'Gak, aku gak mau Mas Andreas tahu kalau aku sudah nikah sama Mas Raja,' batin Kanaya.
Gadis itu langsung berbalik, ia kemudian menutup mulut suaminya lagi dengan telapak tangan.
"Ah, lepas!" tegas Raja, ia melepas tangan Kanaya agar tidak menghalanginya bicara.
"Bu Vivi harusnya introgasi itu dokter Andreas, dia jelas bawa cewek yang bukan mahromnya, dosa, haram," ujar Raja.
Kanaya benar-benar panik, ia kemudian mencoba menghalangi Raja bicara, ia harap Raja mengerti maunya.
"Kalau gue sama Naya, kami ini sah, dia istri gue!" tegas Raja.
Mendengar itu, Kanaya langsung merasa lemas, ia berbalik menatap pada Andreas yang tampak terkejut.
"Apa, Mbak Naya nikah sama Mas Raja? Kapan?" tanya Bu Vivi tak percaya.
Sedangkan Andreas, pria itu terdiam, ia menatap sendu pada Kanaya yang hanya diam menunduk.
'Gak, pasti bohong,' batin Andreas.
Pria itu kemudian menghampiri Kanaya. "Nay, dia bohong, kan?" tanya pria itu sambil memegang bahu Kanaya.
Melihat itu Raja kesal, ia langsung melepas tangan Andreas dari bahu Kanaya. "Lepas, cowok b******k kayak lo, gak boleh nyentuh istri gue!" tegasnya.
"Tunggu, saya gak mau dibohongi, apa buktinya kalian sudah menikah, mana buku nikahnya?" tanya Bu Vivi.
Raja menggaruk kepalanya, dia dan Kanaya baru menikah dua hari yang lalu, saat itu penghulu bilang, buku nikah jadi minggu depan.
"Em, itu buku nikahnya belum jadi," kata Raja.
"Halah, kalian bohong, kan?" tanya Bu Vivi, dia tidak mau kecolongan.
"Gak, sumpah," kata Raja, ia lalu mendekati istrinya. "Nay, ngomong dong," ujarnya.
Namun, Kanaya tak menjawab, ia justru menepis tangan suaminya. Kanaya kesal karena Raja sudah mengungkap pernikahan mereka. Padahal, Kanaya ingin merahasiakannya sampai nanti tiba waktunya dia bercerai dengan Raja satu tahun lagi atau sampai Andreas memberi kepastian padanya.
"Nay," ucap Raja.
Melihat respon Kanaya terhadap Raja, Andreas tersenyum tipis. Ia tahu tidak ada cinta Kanaya untuk Andreas, artinya dia masih memiliki kesempatan untuk mendekati Kanaya.
'Bagaimana bisa mereka menikah dadakan, aku yakin ada yang gak beres,' batin Andreas.
"Ada apa ini?"
Semua orang di kamar kos Raja menoleh, ada Kinanti yang berdiri di depan pintu.
Mata Raja langsung berbinar. "Mama mertua, kami digrebek, dikira pasangan m***m," ujarnya.
Kinanti mengernyitkan dahinya. "Astaghfirullah ...."
Wanita itu kemudian mendekati Kanaya. "Cepat ganti baju, tidak baik seperti ini," ujarnya.
Kanaya mengangguk, lalu ia membawa paper bag berisi baju ganti ke kamar mandi.
Sementara Kinanti, dia menatap pada menantunya yang masih bertelanjang d**a, lalu pada Andreas dan Bu Vivi. Wanita itu menghela napasnya panjang.
"Benar, Raja ini menantu saya, suami Kanaya," ujar Kinanti.
Bu Vivi mengangguk. "Oh, maaf Bu Kinan, saya belum tau, Mas Raja dan Mbak Naya, belum info apa-apa sama saya."
Kinanti mengangguk. "Ya, mereka memang baru menikah dua hari yang lalu," ucapnya.
Bu Vivi merasa tak enak hati, ia kemudian meminta maaf pada Raja, lalu pamit pergi.
Kinanti menatap pada Andreas. "Apa ada yang belum jelas?" tanya wanita itu karena Andreas tetap diam di sana.
"Tante, apa Anda tidak salah, Raja ini, dia—"
"Saya tahu, dan saya tahu harus bagaimana terhadap anak saya," ujar Kinanti menyela. "Kau, tidak perlu mengkhawatirkan putriku!"
Andreas mengepalkan tangannya. Dia sadar kalau Ayah Kanaya memang tidak suka padanya, tetapi sekarang, ia tidak menyangka pandangan ibunya Kanaya yang biasanya lembut dan ramah padanya, kini terasa asing dan dingin.
"Saya permisi," pamit Andreas, ia pergi menahan kecewanya.
Setelah kepergian Andreas, Kinanti menatap pada menantunya. "Kata Naya, kamu sakit semalam?"
