"Aku menginginkanmu, Baby. Aku tak bisa lagi menahannya," ujar Swan sedikit berbisik.
Poppy begitu menikmati wajah tampan Swan yang terkena sinar redup dari lampu pijar di atas nakas kamar sewaan dalam kelab itu. Sisanya, senyuman penuh damba pun hadir seketika dari wajah cantik Poppy, "Sentuh aku sesukamu, Swan. Puaskan aku jika kau merasa tidak adil dengan kekalahanmu kemarin. Hanya saja--"
"Hanya apa, Baby?" Potong Swan terlihat begitu tidak sabaran.
Poppy terkekeh dengan reaksi cepat berbalut kecemasan yang langsung dapat ia tangkap, tentang acara bergulat panas mereka malam ini. Ia membelai rahang tegas milik Swan yang ditumbuhi bulu-bulu kasar itu dengan lemah gemulai, lalu kembali mengutarakan maksudnya tadi, "Jangan khawatir, Swan. Aku tak bermaksud meminta syarat dari rencana kita. Maksudku adalah apa kau menganggapku sama seperti wanitamu lainnya?"
"Aku bahkan tak pernah menggunakan juniorku ketika menjual mulutku, Baby. Kau boleh tidak percaya, tapi itulah kenyataan yang sebenarnya. Kau memang bukan wanita pertama yang bermain seks denganku, tapi untuk beberapa hari setelah kita melakukannya, aku menjadi begitu gila karenamu," jelas Swan menatap tepat di kedua netra cantik Poppy, hingga membuat perempuan itu salah tingkah.
"Lalu?" Poppy bertanya mengulum senyum.
"Lalu kita dipertemukan lagi. Aku menabrakmu di mini market hingga semua barang belanjaan itu tercecer, tak sengaja melihat dompetmu, dengan cepat menyembunyikannya agar dapat mencari tahu di mana kau tinggal, dan berhasil. Kita akan mencobanya sekali lagi, namun kali ini harus lebih panas daripada yang kemarin. Kau setuju, bukan?" tanya Swan, semakin membuat Poppy memerah.
Deg deg deg deg
Degupan jantung Poppy bahkan terdengar semakin nyaring dan menembus hingga ke telinganya sendiri, membuatnya hanya mampu mengigiti bibir bagian bawah, menahan luapan gejolak di tubuhnya.
"Hem... Baiklah, Swan. Kau berhasil. Kau juga sudah mengetahui siapa namaku setelah membuka dompet sialan itu, bukan?" Poppy masih setia membelai wajah Swan.
Akan tetapi Swan malah menyambar telunjuk Poppy yang menjalar di wajah tampannya tadi, "Uhmmm... Uhmmm..." Lalu suara itu pun keluar dari dalam mulut Swan, yang sibuk mengulum jari telunjuk Poppy.
"Ough, Swannn..." Poppy sangat menikmati kegiatan itu. Telapak tangan Swan yang ikut meremas gundukan daging di d**a Poppy, membuatnya gairahnya semakin berdesir, bahkan ia merasa sesuatu telah keluar dari miliknya di bawah sana.
'Bippp... Bippp... Bippp...'
Akan tetapi ponsel milik Poppy yang berada di saku celana jeansnya itu bergetar sehingga Swan pun menghentikan kuluman jari telunjuk Poppy seketika.
"Ponselmu bergetar. Mungkin kekasihmu sedang menunggu di bawah," ujar Swan sedikit kecewa.
Swan yakin perempuan cantik dengan gaya high class seperti Poppy pasti selalu menjadi incaran para taipan yang berasal dari kalangan atas di luaran sana. Jadi dengan berat hati ia pun harus menerima kenyataan jika pujaan hatinya ternyata telah memiliki kekasih.
Alih-alih menjawab pangilan di ponsel tersebut, Poppy malah mencoba kembali membuat Swan bergelora dengan mendekat ke arah wajah tampannya, meski benda pipih itu terus saja bergetar.
"Ponselmu masih bergetar, Poppy." Alhasil Swan pun kembali mengingatkan Poppy dan berusaha untuk melepaskan dekapannya dari tubuh perempuan cantik itu.
"Kau cemburu? Memangnya jika aku sudah punya kekasih, aku tak boleh bermesra denganmu? Bukannya pekerjaanmu adalah memuaskan hasrat wanita maniak seks sepertiku? Lagi pula, di mana panggilan 'Baby' yang sedari tadi kau sebutkan, Tuan gigolo? Apa mulai detik ini kau tidak akan memanggilku seperti itu lagi? Heh, kau memang perayu ulung! Jangan mengambil dompetku lagi sebagai alasan untuk kita bisa bertemu, jika memang begitu adanya!" cecar Poppy bertubi-tubi, ketika ternyata lengan kokoh Swan sedikit menjauh dari kulitnya.
Damn it! Rahang Swan seketika itu juga mengeraskan akibat perkataan tersebut, namun perasaannya menghangat ketika secara tidak langsung, Poppy menunjukkan ketertarikannya.
Beberapa detik Swan berusaha menyusun kata-kata yang akan ia ucapan pada Poppy, "Maaf, aku hanya--"
"Hah, sudahlah. Lebih baik kau menyingkir dari tubuhku sekarang! Lihat! Sejak tadi Daddy yang menelpon dan aku sama sekali belum memiliki kekasih, Tuan gigolo." Namun Poppy memilih untuk memotong kalimat Swan, dengan menunjukkan ponsel yang baru diambilnya dari saku.
Kedua bola mata Swan melebar ketika Poppy mulai beringsut dari tempat tidur, "Bukan begitu maksudku, Baby. Aku--"
"Apalagi, hem? Cepat berdiri karena aku akan pergi sesuai dengan perintahmu, Tuan Gigolo!" Tetapi sekali lagi Poppy kembali memotong ucapan Swan.
Tentu saja Swan tak mau mengikuti keinginan Poppy, walau kini perempuan cantik itu sudah memunggunginya, memasang bra miliknya.
Satu ide nakal terlintas begitu saja di isi kepala kotor Swan, lalu sepersekian detik kemudian ia pun melakukannya, "Ough, s**t! Hei, kau mau ap-- Hemph Hemphhh...!"
Swan meremas gundukan daging di d**a Poppy dari arah belakang, membawanya saling berhadapan lagi dan membungkam bibirnya kembali. Pagutan kali ini nyatanya memang sedikit berbeda dari sebelumnya, karena Swan menambahkan sejumlah gairah primitifnya di sana. Poppy memberontak dan mencari cara agar dapat terlepas dari tubuh kekarnya, dan itulah alasan utama Swan melakukannya.
Tak berapa lama kemudian, Swan memekik akibat gigitan Poppy pada bibir bawahnya, "Auw, s**t!"
Memegang bibirnya sembari masih sedikit meringis adalah hal yang Swan lakukan selanjutnya, "Argh! Baby, kau--"
"Aku menarik ucapanku tadi. Kau tidak kuperkenankan untuk memegang kendali lagi kali ini!" Dan mendorong tubuh kekar Swan dengan sekuat tenaga sampai lelaki itu berbaring terlentang di atas tempat tidur, merupakan bagian yang Poppy perbuat.
Tak urung tawa lepas Swan menggema, seolah mengisi setiap sudut di kamar berpencahayaan redup itu. Suara serak Swan setelah kekehan mereda pun ikut terdengar, memandangi Poppy yang begitu menggebu, "Dengan senang hati, Baby. Walaupun kau tak mengizinkanku menjadi pengendalinya, tetap saja kaulah yang akan kalah kali ini."
Dalam posisi berbaring seperti itu, Swan membuka sisa kain yang melekat di tubuhnya. Poppy lantas menampilkan sederet gigi putihnya yang berbaris rapi, lalu tak sampai tiga detik, jemari lentiknya sudah mendarat mulus di kejantanan Swan, "Hai, Baby boy. Apa kabar? Akhirnya kita bertemu lagi. Cup."
Poppy menggenggam kejantanan Swan, menggodanya dengan sederet kata-kata yang mampu membuat Swan memejamkan mata dan sesekali mengecupnya.
"Oh, Babyyy..." Tuan gigolo begitu menikmati juluran lidah Poppy yang bermain di ujung lubang kejantanannya, hingga suara lengkuhan pun terdengar berulang kali, "Ough, s**t! Berikan milikmu, Babyyy... Jangan berbuat curang seperti-- Ah, yes!"
Satu... Dua... Tiga...
Tiga detik pun bergulir cepat, lalu kini seluruh wajah tampan Swan sudah tertutupi oleh s**********n Poppy. Dengan rakus ia melumat habis daging nikmat di tengah pangkal pahanya itu, menghilangkan keseimbangan tubuh Poppy, "Ugh, God! Bersabar, Tuan gigolo. Biarkan aku duduk dengan baik, sebelum kau membawaku terbang bersamamu."
Menghentikan kegiatannya sejenak, Swan hanya memperdengarkan kekehannya yang terdengar syarat akan makna. Sesaat kemudian, barulah aktivitas panas itu ia lakukan, dan menyisakan desahan nyaring berulang-ulang kali, "Ough, Shittt...! Pe..lan-pe..lan, Swan, achhh... Auw! Ada luka ke..cil ssttt... Ada luka di situ!" pekik Poppy sedikit menahan nyeri.
Swan menghentikan aktivitas mengulum itu sekali lagi, sebab kali ini rasa penasarannya menjadi meningkat. Ia pun bertanya pada Poppy perihal hal tersebut, "Luka? Kenapa, Baby?"
"Pop... Uhmmm... Pop... Uhhmmm.." Dan Poppy tidak memberi penjelasan apapun, selain semangatnya dalam mengulum kejantanan coklat milik Swan hingga menimbulkan bunyi berulang-ulang kali.
Tahu Poppy sengaja menyembunyikan sesuatu darinya, Swan juga melakukan hal serupa. Ia menenggelamkan wajahnya, menghisap nikmat milik Poppy yang sudah bersih tanpa bulu halus lagi seperti kemarin.
Sepuluh detik berlalu dengan saling menahan gairah, nyatanya Poppy lebih dulu menyerah di sana. Setengah menjerit, ia bahkan ikut menggoyangkan pinggulnya di atas wajah Swan bersama serentetan kalimat vulgar yang begitu panas terdengar, "Ough, Swannn... Come on, Honeyyy... Shake my p***y like that! Oh, yeach!"
Desahan, lengkuhan bahkan sesekali pekik kesakitan Poppy semakin nyata, tapi itu bukan sebuah masalah untuknya mencari kenikmatan. Ia bahkan tak mau ambil pusing pada luka gigitan Arthur tersebut, sebab hisapan Swan seolah mengimbanginya.
Tak ada bedanya dengan Poppy, Swan juga menikmati kegiatan panas pemberian perempuan yang entah sejak kapan begitu mencubit bagian terpenting dari hatinya.
Walaupun ruangan itu masih dapat memperdengarkan dentuman musik techno dari lantai dasar, Poppy masih dapat mendengar bagaimana bukti dan bentuk gairah Swan seakan meledak-ledak untuknya, "Ough, Babyyy... Yeachhh... Uhm Uhmmm... Kau akan menjadi milikku, Poppy! Uhmmm... Hanya milikku!"
Selain daripada itu, Swan juga mencoba untuk menyemangati dirinya dari dalam hati. Untuk sejenak ia sama sekali tidak mengingat bagaimana dirinya dan siap Poppy Millers yang sebenarnya, ketika ego dalam dirinya menginginkan perempuan tersebut menjadi miliknya.
***