ternyata dia

900 Words
BAB 2 Hari ini adalah hari libur, hari yang ku tunggu selama sepekan karna hari ini aku bekerja part time di sebuah toko souvenir di taman hiburan dan aku bekerja sebagai tenaga bantu di stand mie, hanya setiap hari minggu dan tanggal merah. Pekerjaan ini aku ambil karna tidak mengganggu sekolah dan untuk menambah uang jajan ku. Ketika sedang asik berjalan bersama temanku, aku mendengar Putra memanggilku. aku pun berhenti menunggunya menghampiriku, sedang temanku hanya menoleh sebentar lalu mereka melanjutkan perjalanan. "Ada apa?" tanya ku singkat pada Putra. "Ini ada titipan buat loe." jawabnya. "Dari siapa?" tanyaku sambil menerima dompet kecil berwarna pink "Dari om Yasa." jawabnya lagi. Aku mengerutkan kening sambil membuka isi dompet kecil tersebut. sambil berbisik pelan 'apaan sih?' ASTAGA. Setelah ku melihat isinya ternyata kalung emas yang gak tau beratnya berapa gram karna besar sekali untuk ukuran anak SMA sepertiku. Aku masukkan dan menyerahkan menyerahkan kembali pada Putra sambil berkata, "gue gak mau ambil!, loe balikin ke om Yasa atau terserah loe mau kemanain. Gue gak bisa terima.". "Loh kok gak mau di kasih emas gede?" tanya Putra heran. "Ya enggak lah. Karna gue sama dia gak ada hubungan apa-apa, ngapain ngasih gituan segala." kataku . "Dia bilang katanya ini hadiah, karna loe mau terima dia." kata putra dengan entengnya. "APA..?!, emang loe nulis apa di surat itu?" kataku kaget dan langsung teringat tentang surat balasan yang Putra tuliskan. "Ya gue bilang kalau loe mau nerima dia, dan minta bukti kalau dia emang bener-bener suka sama loe." jawabnya tanpa rasa bersalah sama sekali. "Astaga Putra..!" aku gak bisa berkata apa-apa lagi padanya, karna aku yang menyuruhnya membalas surat itu dengan berjanji tidak akan marah, walau apapun yang dia tulis, dan tanpa membacanya lagi. "Terserah loe deh tuh emas mau loe kemanain, yang penting gue gak mau terima. Gue udah telat." ku ucapkan itu sambil berjalan menjauhinya. Dan dia pun ikut berbalik kembali. Dalam perjalanan aku berfikir, apakah om Yasa benar-benar menyukaiku? lalu bagai mana dengan istrinya? aduh mau taruh dimana muka ku kalau sampai ketahuan sama yang lain? semua pertanyaan terus terlintas dalam fikiranku sampai tak terasa aku sampai di tempatku bekerja. Sampai di tempat kerja aku langsung masuk untuk menaruh tas dan makan siang ku sampai teteh (dalam bahasa sunda yang artinya kakak) memperkenalkanku pada karyawan baru. "Oh ya Ani...sekarang mba Asih yang bantu Teteh di dalam." kata teteh sambil menunjuk seseorang yang berdiri tak jauh darinya. Ku alih kan mataku padanya, 'ASTAGA ITU KAN ISTRINYA OM YASA.' ucapku dalam hati. Tapi kupasang wajah senyum padanya. Begitupun mba Asih padaku. Karna kami semua sudah saling kenal jadi gak ada perkenalan karyawan pada umumnya. Hatiku jadi merasa bersalah pada mba Asih, aku takut ketahuan dan di tuduh yang macem-macem, padahal bukan aku yang mendekati suaminya. Jangankan dekat tegur sapa saja hanya kalau lewat di depannya. seharian aku tak tenang bekerja. Sekarang sudah jam 5.30 sore jadi 30 menit lagi toko tutup, dan sekarang aku tengah siap-siap merapikan barang-barang yang ada di stand mie untuk di masukkan kedalam toko, dan menghitung berapa banyak mie yang terjual hari ini untuk di setor uangnya pada teteh. Saat aku sedang sibuk merapikan barang-barang, tiba-tiba dari arah belakang ada yang menyapa ku. "Hai Ani." sapanya sambil tersenyum padaku. Langsung aku melihat pada orang yang menyapaku.ternyata, astaga om Yasa menyapaku. Seketika jantung ku jadi tak karuan tapi ku paksakan tersenyum dan balik menyapa. "Hai om." kataku singkat sambil masuk ke toko menaruh barang di dalam dan menyusunnya. Untung dia tidak mengikutiku ku ke dalam, kalau sampai dia mengikutiku kedalam dan dilihat mba Asih kan jadi tidak enak. tetapi teteh langsung memanggil asih, "mba asih suaminya udah jemput tuh." ucap teteh memberi tahu mba Asih. "Iya Teh." jawab mba asih langsung keluar dan tak lama mba Asih masuk lagi. "Loh kok balik lagi? gak apa apa pulang aja duluan, kan udh di jemput." Kata teteh bertanya heran pada mba asih. Dalam hatiku mendukung teteh biar nanti pas aku keluar gak ketemu om Yasa lagi. "Gak apa apa teh, dia bisa nunggu kok." Jawab mba Asih sambil membereskan kembali kerjaannya. Aduh perasaan aku jadi gak enak lg nih... Baru ketemu om Yasa kok perasaan dek-dekan gini ya, apa ini efek tadi pagi saat putra memberiku hadiah dari om Yasa. Kutarik nafas dalam untuk menenagkan diri karna aku harus membereskan kerjaku di stand. Walau ku tahu om Yasa pasti ada di luar, tapi aku berusaha untuk tidak melihatnya agar dadaku bisa tenang dan pekerjaanku selesai. "Ani, barang-barangnya sudah di masukin semuanya?" tanya teteh sambil berdiri dari kursi kasir. "Sudah Teh, ini catatan penjualan hari ini dan kuncinya." Kataku sambil menyerahkan catatan, uang dan kunci laci stand. Teteh menerimanya dan menghitung semua lalu memasukkannya ke dalam laci kasir. selesai teteh mengunci laci kasir semua keluar dari toko. Saat semua keluar bersamaan aku sengaja keluar terakhir agar tidak bertemu om Yasa dan mba Asih. Ternyata dugaanku salah, om Yasa malah membantu menutup pintu besi toko, dan aku buru-buru keluar. Dalam hatiku kalau dia tidak pergi lebih dulu maka aku yang lebih dulu pulang. Akhirnya sampai depan toko tanpa melihat mba Asih dan om Yasa aku langsug berpamitan pada teteh "Teh Ani duluan ya.." Setelah teteh menjawab iya aku langsung berjalan cepat untuk menghindari om Yasa.. Setelah agak jauh baru aku melambatkan langkah ku dan menarik nafas panjang agar dadaku tidak sakit karna jalan terlalu cepat. Dan aku berjalan santai sampai menikmati tempat wisata ini di sore hari.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD