13. Terkejutnya Dareen.

1142 Words
"Dia milikku! Jangan berani-berani nya kau menyentuh milikku!" geram Dareen menatap nyalang kearah Leo yang terlihat gelagapan di dalam kolam renang. Dareen segera menempelkan bibirnya dengan bibir Zanna dan memberikan nafas buatan untuk nya. Tak lama setelah nya Zanna terbatuk-batuk dan memuntahkan air dari mulut nya, nafasnya tersengal-sengal dan kemudian tidak sadar kan diri lagi. Dareen mengguncang tubuh wanita tersebut, ketara begitu panik. "Sayang ... buka mata mu, kumohon maafkan aku, Sayang ... jangan begini," Dareen memeluk kepala wanita itu, namun tetap tiada respon dari nya. Tanpa menunggu lama Dareen segera merengkuh tubuh pucat wanita itu, menggendong nya ala bridal style, membawanya ke mobil dan langsung melesat menuju rumah sakit. Tanpa menghiraukan dua sosok pria yang saling mengumpat di pinggir kolam. "Sial! Sebenarnya makhluk apa putramu itu," gerutu Leo sambil keluar dari bibir kolam di bantu ayah Dareen. Leo tidak henti bersumpah serapah mengabsen deretan nama hewan di kebun binatang, secara dengan tidak manusiawi Dareen mendorong nya hingga terjungkal ke dasar kolam. Dan akhirnya mereka berdua menyusul Dareen kerumah sakit, namun saat di perjalanan Leo singgah terlebih dahulu di butik mewah. Untuk membeli pakaian ganti, tidak lucu bukan jika ia harus pergi ke rumah sakit dalam keadaan basah kuyup. Sesampainya di butik, Leo langsung masuk kedalamnya masa bodoh dengan tatapan aneh seisi toko. Saat dia berada di ruang ganti, dengan segera ia mendial nomor telphone kekasih nya. "Sayang ... kau sudah siap?" tanya nya. "Sesuai rencana, lakukan tugasmu dengan baik jangan sampai mereka mencurigai mu," tutur seorang gadis dari sebrang. "Baik, aku akan mencari waktu yang tepat untuk membawa Zanna pergi," setelah nya panggilan terputus, Leo segera mengganti baju, dan membuang baju basah nya ke tong sampah. Selanjutnya kembali ke tujuan awal yaitu ke rumah sakit. . . Dareen tengah menemani Zanna yang kini sedang terbaring di ranjang pesakitan dengan selang oksigen yang terpasang di hidungnya. Dareen tak henti-hentinya merutuki dirinya sendiri, betapa bodohnya dia hingga kalut dalam emosi dan hampir membunuh gadis yang ia cintai selama ini. Sungguh Dareen sangat membenci dirinya sendiri, yang tidak pernah bisa mengontrol emosi. "Sayang ... maafkan aku, tolong maafkan aku, aku berjanji tidak akan melakukan kekerasan lagi pada mu, tapi tolong buka kedua matamu, Sayang," isak Dareen, kini dirinya benar-benar menyesal, ia tak ingin kehilangan wanita itu. Dareen menggenggam tangan pucat Zanna, sembari merapalkan kata maaf untuknya, meski ia tau wanita itu tidak akan mendengarkan ucapan nya. "Aku menyesal, sungguh, tolong Sayang buka mata mu. Aku tidak tahu harus berbuat apa untuk menebus semua kesalahan ku," tangis nya, sembari mengecup punggung tangan pucat wanita itu. Hingga kedatangan seorang dokter mengalihkan atensinya. "Permisi Tuan, apa anda suami pasien?" tanya dokter itu. "I-iya, Dok," jawab Dareen tergagap, sedikit ada rasa geli menggelitik di dalam perutnya yang memaksanya untuk tersenyum mendengar ucapan dokter tadi. "Kalau begitu, bisa anda ikut dengan saya ke ruangan saya? Ada hal penting yang ingin saya sampaikan kepada anda," pinta nya kemudian. Dareen hanya mengangguk dan segera berdiri dari tempat duduknya. Mengekor di belakang dokter itu. Saat Dareen tengah berjalan di koridor rumah sakit tak sengaja ia berpapasan dengan ayahnya beserta Leo. Dareen berhenti sejenak, menatap tajam ke arah dua pria tadi. Bagai ada sengatan listrik yang menjalar dari mata mereka bertiga. Tak ingin menyebabkan keributan di tempat umum, mereka memilih pergi ke tujuan masing-masing. Tuan Bramasta dan Leo pergi ke ruangan Zanna sedang Dareen pergi ke ruangan dokter. Kini Dareen sudah berada di ruangan dokter tadi. Duduk berhadapan dengan meja kerja dokter itu sebagai pembatas keduanya. "Ada