9. Pressure Test

1328 Words
Bab 9  Bintal dalam artian kata yang disingkat dari kata pembinaan mental atau bimbingan mental, bukan merupakan hal asing lagi bahkan dalam dunia pendidikan di sekolah. Hal ini dapat ditemukan dalam organisasi sekolah, salah satunya kegiatan ekskul. Kembali pada tujuan dari kemping ini diselenggarakan adalah membangun keakraban, melatih mental dan kemandirian peserta, khususnya siswa kelas satu. Acara jurit malam sebagai hiburan yang tidak bisa dipisahkan dalam acara sekolah. Ekskul paskibra berencana kumpul pada pukul 02.00 dini hari pada tempat yang telah ditentukan sebelumnya. Di acara utama jurit malam ini para anggota baru digojlok baik fisik maupun mental. Mereka dibangunkan tengah malam dengan paksa, dikumpulkan dalam barisan. Setelah itu dibagi menjadi beberapa kelompok lalu disuruh berjalan memutari area lokasi kemping. Pada tengah malam yang sunyi, sepi, dingin dan gelap mereka dilepaskan sendiri. Dalam keadaan itu mereka hanya bisa saling mengandalkan teman satu kelompok masing-masing apa pun yang terjadi. Kabarnya pula para senior telah mempersiapkan ‘jebakan’ yang entah apa itu. Sebagian peserta bisa menduga, ‘jebakan’ itu mungkin adalah kakak senior memakai kostum dan berpenampilan aneh untuk menakut-nakuti mereka. Ya, itu adalah rencana paling klise tapi selalu seru dilakukan. Karena itu mereka merasa gugup dan selalu berjaga waspada sepanjang jalan berkeliling area. Pada satu lapangan dengan penerangan seadanya mereka dikumpulkan. Meski dimarahi, dibentak, dihukum lari, push-up, s**t-up, atau disuruh melakukan hal-hal aneh lainnya tanpa alasan, sebab atau kesalahan jelas, mereka harus tetap patuh melakukan itu semua. “Mana suaranya?! Yang keras!!” Perintah kakak senior garang. “PANCASILA! SATU, KETUHANAN YANG MAHA ESA.” Seorang dari mereka diminta membacakan kelima sila dengan suara lantang di luar hafalan. Sekitar 5 orang melakukan hal yang sama untuk beberapa waktu karena mereka selalu melakukan kesalahan secara bergantian. “Kalau teman kalian salah, kalian juga ikut dihukum. Kalian rekan satu tim, satu orang salah itu artinya semua salah. Karena kalian satu tim, mengerti? Sekarang cepat sit-up 20 kali lalu keliling lapangan!!” Suara senior yang berbicara selalu dengan nada lantang dan keras, juga ada dengan bentakan membuat beberapa nyali dan mental peserta ciut, merasa diri selalu salah dan lebih lagi tidak terima dimarahi tanpa kesalahan jelas. “Kenapa kamu mau nangis?! Mau pulang?! Mau ngadu sama orang tua begitu? Padahal kalian bukan anak kecil lagi!” Seorang Kakak senior sengaja mengintimidasi mental peserta dengan kata-kata tajam. Para senior memang dituntut bersikap keras pada para anggota baru. Bukan berarti mereka dengan senang hati memerankan antagonis, dalam hati kakak senior juga merasa bersalah harus membentak anak orang. Satu hal peraturan dari pembina, larangan tegas pada senior adalah tidak diperbolehkan kontak secara fisik pada junior. Tanpa melakukan hal itu pun kegiatan bintal sudah berjatuhan korban satu per satu. Tidak sampai pingsan atau sebagainya. Hanya seperti menangis atau ingin pulang ke rumah. Deby sendiri bersyukur secara garis besar semua berjalan lancar tanpa terjadi hal yang tidak diinginkan. Deby akui acara bintal ini berat secara fisik apa lagi mental, Deby termasuk salah seorang yang menangis saat tidak henti-hentinya dihukum dan dibentak-bentak oleh senior. Juga rasa-rasanya saat di jalan mengelilingi area kemping tadi, entah salah lihat atau apa. Deby seperti melihat sosok mahluk kasat mata. Deby berpikir positif ambil baiknya, dia berkesimpulan bahwa itu hanyalah kakak kelas yang tengah menyamar untuk menakut-nakuti. Atau berpikir Deby hanya salah lihat atau berhalusinasi. Jawaban mana yang benar, entahlah... Biarkan hal itu tetap menjadi misteri. “Eh, gue dengar kelas dua bakal masuk ke dalam air, berendam di sungai!” Oceh Zizut dengan suara bisikan. “Itu lebih parah dong!” Seru yang lain. “Wuah airnya pasti dingin banget...” Membayangkannya saja sudah ngeri. “Betul-betul, apa yang kita laluin belum ada apa-apanya.” Ucap Tegar yang selalu memiliki pola pikir positif dalam memandang segala hal. “Apa kelas tiga yang suruh mereka buat masuk ke sungai?” Tanya anak lain penasaran. “Katanya sih itu memang syarat lulus bintur, tapi mereka dikasih pilihan kok mau nyebur apa enggak.” Sambung Zizut yang tidak pernah setengah-setengah dalam menyampaikan berita. Setelah acara bintal, masih ada lagi bintur―bimbingan instruktur. Bintur ini untuk siswa kelas dua atau senior. Kedua acara intinya sama saja, tujuan dari kegiatan ini adalah untuk melatih mental para anggota. “Terus mereka pilih nyebur maksud lo?” Merasa sulit untuk percaya bahwa kakak senior memilih masuk ke dalam sungai atas kehendak sendiri. “Ya begitu, kata pembina itu bisa jadi kenangan indah. Mungkin kapan lagi kalau bukan dikesempatan ini mereka bisa masuk ke dalam sungai, bukan begitu?” Ada benarnya juga, kapan lagi bisa masuk berendam di dalam sungai. Bila melakukannya ramai-ramai pasti akan mudah, saat melakukan sendiri bukankah malah lebih terlihat aneh. Perkumpulan obrolan singkat itu berakhir dengan kesimpulan sepakat pada pendapat ucapan orang terakhir. Kegiatan jurit malam berakhir sebelum fajar menampakkan siluet cahaya di langit gelap. Sekitar pukul 04.30 pagi hari mereka kembali ke tenda kemah untuk beristirahat sejenak. Membersihkan diri kemudian sarapan, sebelum kembali berkumpul untuk melanjutkan jadwal acara sampai siang hari yang sudah terjadwal padat. *** Sarapan pagi mereka adalah semangkuk bubur kacang ijo yang konon dari penuturan kakak senior, bubur kacang hijau itu telah dicampur dengan lalat hijau. Sekali lagi perkataan itu sengaja mereka sampaikan guna melihat mental, seberapa percaya dan berpengaruh perkataan itu pada mereka. “HUEEEKK...” Satu orang memuntahkan sarapan bubur yang belum lama ditelannya saat mendengar kata lalat hijau. Bentuk bubur kacang hijau memang bisa mengingatkan pada lalat hijau. Tidaklah mengejutkan jika beberapa peserta ragu atau merasa paranoid hingga berhenti menyantap suguhan sarapan mereka. Akan tetapi banyak dari mereka tetap melanjutkan sarapan karena tahu perkataan itu tidak mungkin serius, meski tetap membuat napsu makan mereka hilang. “De kamu habisin sarapan tadi?” Tanya Ami. Bahkan Deby bisa merasa bubur itu masih menyangkut di tenggorokannya. “Gue paksain makan sih, kenapa? Lo gak abis ya?” “Sama sekali aku gak bisa makan, mending aku tahan lapar sampai kita pulang siang nanti.” Suara perut Ami berbunyi keroncongan. Deby bisa mendengar meski samar. “Kalo gitu ini, banyak minum air putih biar kamu gak lemes.” Kata Deby sambil menyerahkan sebotol air mineral. “Makasih De, kegiatan kita tersisa apa aja ya?” “Hari ini peresmian kita diterima jadi anggota ekskul, beres-beres barang terus sama upacara penutup. Kayanya itu aja.” Berdasarkan susunan acara, itu yang Deby ingat. “Semoga aku kuat sampai akhir acara walau gak sarapan.” Harapan Ami agar harinya lancar hari ini. Siang hari nanti memang jadwal kepulangan mereka, namun ternyata kehendak alam tidak ada yang dapat menentang. Baik ketika tiba di lokasi kemping, mereka disambut guyuran hujan. Sampai akhir kepulangan mereka juga diantar dengan basuhan hujan, membuat lagi-lagi acara mereka berubah rencana. ”Gak jadi adain acara pelantikan? Cuma upacara penutup?” Deby sedikit kecewa mendengar kabar yang disampaikan Ami. “Iya kalau hujannya gak berenti sampai siang nanti kita cuma adain upacara terus pulang. Begitu yang aku dengar.” “Dengar dari mana?” Deby penasaran bagaimana orang lain bisa tahu hal-hal seperti itu. Padahal andai saja Deby sedikit menaruh perhatian pada sekitarnya, ia juga pasti bisa tahu seperti yang lain. “Pembina waktu memberi arahan pada kakak senior.” Jawab Ami polos. Deby menghela napas panjang. “Kenangan kita penuh dengan air hujan Am...” Ratap Deby, hujan yang turun hanya membuat semangatnya meluap. “Semangat De, apa boleh buat.” Keduanya hanya bisa pasrah, melanjukan aktivitas mereka mengemas barang bawaan, bersiap pulang. Deby tidak bisa menyembunyikan suasana hatinya, semua terbaca pada wajahnya yang memang pada dasarnya minim ekspresi. Figur wajah Deby bukanlah tipe kombinasi yang ceria, manis, sedap dipandang mata. Mungkin alasan ia susah berteman dan didekati juga bagian dari kesalahan ekpresi wajah dasar atau sehari-hari yang dimilikinya. Wajah masam dan terkesan jutek miliknya itu bisa disalah-artikan orang lain. Garis wajah yang terlalu tegas memberi kesan kuat tidak ramah, tidak bersahabat. Butuh waktu hampir satu semester untuk Deby bisa bicara dan berteman dengan teman sekelas selain rekan sebangkunya Ami. Kini saat Ami akan segera pergi, Deby harus dapat berbaur sepenuhnya dengan teman-teman lain demi keberlangsungan kehidupan sosial sekolahnya. ***bersambung                                                                                                                                       
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD