Penghujung Asa 3

1231 Words
Richard mengendarai mobilnya dengan kecepatan standar. Di tengah perjalanan menuju kantor kepalanya dipenuhi dengan sikapnya selama ini pada Caren. Ia merasa mungkin ia sudah keterlaluan. Meski wanita itu tak bersuara ia sudah sangat mengenalnya. Caren pasti merasa kacau. Bukannya mendukung ia malah menambahkan beban pada Caren. Seharusnya ia berterus terang saja daripada bersikap kekanakan seperti ini. Sebelum sampai di kantor Richard menyadari salah satu berkasnya tertinggal dan ia harus segera kembali untuk mengambilnya. Begitu sampai di rumah betapa Richard sangat terkejut melihat Caren sudah bersimbah darah di lantai dan tak sadarkan diri. Richard pun cepat-cepat membawa Caren ke rumah sakit sebelum terjadi hal yang lebih buruk pada wanita itu. Astaga, tak pernah terpikir oleh Richard wanita seperti Caren akan berpikir untuk mengakhiri hidupnya dengan cara seperti ini. Dia pasti sudah sangat putus asa. Richard pasti sudah sangat menyakitinya. *** Beruntung Caren bisa diselamatkan dan dia tidak kehilangan banyak darah. Caren membuka matanya setelah beberapa jam menerima perawatan. Richard duduk di samping Caren dengan setia seolah seperti Richard yang sebelumnya. Caren sempat menyunggingkan senyum ke arah Richard. Ia pikir ia pasti sudah mati karena ia melihat lagi Richard yang sama seperti dulu. Yang selalu tersenyum padanya. Tetapi rasa sakit di pergelangan tangannya menyadarkan bahwa ia masih hidup. “Kenapa aku ada di sini, jadi aku belum mati?” Caren berusaha bangkit dari tempat tidurnya tetapi kemudian dicegah oleh Richard “Caren, kumohon jangan begini, aku minta maaf jika aku keterlaluan padamu.” “Tidak, sejak awal ini salahku, aku tidak sempurna,” sanggah Caren. Richard membelai rambut Caren dan berusaha membuat Caren tenang “jangan salahkan dirimu, Caren, semua ini takdir,” kata Richard. Caren hanya diam masih meratapi nasibnya sementara Richard tampak berpikir. Berkali-kali ia menghela napas membuat Caren penasaran. “Ada yang ingin kau katakan?” tanya Caren. Richard berdehem “ya, tapi sepertinya tidak sekarang, nanti saja setelah kau keluar dari sin,” putus Richard. *** Caren cepat membaik sehingga ia akhirnya bisa pulang. Begitu sampai di rumah Caren duduk di sofa dan menagih apa yang ingin dikatakan Richard. Richard berdehem sambil duduk di samping Caren “seharusnya aku mengatakan ini sejak awal tetapi aku takut akan membuatmu kecewa,” ungkapnya. “Memangnya apa itu?” Caren penasaran. Richard menghela napas “terus terang saja, aku ingin kita bercerai,” ungkap Richard. Bagai di sambar petir di siang yang terik ini d**a Caren. Ia memang sebelumnya Richard akan kecewa padanya atau bahkan tidak mencintainya lagi tetapi ia tidak pernah membayangkan Richard akan mengakhiri pernikahan mereka. “Kau tidak mencintaiku lagi?” tanya Caren dengan nada getir. Richard tampak memasang wajah sendu lalu menggenggam jemari Caren “maafkan aku, Caren, aku sudah berusaha untuk memupuk cinta ini sebanyak yang kubisa tapi aku tidak bisa berbohong lagi, cinta itu sudah tidak ada lagi,” papar Richard. Jatuh sudah air mata Caren. Baru ia tahu ternyata begini menyakitkannya sebuah perpisahan. Ia melepas genggaman Richard meski Richard berusaha meraih jemarinya lagi tetapi genggaman itu akhirnya terlepas juga. “Apa kau tidak bisa berusaha lebih keras lagi” tanya Caren sambil menatap mata Richard “aku mencintaimu, Richard, sangat mencintaimu” lanjut Caren. Richard menggeleng “aku sudah berusaha sangat keras, Caren, tapi aku tidak bisa lagi, maafkan aku.” Caren menangis sejadi-jadinya. Pun Richard yang sedih dengan perpisahan ini. Ia tak bisa jadi suami yang mencintai Caren apa pun keadaannya. *** Caren bangun dari lamunannya. Makin deras air mata Caren. Ia tak bisa menghindari perpisahan ini. Bertahun-tahun mereka menikah tetapi Caren tak bisa memberikan keturunan untuk Richard padahal pria itu sangat mengharapkannya. Caren lalu menghapus air matanya dan bangkit dari ranjang. Ia harus segera pergi dari rumah itu atau ia akan semakin larut dalam kesedihan. Ia sudah memutuskan sebelum persidangan bahwa ia memilih untuk pulang ke rumah orang tuanya. Caren menuju ruang tamu sambil membawa koper besarnya. Tampak Richard berdiri di sana dan menatap Caren setelah menyadari keberadaannya. Suasana menjadi sangat canggung. Hanya ada keheningan di ruangan itu. “Aku pergi sekarang,” ucap Caren. “Aku...akan mengantarmu pulang,” tawar Richard. Caren diam sejenak tetapi kemudian ia menganggukkan kepala “baiklah.” Selama perjalanan Caren hanya termenung memandangi gedung-gedung yang berjalan mundur menjauhi mobil yang ia tumpangi. Pun Richard tak tahu harus berkata apa lagi. Seakan bukan hanya cinta saja yang habis tetapi semuanya. Mereka sampai di rumah orang tua Caren saat sudah sore. Orang tua Caren menyambut Caren di teras dengan muka sendu mereka. Caren langsung di peluk erat-erat oleh keduanya. Mereka menangis tersedu-sedu sementara Richard menelan kepahitan itu dari kejauhan. Ayah Caren laku menatap Richard. Richard tersenyum rikuh pada pria yang kini jadi mantan mertuanya itu. Ia lalu dengan berani melangkah lebih dekat. “Maafkan aku, aku yang datang meminta putrimu untuk jadi istriku tapi kini aku harus melepasnya, aku sungguh minta maaf, tetapi mungkin ini lebih baik daripada putrimu harus menderita melihat suami yang tidak mencintai istrinya,” papar Richard kemudian berpamitan. Caren memandangi kepergian Richard. Ia memandangi wajah Richard baik-baik karena mungkin itu adalah kali terakhir ia melihat wajah pria yang sangat ia cintai. Ia melepas Richard dengan derai air mata. Inilah akhirnya ia harus benar-benar merelakan Richard dan melupakannya. Sekarang ia harus memulai lembaran baru tanpa Richard. *** Setelah mengantar Caren pulang Richard tidak punya tujuan. Ia merasa enggan untuk pulang karena suasana hatinya pasti akan memburuk di sana. Ia melihat sebuah bar tak jauh darinya dan Richard pun mengarahkan mobilnya ke sana. Tempat itu cukup lengang mungkin karena masih sore. Ia pun memesan minuman dan duduk termenung di bar. Hingga tanpa terasa sudah berapa gelas minuman ia teguk. Jam sudah menunjukkan waktu malam. Ia ingat besok ada meeting di kantor. Ia harus hadir karena beberapa bulan lalu ia diangkat menjadi CEO yang baru. Richard pun bangkit dari tempat duduknya. Ia merasa lantai bar itu bergoyang-goyang dan membuatnya tidak bisa berdiri tegap. Tiba-tiba ia bertabrakan dengan seorang gadis yang tampaknya juga mabuk bersama teman-temannya. Richard tak menggubris gadis itu dan terus berjalan melewati gadis itu. Tetapi gadis itu malah menarik Richard “hei, Tuan, apa kau tidak punya mata, kau baru saja menabrakku!” kata gadis itu. “Lantas?” kata Richard dengan wajah ketus. Gadis itu naik darah “tentu saja kau harus minta maaf padaku, kau tidak tahu siapa aku?” “Cih, memangnya aku peduli, menyingkirlah, aku harus pergi,” Richard melewati gadis itu lagi. Tiba-tiba saja gadis itu melayangkan pukulan pada Richard. Pukulan itu tidak sakit tetapi hal itu sangat memalukan bagi Richard. “Dasar anak brandalan!” Richard pun tanpa sengaja memukul gadis itu hingga dia jatuh tersungkur. Mata semua orang segera tertuju pada mereka. Teman-teman gadis itu tampak sangat terkejut dan langsung menatap tajam ke arah Richard. Richard mendelik dan tersadar dengan perbuatannya. Ia segera menolong gadis itu berdiri. Tampak kesadaran gadis itu memudar dan dia nyaris pingsan karena pukulannya. Dilihatnya wajah gadis itu dan tahu-tahu darah segar mengalir dari hidungnya. “Cepatlah ke mobilku, aku akan menolongmu,” tanpa ba-bi-bu Richard membopong gadis itu menuju ke mobilnya. Sampai di sana Richard membaringkan gadis itu di jok belakang. Ia mengambil tisu dan mengelap darah di hidungnya. Tetapi matanya malah tertuju pada belahan dibalik kaos gadis itu yang mengintip dan malah menggodanya. Gadis itu meracau tidak jelas. Dia tampak sangat mabuk. Entah karena Richard masih berada dalam pengaruh alkohol gadis yang tampak masih sangat muda itu rasanya sayang kalau dilewatkan begitu saja. Richard tak bisa mengendalikan dirinya dan akhirnya ia memanfaatkan situasi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD