Bab 21

1114 Words
"Kenapa sih, dari tadi ngeliatin HP terus?" tanya Raja. Saat ini, dia dan Kanaya tengah sarapan, pria itu langsung mengambil alih ponsel yang sejak tadi dilihat oleh istrinya. Kanaya berusaha mengambil alih ponsel miliknya. Namun, tangan Raja lebih cepat menghindar. Pria itu kemudian memeriksa pesan yang masuk ke dalam ponsel istrinya, rupanya dari Andreas yang meminta bertemu. "Oh, lo mau ketemuan sama dia, mau ngapain?" tanya Raja, pria itu menghela napasnya. "Nay, gue kasih tau ya, dia itu cowok b******k, udah jelas-jelas cewek itu ceweknya, sementara dia bilang apa sama lo? Apa, mau fokus kuliah, minta lo nunggu, bullshit!" ucap Raja. "Dia itu cuma manfaatin lo buat nunjang hidupnya di sini." Kanaya merasa marah dengan semua yang dikatakan oleh Raja, ia lalu menggerakkan jemarinya. 'Apa bedanya denganmu?' tanya gadis itu dengan bahasa isyaratnya. Raja mengernyitkan dahinya, ia tidak mengerti dengan segala gerakan tangan dan jari istrinya. Sungguh, dia merasa sulit berkomunikasi dengan Kanaya. Sementara Kanaya, ia pun merasa percuma bicara dengan Raja yang tidak mengerti bahasa isyaratnya. Gadis itu kemudian bangkit dan keluar dari kamar kos itu. "Hei, mau ke mana?" tanya Raja. Namun, Kanaya tidak peduli, gadis situ terus pergi meninggalkan kamar kos suaminya. "Ah terserah, seorang Raja nggak pernah bujuk-bujuk cewek," ucap Raja, pria itu kemudian melanjutkan makannya. Namun, beberapa kali kunyahan, Raja terus kepikiran pada istrinya, dia mulai kehilangan selera makan. "Ah sial ...!" umpat Raja kesal. Pria itu kemudian segera menyimpan makanannya ke kulkas kecil yang ada di kamar itu. Ia lalu memakai jaketnya dan mengambil kunci motornya. "Ke mana dia?" gumam Raja, ia melihat ke sekelilingnya, Kanaya sudah tidak terlihat. "Ah, dia selalu cepet larinya," gerutu Raja. Dan di tempat lain, Kanaya baru saja menghentikan langkahnya saat dia tidak sengaja bertemu Andreas. Pria itu baru saja memberi sarapan. "Nay," ucap Andreas. Kanaya menghapus air matanya, ia berniat pergi, enggan bicara dengan Andreas yang juga jelas hanya memanfaatkan dirinya. "Nay, tunggu, kita bicara," ujar Andreas, pria itu menahan tangan Kanaya. Andreas menghela napasnya setelah yakin Kanaya mau bicara dengannya. "Kita, em bicara di sana!" Pria itu menunjuk pada taman kecil di pinggir jalan. Kanaya mengangguk, mungkin dia memang harus bicara dengan Andreas agar semua berakhir dengan baik. Andreas sudah tahu dia menikah dengan Raja, maka Kanaya yakin, Andreas tak akan meu menerimanya suatu hari nanti. "Kamu, kenapa bisa menikah dengan Raja?" tanya Andreas begitu mereka masuk ke taman. Kanaya menghela napasnya panjang. 'Kenapa, apa penting buat Mas Andreas alasannya?' tanya Kanaya dengan bahasa isyaratnya yang tentu saja Andreas pahami karena mereka berteman sudah sangat lama. "Ya penting Nay," ucap Andreas. Kanaya menggeleng. 'Apa pentingnya? Kita gak ada hubungan apa-apa,' ucap Kanaya. Andreas menggeleng, ia langsung mengambil tangan Kanaya dan menggenggamnya. "Nay, aku dan Ranti gak ada hubungan seperti yang kamu bayangkan. Kami cuma sepupu aja, aku cuma anggap dia adik," ujarnya. Mendengar itu, Kanaya langsung melepas tangan Andreas yang menggenggam tangannya. Ia lalu menggerakkan tangan dan jarinya. 'Bukannya Mas Andreas juga anggep aku adik juga? Apa seperti ini, semua Mas anggap adik?' tanya Kanaya. Andreas menggeleng. "Gak gitu, Nay, kamu beda!" tegasnya. Kanaya mengernyitkan dahinya. 