Bab 10

1648 Words
HAPPY READING *** Vero mengikuti langkah Kafka masuk ke dalam lift. Lift membawa mereka menuju lantai 22. Mereka sama-sama membawa paperbag masing-masing. Tidak butuh waktu akhirnya pintu lift terbuka. Kafka mengikuti langkah Vero menuju unit apartemennya. “Unit kamu yang mana?” Tanya Kafka, setelah mereka melewati koridor. Vero menghentikan langkahnya di nomor 22006, “Ini apartemen saya.” Vero menempelkan kartu akses di depan daun pintu. Pintu seketika terbuka, ia memperlebar daun pintu dan mempersilahkan Kafka masuk ke dalam, bagaimanapun pria itu sudah membawakan barang belanjaanya yang banyak ini. Kafka mengedarkan pandangannya kesegala penjuru ruangan, apartemen ini sama seperti dirinya, hanya saja horden di apartemennya berwarna abu-abu gelap dan di apartemen ini berwarna putih. Semua interior dan full furnist sama seperti apartemennya. “Kamu mau buat kue?” Tanya Kafka, meletakan barang belanjaan itu di meja kitchen. “Iya, mau buat cookies. Soalnya mama dan papa udah desak saya suruh segera buat katalog cookies, karena itu yang paling urgent.” “Boleh saya cobain nanti cookies kamu? Siapa tau nanti saya kasih masukan.” “Iya, boleh. Tapi bisa nggak, kalau saya buat cookies itu jangan di lihatin, soalnya saya agak gimana gitu kalau masak dilihatain.” “Jadi saya balik ke apartemen saya?” “Nanti kalau udah mateng, saya ketok pintu apartemen kamu.” “Oke, kalau begitu,” ucap Kafka. “Unit apartemen kamu nomor berapa?” Tanya Vero sebelum pria itu meninggalkannya. “22010, paling pojok.” “Nanti saya ke sana dua jam lagi. Saya juga perlu orang tester seperti kamu.” Kafka dengan terpaksa keluar dari apartemen Vero. Padahal ia ingin melihat wanita itu memasak, namun ia harus keluar demi kenyamanan Vero. Sedangkan Vero mulai mengeluarkan bahan-bahan makanan. Resep ini sebenarnya ia sudah hafal luar kepala ini resep cookies andalannya. Ia mengolah takarannya dengan tepat, ia menatap apartemennya masih tetap rapi, karena ketika ia tidak berada di sini, ada bibi yang membersihkannya. Vero mulai mixer margarin dan gula dalam satu menit, lalu ia masukan satu persatu kuning telur. Lalu selanjutnya tepung, maizena, s**u bubuk, diaduk dengan spatula di campur dengan choco chip, lalu ia bulatkan kecil-kecil dengan sendok, lalu ia panggang ke dalam oven. Vero juga mulai dengan rasa yang kedua yaitu cookies dengan rasa red velvet, dan cookie terakhir dengan rasa matcha dengan campuran almond. Ia harus fokus mengerjakan semua ini. Ia dulu kenapa memilih program study pastry, karena ia merupakan salah satu wanita pecinta kue manis, saperti rainbow cake, tiramisu cake, opera cake, Japanese roll cake dan masih banyak lagi. Ia juga menyukai breakfast bread, French bread, tentu saja hal itu membuatnya ingin terjun langsung ke industry ini. Ia kadang suka gemas ketika datang ke toko kue, lalu ia melihat banyak sekali kue-kue yang memiliki banyak hiasan, seperti cupcakes dengan frosting yang lucu, cookies dengan bentuk dan warna yang menarik. Menurutnya program studi pastry yang ia tempuh lebih banyak prakteknya dibanding teori, ia banyak sekali mempelajari bagaimana pembuatan kue. Ia juga belajar tentang varian gelato, belajar banyak tentang coklat, garnish, platting dan tidak kelewatan untuk belajar bikin sauce untuk platting. Tidak hanya itu ia juga mempelajari tentang kandungan gizi, safety and hygiene. Oleh sebab itu, ilmu yang ia dapatkan akan ia terapkan di