apa Dok? Apa terjadi hal serius pada istriku?" tanya Dareen tidak sabaran. "Em, begini Tuan, istri anda mengalami depresi berat. Dan itu sangat berpengaruh pada kesehatan kedua janinnya," tutur dokter itu. Bagai di sambar petir di siang bolong, Dareen tersentak dengan kedua mata membola lebar. Ia masih mencerna ucapan dokter itu. "A-apa, Dok? Kau baru saja mengucapkan kedua janin? Ma-maksud anda, Zanna hamil?!!" tanya nya hati-hati, takut jika salah menafsirkannya. Jujur ia sangat merasa bahagia jika semua itu benar adanya. "Begitulah, kandungan nya sudah memasuki genap bulan ke tiga, apa anda tidak mengetahui nya Tuan?" tanya dokter itu heran seraya mengernyitkan dahinya. Dareen tidak menyahut pertanyaan dokter itu, kini pemuda itu hanya menunduk sembari terdengar isakan kecil dari bibirnya. Dareen benar-benar menyesal, bukan saja hampir membunuh wanita yang di cintai nya melainkan juga darah dagingnya sendiri. Jika saja Zanna tidak selamat Dareen benar-benar genap menyandang predikat sebagai b******n sekaligus pembunuh yang keji karena sudah membunuh istri serta calon anak-anaknya. Tunggu, anak-anak? Dareen baru sadar jika dokter tadi mengucapkan kata dua janin, artinya Zanna tengah mengandung anak kembar dan dia akan mempunyai dua anak sekaligus. Dareen tersenyum bahagia, hatinya terasa terpukul namun juga bahagia bercampur menjadi satu. Dareen berjanji pada dirinya sendiri, mulai hari ini, detik ini ia tidak akan menyiksa Zanna, ia akan mencintai wanita itu sepenuh jiwa dan raganya. Ia akan bertanggung jawab dengan apa yang telah ia perbuat, dan berjanji akan menjaga anak-anaknya serta istrinya kelak. Dareen berjalan gontai menuju ruangan Zanna di rawat. Ia memasuki ruangan putih itu, tanpa menghiraukan keberadaan ayahnya dan Leo di sana. Dareen menatap sayu kearah di mana wanita itu terbaring lemah. Leo menatap heran ke arah Dareen, yang terlihat begitu berbeda hari ini. Ia berfikir seperti ada yang tidak beres dengan teman nya. Namun Leo masih enggan untuk bertanya kepada nya, karena masih terlampau sakit hati pada pemuda tersebut. Jadi diam adalah pilihan yang terbaik agar tidak memancing emosi. Leo yang melihat perubahan Dareen segera menghampiri nya, ia penasaran sebenarnya ada apa dengan pemuda itu. Walau ia sangat membencinya, namun ia berusaha baik-baik saja agar mereka tidak mencurigai gelagat nya. "Reen, kau kenapa? Apa yang terjadi pada mu," jujur Leo begitu berat untuk berpura-pura baik-baik saja seperti itu. "Kak, aku bersalah padanya, aku telah menyakiti nya," Dareen kembali terisak pilu, hatinya terasa di remas-remas jika mengingat perlakuan nya pada Zanna. Leo mengernyitkan dahi nya, benarkah Dareen sudah menyadari kesalahannya? Sekalipun iya, aku tetap tidak akan membiarkan mereka bersatu. Karena hubungan kedua orang tua mereka tidak akan mungkin bersatu, mengingat perlakuan keluarga Bramasta ke pada keluarga Takkeru. Leo sebenarnya merasa iba dengan kisah percintaan antara Dareen dan Zanna, namun apa boleh buat ia hanya menjalankan tugas dari atasannya. Leo memandang lekat ke arah Dareen, ada perasaan trenyuh di dalam hati nya. Pemuda itu benar-benar terlihat begitu terpukul. Leo berlahan mulai tersenyum melihat ketulusan hati yang terpancar dari kedua mata adiknya. Ia bangga, bukan pada Dareen melainkan pada Zanna, karena wanita itu mampu meluluhkan hati seorang Dareen Bramasta yang teramat dingin itu. Leo mendekati Dareen dan menepuk pundak pemuda itu, seraya berkata. "Kau menyesal sekarang, hm?" "Iya, aku menyesal serasa ingin mati rasanya, apa yang harus aku lakukan?" tanya nya frustasi. "Minta maaf lah kepada Zanna, dan mencoba lah untuk belajar mengontrol emosi mu," tutur Leo selanjutnya. "Apakah aku pantas untuk di maafkan?" lirihnya kemudian. "Semua itu Zanna yang akan memutuskan, kau hanya perlu berjuang," ucap Leo dengan senyum manisnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD