyak. Yang kemudian jadi tidak seimbang dengan jumlah dosen yang mengajar. Makanya kampus jadi dianggap tidak memenuhi syarat, sehingga dinonaktifkan sementara, supaya pihak kampus bisa memperbaiki data yang ada.
Sesederhana itu masalahnya, yang kemudian digoreng oleh media untuk menggiring opini negatif. Imbasnya IKIP Nusantara langsung kehilangan banyak sekali mahasiswa.
Dalam satu angkatan Sora saja, ada sekitar 40 % mahasiswa yang mengundurkan diri. Satu angkatan Sora yang semula terbagi dalam 3 kelas, dengan mahasiswa sejumlah 40 - 45 orang pee kelas, jadi terbagi dalam 2 kelas saja, dengan jumlah mahasiswa yang sama.
Dan kasus yang sama, terjadi di program studi yang lain. Selama IKIP Nusantara memperbaiki itu semua, kampus jiga dilarang menerima mahasiswa baru dulu, karena akan mempersulit proses perbaikan data yang dilakukan.
Sayangnya penggorengan informasi yang ada, juga membuat kepercayaan sebagian besar masyarakat akan IKIP Nusantara hilang. Ketika sudah diaktifkan kembali, kampus masih kesulitan mendapatkan mahasiswa baru. Namun seiring berjalannya waktu, kampus mulai mendapatkan mahasiswa kembali meski sedikit demi sedikit.
Sampai sekarang kampus benar - benar sudah pulih, dan bahkan menjadi sangat berprestasi. Peringkat 24 kampus terbaik nasional untuk kategori perguruan tinggi swasta.
Pasti mahasiswa yang dulu kabur saat ada masalah, akan jadi sangat menyesal. Termasuk si Samran itu.
Sora melirik Samran agak kesal. Untung saja ayahnya adalah seseorang yang cukup intelektual, sehingga bisa membimbing putrinya ke jalan yang benar.
"Tapi sekarang kampus sudah balik normal, Mbak Sora?" tanya Bude Pangestutik lagi.
"Sudah, alhamdulillah, Bude. Dan alhamdulillah juga semakin berprestasi," jawab Sora.
Sora menatap Samran lagi, ingin tahu bagaimana reaksinya. Ternyata Samran hanya memasang wajah stoic, tidak menunjukkan ekspresi apa - apa. Sora jadi makin kesal.
Pertemuan pertama meninggalkan kesan yang kurang baik bagi Sora. Karena Samran yang sepertinya tidak berminat dengan perjodohan ini, terbukti dia tidak bicara apa - apa sama sekali. Hanya Bude Pangestutik yang sejak tadi banyak bicara.
Terlebih sebab topik pembahasan tentang kampus itu tadi. Membuat Sora semakin kesal.
Bude Pangestutik dan Samran kemudian berpamitan pulang. Sora dan keluarga mengantar kepergian mereka sampai depan.
Sembari berjanji kelak saat bertemu lagi, mereka akan ikut serta membawa orang tua Samran. Hari ini tidak diajak. Karena keduanya masih jam kerja.
"Gimana, Mbak? Apa di pertemuan pertama udah ada kecocokan?" tanya Bu Rahma.
Sora hanya menaikkan bahu. "Nggak tahu deh, Buk. Masih bingung. Butuh kenalan lebih jauh. Itu pun kalau orangnya beneran mau sama aku."
Sora mendahului kedua orang tuanya masuk ke rumah.
"Gimana tuh, Pak, anak Bapak?" tanya Bu Rahma.
Pak Fuad mengernyit. "Lho, kok tanya aku? Ya tanya itu anaknya gimana. Kan ini perjodohan buat Sora dan Samran. Yang akan menjalani adalah mereka. Mereka sudah sama - sama dewasa, pasti sudah tahu apa - apa aja yang terbaik untuk diri mereka sendiri."
Setelah menjawab, Pak Fuad justru menyusul Sora masuk rumah.
Bu Rahma jadi bingung sendiri. Nalurinya sebagai seorang ibu, menyimpan kekhawatiran yang begitu besar. Takut jika putrinya bertemu dengan orang yang salah.
***