'Beda? Beda apa?' tanya Kanaya. Andreas menghela napasnya. "Beda, kamu anak orang kaya, makanya aku mati-matian berjuang, harus jadi dokter spesialis yang hebat agar aku pantas bersanding sama kamu," ujarnya. Kanaya terdiam, dia merasa apa yang Andreas katakan padanya begitu serius dan tulus. Hatinya mulai menghangat. "Nay, aku cuma anak yatim yang bisa kuliah karena kebaikan Om aku yang dokter itu, terus lanjut spesialis karena beasiswa dari yayasan nenek kamu," ujar Andreas. "Malu Nay kalau aku terima cinta kamu sekarang. Biar aku hanya orang miskin, aku punya harga diri dan aku sekarang sedang berusaha keras agar pantas buat kamu!" tegas Andreas. Sungguh, hati Kanaya melunak saat ini. Jelas dia tahu bagaimana Andreas berjuang begitu keras dalam kuliah selama ini. 'Yang dia lakukan, semua demi aku?' batin Kanaya. "Udah dibilang, jangan sentuh istri gue!" Tiba-tiba, Raja datang dan langsung melepas genggaman tangan Andreas pada tangan Kanaya. Pria itu tidak suka. "Gue gak suka punya gue disentuh orang lain!" tegas Raja yang langsung menggenggam erat pergelangan tangan istrinya. Kanaya menggeleng, ia berusaha melepas tangan suaminya dari pergelangan tangannya. "Engh ...." Raja menoleh pada istrinya sekilas sebelum kembali kenatap tajam pria di depannya. "Lo ingat baik-baik, seorang Raja gak suka miliknya disentuh orang lain!" ujarnya tegas. Andreas hanya diam, memperhatikan bagaimana Raja tampak emosi dan Kanaya yang tampak memberontak. "Engh ...." Raja menoleh pada Kanaya, pria itu kemudian berdecak dan segera menarik Kanaya agar pergi mengikutinya. Kanaya tak hanya pasrah, ia berusaha berontak dan ingin melepaskan genggaman tangan suaminya pada pergelangan tangannya, tetapi Raja begitu erat memegang tangannya itu. "Lepaskan dia!" perintah Andreas. "Diem lo!" bentak Raja, dia menujuk wajah Andreas. "Berani lo nyentuh istri gue, habis lo!" Jelas Raja ingat betul apa yang Andreas katakan di cafe setelah kepergian Kanaya dulu. Pria itu juga menghina Kanaya dan hanya memanfaatkan Kanaya demi kepentingannya. "Ayo!" Raja langsung menarik Kanaya ikut dengannya. Kanaya menggeleng, dia enggan ikut Raja karena tadi pembicaraannya dengan Andreas cukup penting dan menarik baginya, ia lalu menoleh ke arah Andreas yang hanya diam menatap kepergiannya, ada rasa kecewa karena merasa Andreas tidak bersungguh-sungguh memperjuangkannya. Sampai di depan motor, Raja melepas pergelangan tangan Kanaya. Ia melihat Kanaya terisak. Pria itu menghela napasnya panjang, merasa bersalah pada istrinya itu. "Sorry," ucap Raja. Kanaya memejamkan matanya dengan erat. Ia lalu luruh dan berjongkok. Raja diam, membiarkan istrinya menangis di sana. Ia melihat ke sekelilingnya di mana dia mulai menjadi pusat perhatian. Raja kemudian mengeluarkan ponselnya dan menelpon seseorang. "Please izinin gue, ya hari ini aja, gak cuti, em gue ganti jamnya deh," ucap Raja. "Oke, thanks bro." Pria itu baru saja menelpon kawannya untuk mengizinkan dia di kampus dan juga rumah sakit. Melihat Kanaya, ia berpikir tak mungkin dirinya tetap kuliah dan kerja. Raja kembali menghela napasnya, lalu ia ikut berjongkok di depan istrinya, lalu mengusap kepala Kanaya dengan lembut. 'Entah kenapa, gue ngerasa Kanaya seperti selalu tak siap menerima masalah. Kenapa dia cuma bisa nangis? Apa karena kekurangan dia yang membuat Kanaya hanya bisa memendam kekesalannya?' batin Raja. "Nay, bisa gak nangisnya ditunda dulu, nanti deh di rumah apa apartemen," kata Raja. "Lihat, orang-orang ngeliatin kita." Kanaya terus menunduk menyembunyikan tangisnya. "Nay, mungkin gue emang cowok yang jelas keliatan b******k, tapi gue gak munafik," ujar Raja kembali melanjutkan kata-katanya. "Andreas itu gak sebaik yang lo kira, dia cuma manfaatin lo, dia juga gak suka sama kekurangan lo yang ...." Raja menghela napasnya, ia tiba-tiba merasa tak tega menyebut kekurangan istirnya. "Oke, mungkin lo gak akan percaya sama gue," ujar Raja. "Kasih gue waktu buat buktikan seberapa b******k Andreas sama lo!" Kanaya langsung mengangkat kepalanya, ia menggeleng. Mulutnya mulai terbuka, rasanya ia ingin bicara secara langsung pada suaminya itu.

Read on the App

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD