Tidak ada yang bicara selama perjalanan. Ara yang sebenarnya ingin sekali berangkat sendiri ke kampus hari ini justru mendapat larangan dari Merry. Karena kebetulan mereka berdua ingin ke kantor juga jadi sekalian saja.
Alhasil, Ara duduk di kursi belakang bersama Merry sementara Agra dan Samuel duduk di depan sana. “Nanti kalau misalnya Ara perlu bantuan, hubungi aku saja, oke?” Merry membuka pembicaraan.
Wanita yang terlihat ramah dan mampu memecah suasana beku di dalam mobil. Ara mengangguk tipis, “Terimakasih, Kak.” Entah kenapa dia jadi merasa tidak enak karena kejadian tadi. Berusaha bersikap biasa pun pada akhirnya Ara tetap kikuk juga.
Gadis itu malah semakin enggan menatap Agra, yah setidaknya selama beberapa jam dia tidak perlu bertemu laki-laki itu dulu.
Berniat mengecek handphone dan melihat social media tiba-tiba Ara teringat sesuatu. ‘Ada urusan administrasi yang harus kuselesaikan hari ini, termasuk tanda tangan wali, pengambilan foto siswa, semua barang sudah siap, hanya tinggal-’ batin Ara terhenti seketika. Saat mengingat hal tentang wali,
‘Wali-ku sekarang,’ Perlahan wajah sang Casie memucat, di tempat ini tidak ada ayah atau ibu yang siap siaga datang bersamanya. Ara hanya punya satu orang yang bertanggung jawab untuknya selama tinggal di sini.
‘Kenapa aku lupa?!’ Bergerak ragu menatap sosok sang kakak di depan sana. Antara horror dan shock. Wali Ara satu-satunya di tempat ini hanya Agra saja.
‘Sial!’ decak gadis itu dalam hati.
***
Universitas Chicago adalah sebuah universitas swasta, yang terletak di tepi danau Michigan dan Chicago Loop di kota Chicago, Illinois, Amerika Serikat. Sebuah kampus sangat besar yang diincar oleh berbagai orang di seluruh dunia.
Tentu saja Ara merasa beruntung karena bisa menjadi salah satu mahasiswi di sana. Sayangnya perasaan senang itu hanya berlangsung sesaat, begitu dia mengingat tujuan membangunan Agra tadi pagi.
“Kita sudah sampai! Wah, jadi ini Universitasmu. Besar sekali,” ucap Merry kagum begitu melihat beberapa gedung besar berjejer di depan sana.
Mereka keluar dari mobil sementara Ara sendiri bingung harus bicara seperti apa. Dia juga ingat sekali kalau Merry bilang Agra ada rapat penting pagi ini. Apa tidak masalah kalau dia membawa Samuel saja sebagai perwakilan wali?
Wanita cantik di sampingnya menepuk pundak Ara singkat, “Nanti kalau ada masalah kau bisa menghubungi aku atau Ren, bisa juga Samuel, oke?” Mengingatkan kembali.
Ara mengangguk ragu, pandangan sang Casie reflek menatap Agra yang masih berdiri di samping Merry. Pandangan lelaki itu juga terfokus ke depan sana sembari terus melihat jam tangannya.
“Kalau begitu kita kembali ke kantor dulu,” Merry berniat mengajak Agra kembali ke kantor.
‘Astaga, bagaimana ini?! Kalau sekarang aku tidak bilang, ya sia-sia dong aku datang ke sini?!’ Pikiran Ara saling bertarung selama beberapa detik. Saat pandangan Ara menatap punggung Agra. Tangannya reflek memegang jas hitam milik sang kakak.
Langkah lelaki itu terhenti sesaat, tanpa suara menoleh. Menatap ekspresi Ara, “Kak, a-aku lupa bilang kalau hari ini aku perlu tanda tangan wali saat bertemu dengan petugas administrasinya.” bisik Ara tipis.
Walaupun kecil, tapi Agra bisa mendengar jelas permintaan gadis itu. Sekilas Ia mendesah, “Kenapa baru bilang?”
“Aku lupa,” Menunduk singkat, “Tapi kalau Kakak tidak bisa, aku bisa ambil hari lain. Jadi aku hanya akan ambil foto saja,” Menatap balik Agra. Lelaki itu nampak menggeleng kecil.
“Ada apa, Ren?” Merry yang awalnya berniat masuk ke mobil langsung mengurungkan niat. “Tolong pindahkan jadwal meeting pagi ini ke siang. Ada hal yang harus kuurus dulu,” perintah lelaki itu tiba-tiba.
Wanita di dekatnya menatap kaget, “Apa?! Kau tahu ini meeting penting, klien juga sebentar lagi akan datang. Jangan main-main, Ren!” tegas Merry kesal.
Semakin tidak enak, Ara langsung menarik cepat jas Agra, “Kak, besok saja aku ke sini lagi.” bisik gadis itu.
“Tidak. Hari ini semua administrasimu harus selesai, untuk masalah klien serahkan semua padaku nanti. Kau jangan khawatir, Merry.” tukas Agra lagi. Menatap Samuel, “Antar Merry ke kantor sekarang, biar nanti aku menggunakan taksi saja.” perintah sang Dhanurendra cepat.
Tanpa ragu mengambil keputusan, “A-apa, tunggu dulu. Ara, apa maksudnya? Kenapa kakakmu ini tiba-tiba minta cancel jadwal meeting pagi ini?” Bingung dan heran, Merry langsung menatap balik Ara.
Gadis itu hanya menatap tak enak, “Maaf, Kak. Aku lupa kalau hari ini wali harus datang saat proses administrasi dilakukan.” jelasnya.
Seketika Merry paham, wanita itu tidak bisa menyembunyikan rasa kecewanya. Dia harus berurusan dengan amarah klien lagi sekarang.
“Aish, ya sudah kalau begitu. Aku akan kembali ke kantor lebih dulu, tolong jangan lama Tuan Agra.” Menatap tajam sang kekasih. “Anda owner di perusahaan Tanuwidja sekarang, jadi jangan menganggap remeh semua pekerjaan seenak jidat.” sindir wanita itu singkat.
Tanpa bicara lebih lanjut Ia berjalan pergi bersama Samuel. Meninggalkan Ara yang merasa bersalah. Kenapa dia harus lupa?!
‘Kau benar-benar bodoh, Ara!’ batin gadis itu kesal.
***
Satu pemandangan langka yang mungkin terlihat di area kampus pagi ini. Menarik perhatian hampir semua orang yang berlalu lalang, terutama para mahasiswi.
Sosok bak model professional baru saja masuk ke dalam area Universitas Chicago. Penampilan yang tampan dan sempurna, rahang tegas dan rambut tertata rapi ke belakang.
Jas hitam kerja berpadu dengan celana panjang dan kemeja menambah nilai plus. Dalam hitungan menit Ara dan Agra langsung jadi pusat perhatian. Lebih tepatnya keberadaan Ara makin menciut jika bersanding dengan Agra sekarang.
Sementara sang empunya sendiri malah terkesan santai. “Dimana gedung administrasinya?” tanya lelaki itu tiba-tiba.
Kaget, “A-ah ya di sana!” Tunjuk Ara cepat, dia sudah mempelajari peta-peta yang diberikan di web mahasiswi Universitas Chicago sebelumnya. Jadi Ara cukup hapal. Sebuah gedung yang cukup besar,
“Apa saja kegiatanmu hari ini?”
Dalam perjalanan mereka, Agra-lah yang selalu memulai pembicaraan. Sementara Ara masih merasa kikuk karena kejadian tadi pagi.
“Adminitrasi, penandatanganan wali, terus pengambilan foto mahasiswa/i, itu saja untuk hari ini.” Menghitung tiap jadwal untuk sekarang. Fokus dengan pemikirannya sendiri, Ara sampai tidak sadar melihat tangga di depan gadis itu. Kakinya bergerak santai, dan alhasil tubuh itu oleng seketika.
“Ahk!”
Nyaris jatuh sebelum kedua lengan kekar Agra reflek menangkap tubuh kecil di sampingnya. “Tsk, perhatikan langkahmu,” tegas sang Dhanurendra cepat. Membenarkan posisi Ara lagi, “Ya, maaf Kak,” Melihat tubuh tegap itu berjalan lebih dulu darinya.
Ara hanya bisa mengerucutkan bibir. ‘Galak sekali,’ batinnya kesal.
***
“Jadi anda wali pengganti untuk mahasiswi dengan nama Arabella Casie Tanuwidja?” Staff administrasi langsung mencatat segala jenis data-data yang Ara punya.
“Ya, benar.”
“Apa anda ayah atau kakak kandung dari Arabella?”
Sekilas Agra terdiam, menatap Ara. “Kebetulan saya kakak tirinya, posisi sebagai wali sudah diberikan izin dari kedua orangtua kami.” jelas lelaki itu tanpa ragu.
Mendengar jawab Agra, Ara tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Lelaki itu sangat jujur bahkan tak segan menyebut hubungan keluarga mereka.
“Baiklah. Mohon untuk tanda-tangan di semua dokumen bertanda ini,” Wanita di depan Agra bergegas memberikan dokumen-dokumen untuk Ara pada sang Dhanurendra.
“Mulai minggu depan, Arabella sudah bisa mengikuti pelajaran sesuai dengan jadwal kelas. Nanti akan ada team yang memasukan Arabella ke dalam grup angkatannya biar dia tidak ketinggalan informasi apapun.” jelas wanita itu lagi.
Mendengar dengan seksama, Agra hanya mengangguk paham. “Baiklah.”
“Hari ini juga kebetulan ada pemotretan untuk kartu mahasiswa dan identitas Arabella. Apa Arabella sudah tahu?”
“Sudah,” jawabnya cepat.
“Kebetulan hari ini kameramannya belum datang, jadi bisa ditunggu sebentar?”
Seperti suatu keberuntungan. Tiba-tiba pintu ruangan terbuka cukup cepat. Seorang lelaki dengan tas kamera menggantung di tubuh, datang begitu saja. Napasnya terengah, memperbaiki kacamata yang Ia gunakan.
Lelaki itu berjalan mendekat ke arah wanita administrasi tadi. “Maaf tadi di jalan cukup macet, apa pemotretannya sudah berjalan?” tanya-nya polos.
Wanita di dekatnya hanya mendengus kesal, “Yang lain sudah datang dari tadi, kau terlambat. Cepat ke ruanganmu sana!” tegur wanita itu.
“Baiklah,” Baru saja sang kameraman berniat pergi tak sengaja pandangan mereka bertemu. Ara hanya mengangguk sembari tersenyum kecil.
‘Wah, kameraman muda,’ Tak lupa sedikit kagum dan kaget ternyata yang mengambil fotonya hari ini seorang lelaki muda, mana tampan lagi. Yah, setidaknya bisa Ia tebak seusia Agra.
Lelaki itu balas tersenyum, “Sepertinya anda klien pertama saya, Nona cantik.” Dengan sedikit pujian, walau wajahnya tertutup oleh kacamata tapi tidak bisa menghilangkan ketampanannya.
Baru saja Ara berniat menjawab, lelaki di depannya sudah lebih dulu berjengit sakit. “Ahk, kaki-ku!”
“Sana cepat masuk ke ruangan! Jangan menggoda mahasiswi baru lagi!” tukas wanita itu marah.
“Iya, iya, cerewet.” Berjalan cepat meninggalkan mereka. “Maaf kalau team kami tingkahnya tidak sopan tadi. Saya akan memberitahunya nanti.” ucap sang wanita di depan mereka berdua.
Ara sih tidak masalah, dia hanya mengangguk kecil. “Tidak apa-apa,” Entah kenapa hari ini banyak sekali orang memotong perkataannya. Termasuk Agra, ekspresi lelaki itu nampak dingin.
“Lain kali minta orang itu berhati-hati dengan kalimatnya.” tegas sang Dhanurendra tanpa basa-basi. Pandangan yang tajam menusuk, Ara hanya melongo tak percaya.
“Ba-baik, Tuan. Saya akan pastikan itu,”
Suasana yang tadinya nampak cair dan nyaman berubah beku hanya karena ucapan dingin Agra. Ara menepuk dahinya dalam hati.