sudah satu minggu sejak kejadian itu, aku hanya bisa diam dan tak membahasnya lagi dengan ibu. karna ku fikir akan memperburuk keadaan jika aku melakukannya. dan minggu ini aku tak pergi kerja, karna minggu kemarin aku sudah ijin dengan teteh untuk libur di minggu ini, dan teteh pun mengijinkan.
setelah membantu ibu membersihkan rumah, ku buka buku pelajaran ku dan mulai belajar.
hari sudah mulai siang, ku putuskan untuk istirahat sebentar. karna badan ku terasa lelah.
baru beberapa menit ku baringkan tubuh ku, tiba-tiba kakak lelaki ku memberitahukan ku kalau aku harus menemui putra di rumahnya. malas rasanya untuk kesana, karna takut bertemu om yasa lagi. tapi kakak ku berkata lagi kalau aku harus segera kesana. akhirnya dengan terpaksa kulangkahkan kaki ke rumah putra.
sampai di rumah putra aku langsung masuk tanpa memberi salam dan segera melangkah menuju kamar putra. niat ku ingin membaringkan tubuh ini di kasurnya karna sangat lelah.
"ngapain sih put lo manggil gue?" ku buka kamarnya langsung kubaringkan tubuh ku di kasurnya.
"di cariin om yasa tuh." jawabnya sambil melirik ke arah belakang pintu, dan ku ikuti arah pandangannya.
ASTAGA... ternyata ada om yasa di belakang pintu, dan aku tak melihatnya ketika masuk dan membaringkan tubuhku di kasur putra. tanpa berkata lagi aku segera duduk sambil menahan malu.
"om...." kataku sambil tertunduk.
"tadinya saya mau ajak ani jalan-jalan, tapi kayaknya ani capek."
"mmm... emang mau jalan kemana om? ani gak enak kalau keliatan orang lain kalau jalan sama om."
"jalan ke mall, sambil ada yang saya mau bicarakan."
"mmm... gimana ya om. " bukan gak mau di ajak jalan tapi memang aku lagi males dan takut kelihatan orang lain apa lagi ketahuan mba asih. makin tambah malu, di kiranya aku cewek apa.
"ya udh klo gak mau gak apa-apa, kita ngobrol disini aja."
"emang mo ngomong apa sih om."
"bukan apa-apa, cuma tadi saya di ajak sama ibu kamu keluar saya pikir ada apa, karna ibu ngajak kakak lelaki mu."
"ibu sama mas aga nemuin om, ngapain?"
"iya... ibu cuma bilang, kalau ibu gak mau anak gadisnya di permainkan. jadi saya harus serius sama kamu."
"apa?? apa maksud ibu bilang gtu?"
"ya saya gak tau, mungkin ibu merestui hubungan kita."
aku menepuk keningku sejenak dan memijat pelipis ku perlahan. 'apa maksud ibu bicara seperti itu? apa lagi yang ibu lakukan padaku.' tanyaku dalam hati.
"ani saya serius ingin menjadikan kamu istri saya, setelah mba asih pulang kerja saya akan memberitahukan niat saya ini."
"tapi om, apa kata orang nanti kalau sampai semua ini terjadi. ani gak mau di cap sebagai perusak rumah tangga orang atau pelakor."
"itu semua gak akan terjadi kalau kita dapat restu dari mba asih."
"tapi om, saya gak mau menyakiti hati mba asih. karna saya juga seorang perempuan."
"mudah-mudahan enggak, mangkanya nanti saya bicarakan dengan mba asih. kamu tenang saja."
dengan perasaan yang gak bisa di bayangkan antara malu, takut dan senang bercampur jadi satu. tapi ada satu hal yang masih jadi pertanyaan ku, apa sebenarnya rencana ibu.
karna hari sudah sore om yasa pamit lebih dulu untuk menjemput mba asih, dan aku pun tak mau berlama-lama disini karna segudang pertanyaan yang ada di kepalaku untuk ibu. segera aku pulang juga dari rumah putra untuk menemui ibu.
dengan perasaan kesal dan sedih kulangkahkan kaki untuk pulang kerumah lalu mencari ibu. ternyata ibu ada di dapur sendirian. situasi yang sangat tepat menurut ku, karna gak ada orang lain yang membantu ibu untuk menyerang ku.
"ibu, apa maksud ibu ngajak om yasa ketemu?"
"untuk membahas perasaan dia ke kamu."
"maksudnya?"
"ibu tau dia suka sama kamu, dan ibu lihat serius. jadi ibu minta jangan main-main lagi."
"serius gimana?, main-main gimana maksud ibu?"
"ya ibu lihat dia suka sama kamu, ya di seriusin aja gak usah main-main lagi. kalau bisa langsung nikah."
"apa maksud ibu langsung nikah? ani masih sekolah bu, gimana mau nikah?"
"justru karna kamu masih sekolah, masih perlu biaya buat sekolah. kalau dia nikahin kamu sekarang kan bisa sekalian biayain sekolah kamu."
"apa!?, jadi maksud ibu nikahin ani sekarang, karna gak mau biayain sekolah ani aja?"
"bukan cuma mikirin kamu aja. ibu juga mikirin saudara-saudaramu."
"apa maksud ibu?"
"ya sekarang kan bapak mu tidak bekerja, jadi gak ada yang bisa membantu keuangan dirumah ini. dan ibu bilang itu sama om yasa, dan ternyata dia sanggup memenuhi."
J E D E R...bagai tersambar petir di siang hari setelah mendengar ucapan ibu, ternyata semua itu demi uang. ibu tega menjual ku dengan om yasa hanya demi anaknya yang lain. apa aku bukan anaknya? dadaku mulai sesak, dan air mata sudah membanjiri wajahku. kulihat ibu hanya diam tanpa rasa kasihan pada ku.
"bu..kenapa harus ani yang membiayai semua, ani baru 17 tahun, bukannya ada 3 orang kakak di atas ani yang sudah kerja. kenapa ibu gak suruh mereka membantu, kenapa ibu malah menghilangkan masa remaja ani. apa salah ani bu?"
ucap ku sambil menangis menahan sakit yang tak terlihat. kenapa ibu setega itu padaku, tak pernah terfikir oleh ku untuk menikah di usia muda, bahkan menjadi istri kedua.
"udah gak usah cengeng, kamu pasti bahagia sama om yasa. patuhi omongan ibu." ucap ibu sambil berlalu meninggalkan ku.
tubuhku merosot ke lantai, kaki ku tak kuat menopang badan ini yang terasa berat. hatiku hancur, masa depan tak bisa ku bayangkan lagi, cita-cita tak bisa ku wujudkan. semuanya sirna dalam sehari. ujian sekolah tak terfikirkan lagi oleh ku, pelajaran yang k*****a tadi hilang semua dalam otak ku. yang ada hanya ucapan ibu dan kesedihan yang ku alami.
ingin rasanya berlari dari semua ini, pergi dari rumah ini dan hidup sendiri tanpa harus menanggung rasa malu dan sakit seperti ini. tapi apa yang bisa dilakukan dengan wanita sepertiku.
ku paksakan kaki ini untuk melangkah ke dalam kamar agar aku bisa merebah kah tubuh ku sambil berfikir. entah lah apa aku masih bisa berfikir jernih dengan keadaan seperti ini. ku pasrahkan semua pada tuhan, dia yang akan menunjukkan jalan keluar untuk masalah yang ku hadapi.
tangis ku mulai reda, dan dadaku sudah tak terasa sesak lagi. tiba-tiba ibu membuka kamar ku.
"berikan kalung mu untuk uang masak besok."
ya allah, ibu sudah mengambil sisa uang dari kaling yang besar. sekarang kalung yang kecil pun ibu mau ambil juga.
aku hanya diam tanpa membalas.
"cepat berikan." paksa ibu.
akhirnya aku lepaskan kalung yang masih melingkari leherku dengan terpaksa. setelah mendapatkan kalung itu ibu langsung pergi tanpa memikirkan perasaanku.
jika nanti om yasa menanyakannya, aku harus bilang apa?. kenapa ibu tega sekali padaku. kembali air mata ini keluar tanpa bisa ku cegah lagi. ku pejamkan mata ini berharap semua ini hanya mimpi.