"Ah, em gak apa Ma, cuma asam lambung naik," jawabnya.
Kinanti mengangguk pelan. "Maafkan Naya, ya. Dia tidak tahu kalau kamu punya asam lambung, dan maaf juga, Mama juga baru tahu kalau kamu punya asam lambung sejak kecil dari ibu Seruni tadi," ucapnya.
"Ah ya ...." Raja memaksakan senyumnya.
"Ya sudah, itu Mama bawa sarapan buat kamu dan Naya." Kinanti melihat pada jam di tangannya.
"Mama mau ada meeting, nanti tolong antarkan Naya pulang ya, dia pasti syok dengan kejadian ini," ujar Kinanti.
Wanita itu menghela napasnya. "Nak Raja, Mama titip Naya ya, kalau ada kejadian seperti tadi, Mama harap kamu bisa melindungi Kanaya."
"Mungkin, bagi kamu itu masalah sepele, tapi tidak bagi Naya, dia mudah kepikiran."
"Oh, iya Ma," ucap Raja, pria itu kembali memaksakan senyumnya.
"Ya sudah, Mama pamit," ucapnya.
"Gak nunggu Naya, Ma?" tanya Raja.
Kinanti menggelengkan kepalanya, meskipun sejujurnya dia ingin menunggui putrinya dan menenangkan Kanaya, tetapi ia ingat dengan nasehat suaminya agar memberikan ruang dan waktu yang lebih banyak untuk mendekatkan Raja dan Kanaya.
"Oh ya, Naya sangat suka es krim strawberry," ucap Kinanti sebelum pergi meninggalkan menantunya.
Raja terdiam dia menunduk memikirkan semuanya. "Apa maksudnya? Masa cuma masalah kayak tadi dia sampai syok?" gumam Raja.
Pria itu kemudian berbalik, ia menatap pada pintu kamar mandi di mana Kanaya berada. "Eh, udah lama banget. Masa ganti baju selama itu?"
Raja pun mulai cemas, ia kemudian mendekati kamar mandi dan mengetuk pintunya. "Nay, Nay, buka pintunya, lo lama banget, lagi ngapain, sih?" tanya Raja.
Sementara di dalam kamar mandi, Kanaya segera menghapus air matanya. Dia baru saja menangis, apa yang terjadi tadi membuat dia sedikit takut, bahkan tangannya masih gemetar saat ini.
"Nay ...!" seru Raja dari luar kamar mandi.
Kanaya segera mencuci wajahnya di bawah shower, ia tak mau Raja melihat kondisinya saat ini.
"Nay!" seru Raja sekali lagi, dia mengetuk pintu di depannya yang tiba-tiba terbuka.
"Lama banget sih?" tanya Raja, ia sedikit heran melihat sorot mata sedih istrinya. 'Dia baru nangis?'
Syok.
Satu kata yang diucapkan ibu mertuanya tadi, seketika mengingatkan Raja pada kejadian saat dia mengerjai Kanaya di apartemen. Saat itu, Kanaya memang terlihat begitu ketakutan saat itu.
"Lo kaget ya soal tadi?" tanya Raja.
Kanaya menatap lekat suaminya. 'Apa dia tau, atau dia cukup peka?' batin Kanaya.
Raja menghela napasnya panjang, lalu dia menarik istrinya itu ke dalam pelukannya. "Maaf, salah gue, harusnya semalam gue anterin lo pulang."
Kanaya terdiam, dia sedikit terkejut dengan tindakan Raja padanya. Usapan lembut pria itu di rambutnya, membuat jantungnya yang masih berdebar cepat tadi, seketika mulai normal. Hatinya pun terasa hangat sekarang.
Raja kemudian melepas pelukannya. "Ya udah, gue mandi dulu, nanti kita sarapan, Mama bawa makanan tadi."
Kanaya langsung menoleh ke arah kamar. Ibunya sudah tidak ada di sana. 'Apa Mama pulang?' batinnya.
"Mama udah pulang tadi," ucap Raja. "Ya udah, gue mandi dulu, habis itu kita sarapan, terus gue anter lo pulang."
Raja kemudian masuk ke dalam kamar mandi meninggalkan Kanaya yang masih terdiam, gadis itu cukup tidak menyangka dengan sikap Raja padanya.
Kanaya kemudian menggelengkan kepalanya, dia harus ingat siapa Raja, membuat perempuan nyaman, adalah keahlian pria itu.
Kemudian, ponsel Kanaya di atas meja TV berdering. Gadis itu mengambil ponselnya. Ada pesan dari Andreas.
[Nay, kita ketemu ya!]
Kanaya menggigit bibir dalamnya. Andreas mengajaknya bertemu. Mungkin terkait masalah tadi.
'Apa aku harus ketemu sama Mas Andreas?'