sini, walau ia tidak ada niat sedikitpun berkecimpungg dunia kitchen, setidaknya ia bisa sebagai pelaku usaha. Setelah dua jam, akhirnya cookies buatannya sudah jadi. Ia memasukan sampel-sampel itu ke dalam toples, karena lusa akan ada dilakukan pemotretan katalog. Mungkin setelah cookies ia akan menambahkan produk lain, seperti bread, atau cake yang super lezat. Sejujurnya ia bersyukur bahwa ia memiliki previlage dari orang tuanya, ia akan memanfaatkan itu sebaik mungkin. Tidak semua orang sukses karena privilege dari keluarganya, tapi sebagian besar iya. Lulus dari sekolah ia tidak kesulitan memperoleh pekerjaan, ia memiliki latar belakang pendidikan yang mendukung dan networking orang tua yang luas. Ia ingin membuka usaha juga tidak perlu pusing mengenai modal, karena ayah dan saudaranya tetap membantu. Semua ini karena privilege, apalagi pertemanannya juga sangat mendukung. *** Ia sudah berjani kepada Kafka bahwa pria itu mencicipi cookie buatannya. Sebenarnya ia tidak terlalu suka jika bertemu dengan Kafka, karena sejak awal mereka dimulai dengan pertengkaran, dan dia juga tidak sopan mengajaknya tidur bersama. Padahal mereka baru kenal. Namun tadi dia sudah berbaik hati membawa barang belanjaanya, dan ia juga sudah berjanji jika cookiesnya matang, akan ia beri kepada pria itu, apakah layak di jual apa tida. Ia melangkahkan kakinya menuju unit apartemen 22010. Kini ia sudah tiba di depan pintu apartemen, ia mengetok pintu. Beberapa detik kemudian pintu itu terbuka, ia menatap Kafka di sana, pria itu masih pakaian yang sama. “Hai,” ucap Vero. Kafka menyungging senyum, ia mamandang Vero, wanita itu membawa toples kecil berisi cookies berwarna hijau merah dan coklat. “Udah selesai?” “Iya, sudah ini cookiesnya,” Vero memperlihatkan toples kaca miliknya, ia menyerahkan kepada Kafka. “Thank you, masuk yuk,” ucap Kafka. “Enggak usah deh,” tolak Vero. Namun tangan Kafka tidak kalah cepat, ia menarik pergelangan tangan Vero masuk ke dalam begitu saja. “Masuk aja bentar,” ucap Kafka. Vero mengigit bibir bawah, ketika ia sudah berada di dalam apartemen Kafka. Ia mengedarkan pandangannya kesegala area ruangan. Ruangan di d******i warna putih sama seperti apartemennya. Ia menelan ludah ketika Kafka sudah menutup pintu. Pria itu tersenyum dan melangkah mendekati sofa ruang tamu. Ia merasa tidak enak jika berduaan seperti ini. Ia menatap Kafka duduk, dia mengambil remote dan seketika TV menyala. Kafka bersandar di sisi kursi dan ia menepuk sofa di sampingnya. “Duduk sini,” ucap Kafka. “Tapi saya mau balik.” “Kita ngobrol-ngobrol bentar. Kamu kok takut gitu sama saya. Padahal saya belum apa-apain kamu.” “Ih, siapa yang takut,” ucap Vero, ia melangkah mendekati Kafka dan lalu duduk di samping pria itu. “Kamu mau ngobrol apa sih?” Tanya Vero. “Ngobrol yang ringan-ringan aja, saya nggak ada maksud lain kok,” ucap Kafka. Kafka menatap toples cookies yang ada di tangannya, ia membuka tutup kaca itu, “Kamu mau taukan bagaimana tanggapan saya, tentang cookies kamu.” “Iya.” Kafka memperhatikan cookies berwarna coklat berukuran besar berbentuk bulat, terlihat jelas bahwa cookies yang dibuat Vero tampak lezat dan renyah. Kafka lalu memakan cookies itu, ia merasakan rasa renyah, lembut, coklatnya double, tidak terlalu manis, ada sedikit asin dari margarin. Ia menatap Vero yang masih memperhatikannya, ia tidak menyangka bahwa wanita ini mahir membuat kue selezat ini. Ia yakin kue-kue