082236xxx : Hai, my exgirlfriend yang akan jadi my wife semangat ngajar, ya. Doa your future husband selalu menyertaimu. -Iqbal tampan
Valen bergidik ngeri membaca pesan dari mahasiswa bimbingannya itu, tak berniat membalas ia langsung memasukkan kembali benda pipih itu ke dalam tasnya.
Tapi tak lama kemudian tiba-tiba satu pesan dari orang yang sama kembali muncul.
082236xxx : Ibu, selesai ngajar jam berapa? Biar saya antar pulang.
Valen mendesah kesal kemudian jarinya menari lincah di atas touch ponselnya.
Valen : gak perlu repot-repot karena ada calon SUAMI saya yang akan jemput.
Valen sengaja menulis kapital dan mem-bold kata 'suami' agar Iqbal paham dan tak mengganggunya lagi. Setelah itu Valen masuk ke dalam kelas dan memulai mata kuliah pagi ini.
***
Iqbal hampir tersedak es batu saat meminum es jeruknya karena membaca balasan dari sang pujaan hati. Lebih dari kata nyesek, seseorang yang ia tunggu dan rindukan bertahun-tahun ternyata sudah memiliki calon suami. Catat, bukan pacar tapi calon suami, itu artinya mereka akan segera menikah.
Tapi bukan Iqbal namanya kalau mudah menyerah. Dulu saja menaklukan Valen butuh perjuangan dan kesabaran yang extra, sekarang ia harus melakukan hal yang sama.
"Santai, sebelum janur kuning melengkung. Valen masih milik bersama." Iqbal meyakinkan hatinya bahwa harapan itu masih ada, putus asa hanya untuk orang-orang yang tidak percaya diri sedangkan Iqbal memiliki tingkat percaya diri di atas rata-rata.
Iqbal beranjak dari kantin, hal yang pertama yang harus ia lakukan adalah mencari tahu alamat Valen, seperti dulu waktu zaman SMP, Iqbal mendekati Valen dengan mendatangi rumahnya hampir setiap saat sampai Valen bosan dan akhirnya takluk juga dengan pesona Iqbal.
Saat melewati koridor, Iqbal tak sengaja melihat Valen yang sedang sedang mengisi mata kuliah adik tingkatnya, kemudian satu ide terlintas di benaknya dengan percaya diri Iqbal langsung masuk ke kelas itu tanpa ketuk pintu terlebih dahulu.
Semua mata tertuju ke arah Iqbal termasuk aktivitas Valen dalam menjelaskan power point-nya harus terhenti. Sebagian besar para gadis yang mengagumi ketampanan Iqbal merasa terhipnotis dan senang bukan main saat seniornya itu masuk ke dalam kelas mereka.
Tatapan tajam dari Valen pun tak melunturkan senyuman Iqbal, cowok itu tetap menampilkan senyuman terbaiknya, tak peduli terlihat aura marah di wajah Ibu dosen itu.
"Ada apa?" jujur Valen jengah dengan kelakuan bodoh mantannya ini. Rasanya Valen ingin sekali melempar Iqbal ke rawa-rawa.
"Pengin temani calon istri ngajar," ujar Iqbal santai.
Semua penduduk kelas ini kaget terutama Valen, hampir saja mata Valen ingin keluar dari tempatnya saat Mendengar pernyataan dusta dari Iqbal tapi Valen tetap menahan emosinya karena biar bagaimanapun ia adalah seorang dosen dan tidak ingin merusak citra dihadapan mahasiswanya.
"Bukan di sini tempatnya!" ujar Valen pelan namun penuh penekanan.
"Kan calon istri saya adalah Ibu Valen."
Hanya Iqbal yang berani seperti ini kepada Valen, dosen ini termasuk salah satu dosen killer yang mempunyai banyak aturan dan disiplin yang tinggi.
Iqbal tersenyum miring dan menatap mahasiswa di kelas ini. "Sedikit informasi, Ibu Valen ini adalah mantan pacar gue dan sebentar lagi akan jadi calon istri gue," ucapnya penuh bangga.
Ini keterlaluan dan Valen tidak akan membiarkan Iqbal semakin mengacaukan kelasnya. "IQBAL NAVRILIO ALFAHREZA!" bentakan Valen membuat suasana kelas menjadi sangat hening tetapi sepertinya Iqbal justru menikmati bentakan itu.
"Bahkan Ibu masih ingat nama panjang saya, begitu berarti kah saya di mata ibu?"
Valen menahan emosi. "Diam dan keluar dari sini, sebelum saya menyeret kamu!"
Iqbal menganggukkan kepalanya bukan karena ia takut dengan Valen, hanya saja ia kasihan melihat wajah Valen yang sudah memerah karena memendam amarah tapi ia cukup senang, bisa mengganggu Valen pagi ini. "Oke, tapi Ibu harus pulang sama saya."
"Siapa kamu bisa atur saya?!"
Mengabaikan protes dari Valen, Iqbal langsung keluar dari kelas dan menuju ruang tata usaha fakultasnya untuk menanyakan alamata Valen.
Gue harus dapatin Valen lagi, gue jomlo semenjak putus dari dia karena rasa itu masih sama. Gila, gue benar-benar gila karena cinta monyet sekaligus cinta pertama gue.
"Kak Iqbal ..."
Cewek itu lagi, lama-lama gue benturin kepala lo ke tembok biar amnesia dan lupa sama gue. Heran, gak ada malunya tetap aja dekati walaupun udah ditolak seribu kali.
Rara berlari mengahampiri Iqbal yang masih berjalan ke depan tak ada niat berhenti atau sekadar menoleh.
"Kak ...," panggilannya setelah ia berhasil mensejajarkan langkahnya dengan Iqbal.
Akhirnya Iqbal berhenti dan menatap Rara dengan helaan napas berkali-kali. "Apa fakultas lo gak menarik sampai hobi banget main ke fakultas gue?"
"Iya, di sini menarik karena ada kak Iqbal."
Gue heran, urat malunya udah putus kali ya, udah tau gue gak suka malah receh.
"Jauh-jauh lo dari gue."
"Setidaknya kita bisa berteman."
Iqbal tersenyum miring. "Berteman kata lo? Modus! Rara gue kasih tahu nih, lo jangan berharap bahkan gue gak ada rasa ke lo sebesar biji tomat pun, paham?"
"Seribu kali kak Iqbal tolak aku, maka sepuluh ribu kali aku berjuang."
"Lo tahu kodratnya cewek? Cewek itu dikejar bukan mengejar."
"Ini jaman emansipasi wanita jadi gak masalah. Karena mengejar Kak Iqbal adalah pilihanku."
"Lo bisa dapatin orang yang lebih segala-galanya dari gue."
"Dari kelas 7 sampai detik ini rasa itu gak pernah hilang."
Rara sudah tidak peduli akan kodratnya sebagai seorang cewek. Ia hanya ingin mengungkapkan semua rasa yang terpendam dan memperjuangkan pilihan hatinya. Rara sudah mencintai Iqbal sejak lama dan tidak semudah itu menyerah meski harus menanggung malu dan menahan tangis saat mendapat penolakan lagi dan lagi.
Iqbal tak habis pikir dengan Rara. Sudah ditolak berkali-kali tapi semangatnya tidak pernah patah. Iqbal tidak mencintai Rara, tapi Iqbal hanya mencintai Valen.
"Lo jangan memperjuangkan seseorang yang sedang memperjuangkan orang lain."
Rara merasa sesak saat medengar kalimat itu tapi bukan berarti ia menyerah. Ia melirik arloji di pergelangan tangan kirinya. "Sebentar lagi Kak Valen selesai ngajar," gumamnya yang masih bisa ditangkap oleh indera pendengaran Iqbal.
Belum sempat Iqbal bertanya soal Valen yang dimaksud, Rara sudah menjauh.
Valen? Apa Rara kenal dengan Valen? Apa Valen yang dimaksud Rara adalah mantan gue?