Tangan Emi cepat-cepat menyambar amplop miliknya dari tangan Anissa lalu dimasukkan ke dalam tas miliknya. Netranya melihat tajam ke arah Anissa, terlebih sudah lancang membaca amplop rahasia miliknya. “Ingat ya, gak usah ikut campur, kamu!”
“Jadi, selama ini kamu sudah membohongi kami?”
Baru berapa hari menikah dengan Aris rasanya sangat mustahil gadis itu hamil terlebih usia kandungannya sudah 3 bulan.
“Kalau iya, memang kenapa? Toh, ini juga anak Mas Aris, kok.”
“Tapi, Mas Aris bilang kan waktu itu kalau kalian baru pertama kali hendak melakukannya. Dan, itu pun ketahuan sama aku. Jadi, itu anak siapa Emi? Kamu jangan berani ya membohongi kami?”
Gadis itu pun menyunggingkan bibirnya. “Hah, kami? Yakin, masih ada kami di antara kamu dan Mas Aris?”
Benar-benar mulut iblis Emi!
Anissa sudah kehilangan kebahagian karena dia yang sudah merusak rumah tangganya. Namun, sebagai perempuan dia pun tidak mudah percaya setelah Emi bermain belakang dengan suaminya.
“Kamu tuh sudah dibohongi sama Mas Aris, dia itu sudah bermain liar denganku lebih dari enam bulan. Jadi, gak masalah dong dengan kehamilanku yang 3 bulan?”
“Apa?” Anissa terkejut, kedua tangannya menutup mulutnya yang ternganga.
Dia tidak menyangka, ternyata suaminya lebih bengis, kejam yang telah memainkan hatinya dari belakang. Bahkan, dia pun sudah menduga 6 bulan akhir itu rasa romantis, kebahagiaan kecil hilang seketika.
Aris hanya memanfaatkan kebaikan Anissa sebagai istri; tidak meminta hidup mewah, apa adanya, hanya dijadikan nafsu di saat dibutuhkannya saja.
“Kenapa, kamu baru tahu seberapa gilanya suami kamu denganku sampai benihnya tumbuh di dalam rahimku daripada rahim kamu yang gak berguna?”
Tanpa pikir panjang, Anissa pun melayangkan sebuah tamparan ke pipi Emi yang memerah. Begitu sakit seketika bersentuhan dengan kulitnya, bahkan Anissa justru merasakan jauh lebih sakit yang diderita saat ditalak di depan Emi lalu diusir oleh mertuanya sendiri.
“Kamu, berani nampar aku, Anissa?” Emi murka, dia pun hendak menampar balik Anissa, akan tetapi cepat-cepat Imel menahan tangan Emi.
Emi pun menatapnya dengan tajam. “Heh, siapa kamu? Berani sekali kamu menahan tangan saya?”
Imel pun membuang tangan itu dengan sia-sia. Dia sudah mengetahui siapa perempuan iblis yang ada di hadapannya. Dia tidak ingin sahabatnya yang sudah merasakan pedihnya badai rumah tangga dari Emi, justru harus merasakan fisiknya dari perempuan yang sama.
“Perkenalkan, saya Imela Indria partner kerja sekaligus sahabat Anissa sewaktu SMA. Dan, aku pun sangat mengenali suamimu! Ingat, rahasia kamu ini ada di tangan kita! Jadi, jangan berani macam-macam dengan kami!”
Emi menyunggingkan bibirnya. “Hah? Rahasia? Jadi, kalian gak percaya apa yang sudah aku katakan?”
“Jika, tidak memangnya kenapa? Kamu takut, kami akan membongkarnya langsung ke Aris dan keluarganya?” ancam Imel.
Entah mengapa, dia seperti tidak percaya dengan perempuan licik seperti Emi. Di kantor dia bekerja sudah banyak sekali kasus perselingkuhan dan itu semua fondasinya adalah kejujuran.
“Oke. Aku akan percaya sama kamu Emi. 6 bulan kamu melahirkan, jika tidak ada drama dari Mas Aris aku baru percaya. Ternyata, kamu bukan juga pelakor ya, tapi murahan sama suami orang lagi,” ejek Anissa.
Emi melebarkan kedua bola matanya. “Apa kamu bilang? Aku murahan? Atau kamu yang penyakitan rahimnya?”
“Heh, kamu bisa jaga perasaan sahabatku gak sih? Kamu itu bukan sahabat Anissa, tapi menusuk dari belakang!” berang Imel.
“Aku menyesal punya sahabat seperti kamu, Emi. Aku gak nyangka, bisa ya dengan tenang menjalankan rumah tangga di atas pengorbanan rumah tangga sahabatnya. Esok atau lusa, aku akan menanyakan langsung dengan Mas Aris kalau itu memang benar anaknya. Ayo Mel, kita pulang.” Anissa pun menggandeng Imel lalu pergi meninggalkan Emi sendiri.
Sementara, gadis yang tengah mengandung 3 bulan itu merasa cemas dengan ancaman baru dari Anissa. Dia menggigit jarinya, hatinya mulai was-was jika mereka akan bertemu.
“Duh, kenapa sih bisa bertemu Anissa di sini?”
Gadis itu pun duduk di area kursi tunggu. Tangannya menaruh hasil diagnosa dokter itu dengan sembarang arah.
“Kenapa juga ini janin pakai acara tumbuh segala! Bagaimana, kalau Mas Aris tahu usia kehamilan janinku sudah 3 bulan? Aku harus merahasiakan ini dari Mas Aris sampai melahirkan. Dan, aku harus mencegah Mas Aris bertemu dengan Anissa,” ucap Emi yang menguatkan dirinya sendiri.
1 bulan kemudian, Refal kembali ke rumah sebab dia sangat merindukan ibunya yang belum kunjung sembuh dari penyakitnya.
“Sayang, kamu kapan pulang? Kok, Mamah gak lihat kamu dari tadi malam? Hampir sebulan loh, kamu meninggalkan Mamah.” tanya Rosa saat melihat anaknya membuka pintu kamar ibunya.
Lelaki berjambang tipis itu pun mengelus pipi halus ibunya. “Maaf ya Mah, Refal akhir-akhir ini sibuk banget. Mamah tahu kan, sekarang penjualan produk naik drastis.”
“Iya. Mamah tahu dari Papah juga. Dia sangat bangga dengan kamu bisa menaikkan omset bulanan. Oh iya, Mamah jadi kepo kok bisa sih secepat itu naiknya?”
“Hm, Mamah ini kayak gak tahu Refal aja kalau berbisnis pasti akan cepat naik, Mah. Itu semua karena brand ambassador yang baru, Mah.”
Rosa pun membenarkan duduknya yang semakin tegak, dia sangat penasaran dengan cerita bisnisnya. “Oh iya? Siapa brand ambassador kamu yang baru? Mamah, boleh kenalan gak?”
“Tentu boleh dong, Mah. Jadi, Refal itu menolong janda buat jadi brand ambassador. Tapi, dia masih ada 1 bulan lagi untuk masa iddah. Jadi, dia terpaksa kerja dari rumah, Tapi, hasilnya memuaskan dong, Mah?”
Rosa menggeleng kepala dengan menepuk kedua tangannya. “Perfect, Refal! Perempuan kalau menjalankan masa iddah dengan baik, maka hatinya pun tidak jauh dari perlakuannya. Refal, dia itu siapa? Ah, Mamah jadi penasaran.”
“Dia itu yang pemilik akun Penggerak Semangat yang sering lewat fyp loh, Mah.”
“Hah, itu kan akun yang Mamah follow. Dia itu sudah memiliki 20 juta penggemar. Dan, kebanyakan pengikut setianya itu mengharapkan jika wajahnya ditampilkan supaya mereka bisa saling mengenal. Duh, jadi kamu sudah lihat dulu daripada Mamah?”
Rosa benar-benar terkejut dari cerita anaknya. Dia sudah satu tahun belakangan ini mengikuti akun itu semenjak dirinya dinyatakan duduk di atas kursi roda. Bahkan, dia pun sangat mengharapkan si akun itu memunculkan wajahnya, tetapi karena tujuannya memang untuk menggerakkan semangat untuk para perempuan di luar sana yang sedang merasakan kepedihan.
“Iya, dong, Mah. Mamah gak lihat dia itu sudah live di e-commerce perusahaan kita. Jadi, pertama kali wajahnya terpancarkan ya di perusahaan Refal, Mah.”
Perempuan paruh baya itu semakin ingin sekali berjingkrakan. Rasanya, Refal begitu beruntung bertemu langsung dengan sang pemilik akun di saat jutaan followernya ingin melihat secara langsung.
“Refal, ajak Mamah bertemu sama dia. Mamah sebagai penggemar akan merasa terharu dengan perempuan sekuat dia. Jadi, selama ini dia ….”
“Iya Mah, nama dia Anissa Humairah Azzari. Dia seorang janda yang baru saja diceraikan oleh suaminya. Mamah, nanti bisa ngobrol sama dia secara langsung.”
Rosa pun memeluk anak semata wayangnya itu dengan lembut. Sebuah harapan kecil dari hidupnya mulai terkabulkan. Sebahagia ini sebagai penggemar Anissa, yang akan dipertemukan oleh anaknya sendiri.
“Mamah bangga sama kamu Refal. Mamah suka Refal yang seperti ini. Terima kasih, selama ini kamu sudah menyayangi Mamah yang sudah tidak sesehat dulu.”
Butiran kecil dari pelupuk Rosa pun keluar dari kelopaknya. Entah mengapa, Refal pun merasakan bahagia campur haru setelah menceritakan jati diri sosok Anissa. Hatinya pun ikut bergetar saat melihat kebahagiaan ibu tercintanya.
“Refal, kamu kapan akan mempertemukan Ibu dengan dia?”
“Mamah, maunya kapan? Untuk Mamah, Refal akan kabulkan secepat mungkin.”
“Kalau mau sekar—”
“Refal, dari mana saja kamu? Omset kamu naik, tapi tidak pernah mengunjungi rumah sendiri?” potong Andro saat melihat anaknya berada di kamar pribadi ibunya.
Lelaki itu pun melepaskan pelukan dari ibunya. Jika, ibunya begitu lembut, maka ayahnya justru bertolak belakang sama seperti Refal sifatnya tidak ada yang mau mengalah.
“Papah harap, kamu tidak menolak perjodohan itu dengan rekan bisnis Papah. Apa kamu mau melajang seumur hidup?” tekan Andro.
“Pah, Refal baru datang, loh. Jangan terlalu menekannya, Pah.” Rosa pun menyibakan selimut di atas kakinya.
Jadi, saat perjodohan itu Refal justru membolos dengan pergi ke bar untuk menenangkan pikirannya. Sudah menjadi kebiasaannya, jika dia memiliki banyak masalah maka bar dan penari lah yang menjadi hiburannya.
“Mah, dia itu sombongnya selangit. Papah tahu dia sudah berhasil mengembangkan bisnis, tetapi apa mungkin dia akan melajang seterusnya?”
“Pah, sudah berapa kali aku katakan kalau aku tidak mau ada perjodohan.”
“Terus kalau kamu tidak mau Papah jodohkan dengan bibit yang unggul, kamu bisa cari jodoh sendiri, hah?”
“Sudah cukup ya Pah, aku jadi bahan uji coba Papah. Aku ini sudah dewasa, aku juga anak laki-laki yang pantas memilih gadis untuk menjadi pendamping Refal kelak. Jadi, aku tekankan lagi aku tidak mau jodoh dari rekan bisnis Papah!”
Suasana yang tadinya haru, kini pun menjadi panas setelah datangnya Andro yang merusak mood baik anaknya itu. Begitu pun dengan Rosa, dia merasa terganggu kesehatannya saat melihat mereka semakin menggila.
“Oke. Papah bebaskan kamu memilih jodoh sendiri. Papah beri waktu kamu 1 bulan! Dan ingat, jika kamu tidak mendapatkan jodoh. Maka, Papah akan menjodohkan kamu dengan anak bisnis Papah, titik!” tampik Andro.
“Pah, gak bisa seenaknya Papah gitu dong. Aku kan perlu waktu yang banyak untuk mempertimbangkan itu semua,” tangkis Refal.
“Keputusan Papah sudah tidak bisa ditolak Refal. Jika, waktu yang sudah Papah tentukan itu gagal! Maka, seluruh kekayaan Papah akan jatuh ke tangan Om kamu sendiri dan kamu akan tetap menikah dengan anak bisnis Papah!” Andro keluar dalam keadaan amarah yang memuncak, sementara anak semata wayangnya ketar-ketir dengan ancaman ayahnya yang tidak main-main.
“Pah, tunggu!”