yang di olah Vero pasti tak kalah enaknya. Pantas saja, kedua orang tuanya menyuruh sang anak segera membuat brand ini, karena cookies buatannya seenak ini. Ia memakannya dengan habis tanpa tersisa. “Bagaimana?” Tanya Vero. “Enak banget.” Senyum Vero mengambang, “Cobain lagi yang rasa matcha dan red velvet.” “Cuma tiga rasa?” Tanya Kafka, ia mengam cookies yang ke dua, rasanya tidak kalah enaknya. “Untuk hari ini saya buat tiga rasa, mungkin besok tiga rasa lagi.” “Rasa apa saja?” Tanya Kafka penasaran. “Cheese, original dan coffee.” “Good, ide yang bagus, semua rasanya sangat enak, saya rate 10 dari 10.” “Wow, seenak itu?” “Yes, memang enak banget. Saya kurang suka loh sebenernya makanan manis. Tapi cookies kamu, saya suka,” ucap Kafka. “Pantesan sih, orang tua kamu nyuruh cepet buka ini, karena emang seenak ini. Ini semua sangat layak untuk di jual. Tinggal kamu tinggal cari orang untuk bantu baking.” “Saya nggak menyangka kamu punya bakat buat kue seperti ini.” “Saya awalnya emang pecinta kue manis seperti ini, kalau ke toko kue suka gemes pengen dibeli semua. Dan saya putusin buat kuliah ambil jurusan pastry. Mama, papa dan mas Andre dukung kalau saya ambil jurusan ini.” Kafka sudah mencicipi semua cookies buatan Vero, dia memang berbakat baking kue. Ia memandang Vero cukup serius. “Nama brandnya apa?” Tanya Kafka, ia memang sengaja mencari topik agar wanita ini betah berlama-lama dengannya. “Brown cookies.” “Nice, namanya cocok, elegan dan mudah diingat.” “Rencana pemasarannya?” “Online.” “Ada toko offline nggak?” “Sayangnya, saya mau dipasarkan online dulu di marketplace. Kalau rame, penjualan oke, baru deh buka offline.” “Itu ide yang bagus, tapi lebih baik ada toko offlinenya juga juga sih,” ucap Kafka, ia menatap Vero. “Nanti deh, itu gampang. Lihat gimana pasar dulu, soalnya nggak yakin juga sih ini laku apa nggak,” ucap Vero. Kafka memandang Vero cukup serius, “Saya yakin lariss Vero, karena seenak ini. Saya ini bukan pecinta makanan manis loh. Tapi ini tuh enak.” “Serius?” “Serius lah.” Vero senang akhirnya Kafka memberi penilaian yang sempurna untuk cookies yang dibuatnya. Vero melihat Kafka memperhatikannya dan membuatnya sedikit grogi, karena mereka berdua di sini, ia mengalihkan pandangannya ke depan layar TV menatap salah satu film yang ditayang di Netflix. Yaitu film Black Mirror : Bandersnatch, film ini sudah ia tonton dulu, menceritakan tentang game, ceritanya simple, tentang seorang yang baru pertama kali buat game, game tersebut akan dirilis nantinya. Kafka mengalihkan tatapannya ke bibir penuh Vero, ia ingin tahu bagaimana rasanya mencicipi bibir penuh itu. “Hemm, saya pulang dulu ya,” ucap Vero pada akhirnya, karena tidak ada yang harus dibicarakan lagi kepada Kafka. Ia tahu apa yang ada di dalam pikiran mereka berdua jika berduaan di apartemen. “Pulang?” Tanya Kafka. “Iya,” Vero beranjak dari duduknya. Namun tangan Kafka reflek memegang pergelangan tangan Vero, otomatis tubuh Vero jatuh ke sofa. Vero masih terlalu shock kini tubuh mereka jaraknya sangat dekat, sehingga ia dapat mencium aroma parfume dari tubuh Kafka. Vero menelan ludah, ketika ia merasakan hembusan nafas Kafka dipermukaan wajahnya. “Saya sudah tau bagaimana enaknya cookies buatan kamu. Sekarang saya ingin tau bagaimana rasanya mencium kamu,” bisik Kafka pelan. sambungannya ada di k********a nama pena @AyuWandira ***

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD