***
Dalam pandangan mata penuh cinta, yang tampak adalah keindahan semata, sementara dalam pandangan mata ya ga dipenuhi benci, yang tampak hanyalah keburukan selalu. Begitulah hati selalu berbolak-balik antara cinta dan benci, maka celakalah mereka yang hatinya senantiasa berisi kebencian demi kebencian saja.
Hal itulah yang merasuki hati seorang pemuda di desa jengkol, pemuda itu bernama Bagas. Seorang putra juragan Pete dan Jengkol paling terkemuka dan kaya di desanya.
Kesibukan Bapaknya yang senantiasa mengurusi bisnis Pete dan jengkolnya membuatnya jarang memberikan perhatian pada anaknya yang semata wayang, Bagas.
Uang memang bukan segalanya namun hampir bisa dipastikan segala sesuatunya membutuhkan uang. Itu adalah kalimat dan pemikiran yang baik, tapi bukan begitu yang ada dalam pikiran Bapak dan Ibunya Bagas. Bagi mereka segala sesuatu punya harga dan bisa dibeli. Jadi dengan memiliki uang mereka berpikir bisa membeli segalanya.
Bagas tumbuh dan dewasa dalam kemanjaan, bahkan sekalipun dia belajar silat dan ilmu kanuragan, butuh waktu lama bagi Bagas untuk menguasainya karena dia lebih nih banyak menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang dibandingkan berlatih.
Setelah Bapaknya memberikan ilmu silat dasar, setamat dari SMA dia dimasukkan oleh Bapaknya ke Padepokan Sentinel dibawah asuhan Eyang Prayoga.
Eyang Prayoga yang dikenal sebagai guru yang penyabar, dia berusaha sebaik mungkin mengajari Bagas. Sedikit demi sedikit dia memasukkan nasihat demi nasihat untuk mengubah Bagas, dari sosok seorang yang angkuh agar menjadi seorang pribadi yang rendah hati, dari sosok yang mudah marah menjadi sosok yang penyabar dan ramah. Prinsip yang dipegang teguh oleh Eyang Prayoga adalah sekeras-kerasnya batu kalau setiap hari ditetesi air maka lama kelamaan akan berlubang juga.
===
Mbah Gondo sedang membereskan ruangannya ketika sebuah suara yang dikenalnya memanggil namanya.
"Masuklah, Bagas. Aku ada di dalam." Mbah Gondo berteriak menjawab panggilan Bagas.
"Syukurlah kalau Mbah memang ada di rumah karena kedatanganmu ke sini untuk menagih janji Mbah Gondo. Ini sudah bukan lagi lewat seminggu dari waktu yang Mbah janjian padaku tapi sudah sebulan lebih. Aku ingin Mbah melakukan ritual ulang untuk membunuh Faqih di depan mataku."
"Hahahaha .... Sebulan lebih aku menunggu kedatanganmu, kupikir kamu sudah lupa jalan ke rumahku." Mbah Gondo ganda tertawa.
"Mbah jangan meledekku, selain aku memberi kesempatan Mbah belajar lagi agar lebih sakti, aku juga ada urusan penting di luaran sana."
Kata-kata yang dilontarkan Bagas jelas terasa sekali begitu melecehkan dirinya. Namun Mbah Gondo hanya tertawa menanggapinya. Kalau bukan karena berniat menguras uang pemuda itu, sudah sejak lama dia habis saja pemuda kurang ajar itu.
Mbah Gondo menyiapkan peralatan yang biasa dipergunakannya untuk melakukan santet. Dan detik berikutnya dia sudah terpejam dengan mulutnya yang berkomat-kamit. Ruangan kecil dan sempit itu kini mulai dipenuhi asap kemenyan yang menyesakkan d**a, namun Bagas maklum memang demikianlah syarat ritualnya, sudah banyak dukun-dukun sakti yang dikunjunginya. Rata-rata semua memang menggunakan media kemenyan yang menjadi bagian dari ritual ilmu hitamnya.
Perlahan air dalam baskom besar di hadapannya bergerak berputar, semakin lama semakin kencang namun tak ada setetes pun airnya yang rumah keluar.
Dalam pusaran air perlahan mulai tampak suatu gambaran layaknya seperti layar televisi. Cukup lama Mbah Gondo memandangi gambaran dalam baskom. Gambaran itu pun terlihat juga oleh Bagas, dan Bagas harus akui kalau Mbah Gondo memang seorang dukun sakti.
"Bagas," Mbah Gondo mengangkat kepalanya memandang Bagas.
"Kalau ada kesempatan dirimu untuk melakukan sendiri pembunuhan pada lawanmu yang bernama Faqih itu, apa kamu akan tetap memintaku untuk melakukannya?" tanya Mbah Gondo, wajahnya terlihat serius.
"Mbah Gondo ini bagaimana sih? Kalau aku bisa melakukannya sendiri untuk apa aku meminta bantuanmu? Justru aku akan merasa lebih buh puas kalau bisa menghilangkan nyawa ya dengan keluarganya dua belah tanganku sendiri." Bagas menjawab, nada bicaranya menunjukkan kekesalan, dia tak mengerti apa maksud Mbah Gondo menanyakan hal tersebut kepadanya.
"Kini kamu punya kesempatan untuk itu, tapi kamu harus melakukan ritual sendiri untuk kuberikan ilmu kebal agar Faqih tak bisa melukaimu." Mbah Gondo menerangkan apa yang dilihatnya namun tetap tak dipahami oleh Bagas.
"Maksud Mbah Gondo apa sebenarnya? Katakan saja terus terang, jangan berputar-putar!" Darno gan berani Bagas menyentak Mbah Gondo karena merasa dipermainkan. Andai dia melihat tangan Mbah Gondo yang bergetar, karena sebenarnyalah Mbah Gondo telah memuncak amarahnya, ingin sekali memecahkan kepala Bagas karena kekurangan ajarannya.
"Dalam penglihatanku, dalam waktu kurang dari seminggu ini dia akan kembali ke sini. Saat dia tiba di desamu, saat itulah kamu bisa menuntaskan rasa sakit hatimu kepadanya dengan kedua tanganmu sendiri."
"Faqih akan kembali ke desa Jengkol?" tanya Bagas seakan tak percaya.
"Kalau ucapanku kali ini tak terbukti kebenarannya, aku akan kembalikan semua uang yang pernah kamu berikan kepadaku." Kini ganti Mbah Gondo yang berkata dengan nada dikeraskan.
"Baiklah, lalu apa yang harus aku lakukan. Jangan sampai saat aku menghadapinya, justru aku malah menjadi mati konyol di tangannya. Kalau aku sampe mati maka aku akan gentayangan dan Mbah Gondo lah orang pertama yang akan kudatangi."
Mbah Gondo tertawa saja mendengar kata-kata Bagas yang dinilainya terlalu konyol dan kekanak-kanakan itu.
"Makanya tadi kukatakan bahwa kamu harus melakukan ritual sendiri untuk meraih ilmu kebal, sehingga Faqih takkan semudah itu melukai tubuhmu."
Bagas terdiam dan sepertinya tengah berpikir keras, kedatangan Faqih kembali ke desa Jengkol memang merupakan sebuah kesempatan yang selama ini paling dia tunggu-tunggu. Betapa inginnya dia menghabisi Faqih dengan tangannya sendiri, namun di sisi lain dia pun menyadari kalau tingkatan keilmuan Faqih bukanlah di tingkat yang rendah. Jelas bukan perkara mudah bagi Bagas untuk melenyapkan Faqih semudah itu. Faqih yang dikenalnya adalah Faqih yang selalu meraih juara setiap kali diadakan lomba antar perguruan silat di desanya.
Diapun tak bisa mengharapkan gurunya sendiri, Eyang Prayoga yang setiap hari hanya menjejalinya dengan nasihat-nasihat yang sebenarnya tak satupun masuk ke dalam hati Bagas untuk dijadikan bahan renungan dan introspeksi. Sedikit sekali porsi yang dia dapatkan dari Eyang Prayoga untuk berlatih silat maupun ilmu kanuragan. Kini Mbah Gondo malah menawarinya ilmu kekebalan yang bisa didapatnya hanya dengan melakukan satu ritual dibawah bimbingan Mbah Gondo, tentu kesempatan ini tak boleh disia-siakannya.
Akhirnya Bagas menyetujui usulan Mbah Gondo untuk melakukan ritual khusus. Bahkan saat Mbah Gondo menyebutkan sejumlah nominal yang cukup besar, dengan entengnya Bagas menyanggupi.
"Jadi kapan kita akan melakukan ritualnya, Mbah?"
"Kalau bisa malam ini juga, tapi aku butuh uang mukanya karena ada beberapa persyaratan yang harus kubeli sore ini.
Lagi-lagu Bagas dengan entengnya mengeluarkan dua tumpukan uang dan diletakkan di hadapan Mbah Gondo, lantas dia berkata,"Ini uang mukanya, akan kulunasi kalau nanti terbukti aku berhasil meraih ilmu kebal yang Mbah Gondo janjikan."
"Pulanglah kamu sekarang, dan datanglah lagi malam nanti sekitar jam sembilan. Sore ini aku mau ke pasar membeli persyaratan untuk tirakatmu nanti malam."
"Baiklah,aku pulang sekarang, tapi Mbah jangan ingkar janji kalau malam nanti akan melakukan ritual tersebut."
"Ya,aku takkan ingkar janji, Bagas. Kembalilah malam ini. Ingat, jam sembilan malam, jangan lebih malam dari itu karena kita akan melakukan ritualnya tidak di sini."
"Jadi di mana, Mbah?" tanya Bagas.
"Sudah, jangan banyak tanya, nanti juga kamu tahu, Pulanglah sekarang."
Bagas pun berpamitan. Setelah dirasa oleh Mbah Gondo kalau Bagas sudah jauh meninggalkan rumahnya, mbah Gondo langsung tertawa terbahak-bahak. "Dasar bocah t***l, betul-betul t***l! Dia pikir semudah itu meraih ilmu kebal hanya dengan mengeluarkan sejumlah uang? Hahahahaha ... Anak itu bakalan mampus nanti di tangan Faqih, dan aku sudah mengantongi banyak uang dari hasil membodohi bocah t***l itu. Hahahaha ...!"
===