Antara Hidup dan Mati #2

1122 Words
Fendy, Faqih dan Kyai Rahman kembali ke jeep, duduk di sana menunggu, meski hanya sekitar setengah jam tapi yang namanya menunggu tetap saja menjemukan. Fendy mengeluarkan sebungkus rokok yang lalu disodorkan pada Kyai Rahman dan Faqih, masing-masing mengambil sebatang dan menyalakan. "Sayang tak ada warung di sekitar sini, kita bisa pesan kopi dulu," celetuk Kyai Rahman. "Ngopinya kita tunda dulu, usai ritual kita akan cari makan dan ngopi." Fendy menjawab. "Mas Fendy, tadi selama di dalam jeep, Mas dan Kyai kudengar bercerita tentang seseorang yang juga memiliki Ajian Khodam Harimau Hitam. Kalau tak keberatan bisakah menceritakan detail kisahnya?" Fendy melirik Faqih yang saat itu menatap dirinya dengan tatapan serius. "Boleh saja. Kejadiannya sudah cukup lama, di mana dulu aku dan Kyai Rahman masih sama-sama bujangan. Sejak dulu kami berdua memang sering dimintai tolong untuk hal-hal berbau mistik dan ghaib. Salah satu masalah yang dulu kami hadapi adalah berhadapan dengan sebuah keluarga yang diteror oleh lelaki misterius, peneror itu adalah orang bayaran yang diminta untuk membunuh seluruh keluarga itu. Ini semua tentang persaingan bisnis. Keluarga itu berhasil memenangkan sebuah tender besar, mengalahkan beberapa perusahaan sejenis, dan gang kalah tender rupanya tidak senang hingga menyewa seseorang untuk menebarkan ketakutan bagi keluarga itu. Sayangnya kami datang terlambat, suami yang merupakan kepala keluarganya menghubungiku, saat itu aku dan Kyai Rahman sedang berada di kediaman guru kami, Datuk Panglima. Setibanya kami di rumah orang yang menelepon itu, seluruh keluarga termasuk lelaki yang menelepon tersebut sudah menjadi mayat dengan bersimbah darah, darah berceceran di segala penjuru, peneror itu rupanya seorang pembunuh berdarah dingin. Kami masih beruntung karena sang peneror masih berada di sana, tak dapat dihindari kami berdua mau tak mau berkelahi melawannya, walau sudah kami keroyok dia rupanya cukup tangguh. Dan dia baru mati saat jantungnya tertembus Mandau Haramaung. Untuk selanjutnya Mandau tersebut kuberikan pada Kyai Rahman sahabatku ini, karena dia bilang bahwa hari itu adalah hari terakhir dia menemaniku menghadapi hal-hal ghaib. Dia cukup trauma melihat banyak darah yang berceceran di sana. Itulah kisahnya." Baru saja Fendy menutup ceritanya terlihat kerlip lampu di kejauhan di lautan yang semakin lama semakin mendekati pantai. "Lebih cepat dari rencana, baru lima belas menit dia sudah sampai." Fendy segera turun dari jeep dan berjalan ke bibir pantai, menunggu kapal yang akan mereka tumpangi merapat. "Dengan Mas Fendy?" tanya pemilik kapal saat itu. "Benar, Pak." "Kalau begitu ayo naik. Berapa orang yang mau ikut, Mas?" "Dua orang lagi." Fendy melambaikan tangan pada Faqih dan Kyai Rahman, sekaligus memberi isyarat agar membawakan juga tas ransel miliknya. Setelah Kyai Rahman dan Faqih naik ke atas kapal yang berukuran kecil itu, kapal pun kembali berangkat ke tengah lautan. Selama di dalam kapal Fendy menjelaskan apa yang akan dilakukannya nanti juga sedikit alasan yang mendasarinya, agar tak jadi fitnah dan kesalahpahaman antara mereka dengan pemilik kapal. Sang pemilik kapal hanya mengangguk saja, tak ada kekagetan saat dia mendengarkan apa yang dituturkan oleh Fendy. "Terus terang saya sering disewa untuk hal-hal aneh seperti itu, bahkan yang lebih gila lagi juga pernah, Mas Fendy," kata pemilik kapal dengan tenangnya. "Lebih gila lagi? Maksudnya?" tanya Fendy bingung. "Pernah ada seorang pemuda yang meminta saya mengantarnya ke tengah lautan, dia memberi saya banyak uang dan juga meminta saya berjanji merahasiakan tentang dirinya, saya berani menceritakan ini karena Mas Fendy juga meminta hal aneh pada saya." "Memangnya dia kenapa, Pak?" Fendy bertanya lebih lanjut, sementara Kyai Rahman dan Faqih ikut menunggu pemilik kapal melanjutkan ceritanya. "Jadi sesampainya di tengah lautan, dia seperti sedang berbincang dengan seseorang yang tak kasat mata, tepat jam dua belas malam dia melompat ke dalam lautan tanpa alat menyelam. Setelah itu kapal saya nyalakan lagi dan pergi dari tempat itu. Yang aneh adalah selama saya menuju arah pulang  saya mencium aroma melati dan mendengar suara gemerincing yang samar-samar. Selama ini saya tidak pernah bercerita kepada siapa pun kisah ganjil yang saya alami tersebut. Jadi ini adalah kali pertama saya menceritakannya." Baik Fendy, Faqih maupun Kyai Rahman cuma terdiam mendengarkan apa yang baru saja dituturkan oleh sang pemilik kapal. Sebuah kisah yang mendirikan bulu roma. Waktu terus berjalan. Jam di tangan Fendy telah menunjukkan pukul dua belas malam kurang sepuluh menitan. "Faqih. Kamu sudah siap?" tanya Fendy untuk memastikan kembali kesiapan Faqih. "Siap, Mas." Fendy lalu mengikat tangan dan kaki Faqih dengan tali tambang yang cukup tebal. Seakan mencegah Faqih untuk bisa menggerakkan tangan dan kakinya. Selanjutnya Faqih diminta berdiri di pinggiran kapal. "Kyai, tolong ambilkan Mandau di tasku." Kyai pun memberikan Mandau yang diminta Fendy. Mandau diselipkan di d**a Faqih dalam ikatan yang melilit tubuhnya dengan kencang. "Pasrahkan segalanya pada Allah, Faqih, jangan melawan. Dan perbanyak membaca syahadat dalam hati." Fendy memberikan instruksi terakhirnya. Faqih mengangguk, bersamaan dengan jarum jam di tangan Fendy yang menunjukkan waktu sudah tepat jam dua belas malam. Tanpa diduga Fendy mendorong tubuh Faqih yang terikat itu. Terdengar suara berdebur saat tubuh Faqih menyentuh air laut yang terasa hangat. Tubuh itu perlahan masuk ke dalam laut dan menghilang. Fendy berdiri mematung di pinggiran kapal, sedang bibirnya berkomat-kamit seperti membaca mantra. Kyai Rahman dan pemilik kapal duduk tak jauh dari tempat Fendy berdiri. Keduanya diam membisu tak bereaksi apa-apa melihat kejadian yang sangat ganjil tersebut. Sementara itu Faqih memejamkan kedua matanya, dia merasakan kepalanya mulai sakit, tapi dia tetap fokus seperti pesan Fendy sebelumnya untuk tetap membaca dua kalimat syahadat sebanyak - banyaknya. Lalu Faqih mulai merasa hilang kesadaran, tubuhnya meronta-ronta berusaha melepaskan ikatan, tapi mustahil. Kedua tangan dan kakinya terikat kuat. Makhluk dalam diri Faqih sepertinya mulai panik. Jika dia tetap berada dalam diri Faqih maka dia akan mati bersama matinya Faqih, tetapi jika dia keluar juga maka dia akan diburu oleh Mandau yang terikat di tubuh Faqih. Faqih saat itu mulai hilang kesadaran, dia sudah dalam posisi antara hidup dan mati, tapi tubuh itu masih terus bergerak meronta-ronta. Makhluk dalam diri Faqih akhirnya menyerah, dia tak mau mati bersama matinya Faqih dalam dasar lautan yang dalam itu, secepatnya dia keluar dari tubuh Faqih, saat itulah cahaya berkilauan keluar dari Mandau yang terikat dalam tubuh Faqih. Mandau itu keluar dari sarangnya dan ikut melesat mengejar sosok bayangan hitam yang meluncur menuju permukaan air laut. Sosok makhluk itu lalu melesat di udara dan terus dikejar Mandau milik Fendy. Dan terdengar suara ledakan diikuti tebaran cahaya seperti kembang api di langit malam. Sosok itu hancur terkena tikaman Mandau. Lalu mandau itu kembali melesat ke dalam laut, dia bergerak sendiri memutuskan semua ikatan di tubuh Faqih. Tubuh itu secara aneh kembali melayang ke permukaan, mandau itu kembali masuk ke dalam sarangnya dan melesat juga ke permukaan, lalu terlempar tergeletak di kapal. Tak lama tubuh Faqih sudah mengambang di permukaan. "Bapak! Kyai! Tolong bantu angkat tubuh Faqih." Ketiga orang itu mengangkat tubuh Faqih yang sudah pucat seperti mayat. Selamatkah Faqih dalam ritual Megat Ruh itu?   ***  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD