2-Si Mulut Cabe

1246 Words
2- Si Mulut Cabe Reinhard tersenyum tipis. “ Tolong hentikan mobil sebentar di dekat mereka!” menunjuk ke arah orang tua Sava berdiri. Sepertinya, mereka baru selesai membeli makanan dari penjual yang ada di depan rumah sakit. “Baik, Tuan.” Sang sopir menghentikan mobil tanpa mematikan mesinnya, saat sudah sampai di dekat mereka. Rainhard membuka jendela mobil, lalu melongokan kepalanya. “Hem, Ayah, Ibu!” panggilannya membuat kedua orang tua Sava terkejut, dan merasa aneh. Mereka menatap Rainhard dengan bingung dan heran. “Naiklah sebentar, ada yang ingin saya katakan,” ucapan Rainhard terdengar lembut dan sopan. Sang sopir sampai menoleh dan memperhatikan Rainhard untuk sesaat. Sekedar memastikan apa yang sedang duduk di jok belakang mobil itu benar-benar tuannya atau bukan. “Apa!” Rainhard yang sadar kalau sedang diperhatikan sopirnya langsung mendengus sebal. “Eh, tidak ada,” dengan kikuk sopirnya itu langsung kembali membalikkan badan, hingga lurus menatap ke arah depan kembali. “Huuh, kenapa Tuan aneh begitu! Tumben bicara selembut itu pada orang asing!” bergumam dalam hati, karena masih tak percaya dengan pendengaran maupun penglihatannya. Rainhard membuka pintu mobil, lalu mempersilahkan agar kedua orang tua Sava masuk. Meski ragu, akhirnya kedua orang tua Sava pun masuk ke dalam mobil. “Saya ingin menegaskan sesuatu,” ujar Rainhard. Kedua orang tua Sava saling tatap untuk sesaat, kemudian mereka menatap penuh kebingungan ke arah Rainhard. “Saya Rainhard,” mengulurkan tangannya. Saat Ayah Sava menerima uluran tangannya itu, Rainhard langsung mencium punggung lengannya. Sontak hal itu mengundang kekagetan kedua orang tua Sava semakin besar. Rainhard melakukan hal yang sama kepada Ibunya Sava. Mereka pun tampak berbicara serius, di dalam mobil. Tampak, kedua orang tua Sava saling tatap untuk sesaat, sebelum akhirnya mengangguk setuju akan permintaan Rainhard. Meski, tampak jelas dari raut wajah mereka ada sedikit keberatan. Setelahnya, kedua orang tua Sava pun turun kembali dari dalam mobil, dan kembali ke rumah sakit. Sang sopir yang bernama Aldi itu tampak menggelengkan kepalanya, merasa terkejut saat mendengar pembicaraan tuannya dengan sepasang paruh baya tadi. “Apa! Anggap saja kamu tak pernah mendengar apa pun!” ucap Rainhard dingin, kepada Aldi sopir pribadinya. Aldi mengangguk. “Tentu saja,” sahutnya. Lalu kembali melajukan mobil ke arah yang diminta Sang majikan otoriter. Beberapa hari berlalu. Rainhard selalu memantau keadaan Sava. Dia cukup senang saat tau gadis itu sudah melewati masa kritis, dan saat ini sudah dalam keadaan lebih baik. Saat ini Rainhard sedang berada di kantornya, berkutat dengan setumpuk dokumen penting yang merupakan pekerjaannya. “Huuuh!” Rainhard menghembuskan nafas kasar. Terkadang, dia ingin melemparkan dokumen-dokumen itu saat jenuh melanda. Tapi tentu saja tidak pernah ia lakukan, karena ingat tanggung jawab besar yang ia pikul di pundaknya. Pekerjaan yang banyak, ditambah proyek besar yang harus ia selesaikan segera, membuatnya tak banyak waktu untuk istirahat. Hingga, tanpa terasa tiga bulan sudah berlalu. Rainhard, selama dua bulan terakhir harus berada di luar kota untuk menyelesaikan semua pekerjaannya. Baru hari ini lah, dia bisa pulang ke kota kelahirannya. Pagi ini, adalah hari pertama dia berada di kota ini. Dia akan mengurus kantor baru yang berada disini. Perusahaan ini bergerak di bidang Fashion, dan baru berjalan setahun. Dia sedang berusaha mengembangkannya, agar maju seperti perusahaannya yang lain. Rainhard sedang duduk santai selepas meeting yang berjalan alot, hingga memakan waktu lebih dari dua jam itu. “Bawakan aku kopi dingin!” perintah Rainhard lewat interkom, yang mengarah ke ruangan para Office girl dan Office boy di perusahaannya. Sementara itu, di ruangan Office girl dan Office boy tampak terjadi perdebatan tentang siapa yang akan mengantarkan kopi untuk sang majikan yang terkenal dingin itu. Biasanya Bu Ratih, wanita berusia empat puluhan itu yang biasa membuat dan mengantarnya. Tetapi, hari ini dia tidak masuk. Katanya sedang tidak enak badan. “Jadi siapa yang akan nganter?” tanya seorang Office boy. Dia sungguh ngeri harus berhadapan dengan sang tuan yang begitu dingin. Bukan apa-apa, tapi terakhir dia nganter. Eh, malah dapat kemarahan dari orang itu! “Aku nggak mau!” ucap temannya yang Office girl. Dan mereka terus saja berdebat. “Emm, biar aku saja yang nganter,” ucap seorang Office girl baru. Ya, dia baru sehari ini bekerja. Ini hari pertamanya. “Eh, jangan! Nanti bisa-bisa kamu langsung mengundurkan diri hari ini juga kalau ketemu Bos yang super ganteng tapi galaknya kebangetan itu!” sahut Arni rekan kerjanya. “Insyaalloh gak akan,” jawabnya diiringi kekehan. “Aduh sayangku, jangan. Aku takut kamu Kenapa-napa deh,” perkataan seorang Office boy yang dengan nada menggoda itu, langsung saja mendapat cibiran dan hujatan penuh candaan dari semua temannya. Dan mereka pun tertawa. Namun, akhirnya si Office girl baru lah yang mengantar. “Bismilah,” ucap sang Office girl dengan tangan yang menggenggam nampan berisi segelas kopi dengan banyak es batu, permintaan sang bos. Dia berdoa dulu, semoga apa yang dikatakan semua temannya tidak benar. Kata mereka si bos tampan tapi galak, judes, suka memaki, rajin marah-marah dan selalu memasang tampang datar, dingin dan angkuh. Iiih serem! Dia jadi bergidik. Tok tok, mengetuk pintu. “Masuk!” terdengar suara berat dari dalam. Dengan pelan, si Office girl membuka pintu perlahan. Belum apa-apa, nyalinya sudah ciut saat mendengar suara ketus dari dalam. Lalu masuk, dan melangkahkan kaki dengan pelan. Matanya seolah enggan berkedip melihat pria tampan tingkat dewa yang sedang duduk santai di atas sofa di kantornya. Pria itu sedang menatap ponselnya dengan fokus. “Ini kopi dingin anda, Tuan,” ujarnya sesopan dan sebisa mungkin. Setelah berada di hadapan pria itu. Dia menahan gejolak keterpesonaan akan rupa sang bos yang baru ia lihat saat ini. Rainhard mendongak. Untuk sesaat dia sempat terkejut menatap siapa yang sedang berdiri di depannya. Akan tetapi dengan cepat dia bisa mengubah kembali raut wajahnya menjadi dingin dan datar. “Ck, jangan sampai kamu lupa berkedip, karena melihat ketampananku,” ucapnya angkuh dan penuh kenarsisan. Dengan bibir tersenyum tipis dan mata yang menatapnya tajam. “Eh, hemmm,” gadis itu terlonjak kaget dan tak mampu berkata-kata. “Sial! Apa kentara ya kalau aku terpesona melihat wajah tampannya!” jerit sang gadis yang tidak lain adalah Sava. “Ini kopi buatanmu?” Rainhard bertanya dengan nada dingin, tangannya meraih kopi itu lalu menatapnya lekat-lekat. “Hem, Bu bukan tuan. Saya hanya mengantarkannya saja,” jawab Sava dengan cepat. Karena memang itu bukan buatannya, temannya lah yang membuatkan dan dia hanya mengantarkannya saja. Rainhard berdecih, lalu mencicipinya sedikit. “Tidak enak!” ketusnya, menyimpan kembali segelas kopi itu di atas meja. Sava mendelik kesal. “Buat lagi! Harus buatan tanganmu sendiri!” lanjut Rainhard, yang membuat Sava makin jengkel. “Baik Tuan,” bergegas mengambil segelas kopi itu, untuk dia ganti dengan yang baru. “Kamu mau bawa ke mana kopiku itu! Jangan-jangan kamu ingin menghabiskannya! Dasar tidak tau malu!” cibir Rainhard si mulut pedas. Sava menghembuskan napas sepelan mungkin, menahan emosi yang bergemuruh di dadanya. Pria ini sedang menuduhnya akan mencuri kopinya, bukankah begitu! Dasar mulut cabe! “Tidak begitu tuan, saya hanya ingin menggantinya dengan yang baru,” sahut Sava cepat dengan nada manis dan lembut. Bahkan bibirnya menyunggingkan senyuman, yang sebenarnya terpaksa sih! Pria itu memasang raut sinis. “ Kenapa senyum-senyum begitu? Apa kamu sedang berusaha menggodaku, Ck Ck.” Rainhard berkata dengan nada mengejek. Dia menatap lekat ke arah Sava dengan sunggingan senyuman licik. Sava sampai mengepalkan tangannya yang menganggur, merasa jengkel kepada bosnya itu. “Saya....” Sava berkata dengan nada tinggi. Tak peduli jika akhirnya dia harus dipecat nanti. Rainhard tertawa dan berkata dengan sinis. “Kamu ...”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD