1. Malam Pertama
Part 1
"Hei bocah, stooopp! Jangan mendekat!"
"Apaan sih, Mbak, kita kan sudah sah suami istri!"
"Iya tetep aja kamu itu cuma bocah! Lebih baik jangan macem-macem deh!"
"Mbak, biarpun aku bocah tapi punyaku lebih besar lho."
"Hiiih dasar m***m!"
"Eh siapa coba yang m***m, otak Mbak kali yang omes!"
Safira mendelik. "Lah tadi bilang punyaku lebih besar, apa maksudnya coba?"
"Hahaha, ada-ada aja Mbak ini. Iya dong punyaku kan banyak maknanya. Yang kumaksud adalah aku punya rasa cinta yang begitu besar untuk Mbak Safira sekarang dan juga nanti."
Pipi Safira merona, bisa-bisanya dia tersipu dengan ucapan bocah tengil di hadapannya ini. Mendadak tanpa kompromi lagi, Abiyya mengecup keningnya sekilas, membuat Safira makin salah tingkah.
"Mbak, aku bisa ngobatin luka hati mbak lho, please jangan pikirin lagi mantan calon suami mbak yang brekele itu!"
'Etdah nih bocah edyaaan, kakak sendiri dibilang brekele.'
Safira mencebik kesal mendengar mantannya disebut-sebut, sedangkan Abiyya menahan tawa melihat ekspresi istri yang ia nikahi tadi pagi terlihat lucu dan menggemaskan walaupun perbedaan usia mereka cukup jauh. Lima tahun jarak keduanya. Abiyya yang baru beberapa bulan lulus SMA sementara Safira sudah bekerja di sebuah perusahaan menjadi staff kantor.
Safira, gadis yang malang karena hampir saja menyandang status janda. Pernikahannya kandas di tengah jalan, ah, lebih tepatnya batal. Saat Aditya, sang mempelai pria hendak mengucapkan ijab qobul saat itu juga seorang perempuan hamil datang dan memaki-maki Safira di hadapan semua orang.
"Mas Adit, jadi ini yang kamu lakukan? Di saat aku tengah hamil, kamu justru meninggalkanku dan menikah dengan perempuan gatel ini?!" tukasnya penuh emosi. Langsung saja semua mata tertuju pada seorang wanita yang tengah berdiri di ambang pintu, memegangi perutnya yang sedikit buncit.
Tegang, suasana saat ini. Semua saling berpandangan, penuh tanya. Begitupun Safira, banyak pertanyaan yang muncul dalam benaknya. Siapa wanita hamil yang tiba-tiba datang dan merusak acara pernikahannya?
"Hei pelakor! Dasar wanita murah*n! Tega sekali kau merebut laki orang. Sudah habis kah stok laki single hingga kau ingin merebut Mas Adit dariku?" Ketusnya lagi. Mata nyalangnya kini berair.
"Bu, ibu, bapak, bapak, dia ini pelakor! Dia yang sudah merebut Mas Adit dariku! Harusnya diapain pelakor kegatelan ini?!" cerocosnya lagi tanpa henti, makin mempermalukan Safira di hadapan keluarga dan kerabatnya.
"Hei, aku bukan pelakor! Mas Adit sendiri yang bilang kalau dia masih single! Aku dan Mas Adit itu sa-" ucapan Safira terhenti karena tiba-tiba Aditya berdiri, ia menghampiri perempuan hamil itu lalu menarik tangannya pergi menjauh keluar rumah.
Safira makin tak mengerti, ia pun mengikuti langkah calon suaminya dan disusul oleh yang lain. Pelan ia berjalan karena masih memakai kebaya pengantin.
"Kamu jahat, Mas! Kamu jahat!" pekik wanita itu seraya memukul-mukul d**a Aditya. Air matanya jatuh berderai hingga badannya pun berguncang. Sementara lelaki itu masih terdiam membisu. Tak menyangkal ataupun mencegah apapun yang dilakukannya.
"Jadi ini alasannya kau menghilang gak ada kabar selama tiga bulan terakhir? Kamu akan menikah dengan wanita itu? Jahat kamu, Mas! Apa kau lupa janjimu padaku? Akan setia sampai mati? Apa kau lupa dengan anak kita ini? Anak yang tengah kukandung? Kamu tega, Mas! Kamu benar-benar jahat!"
"Tenanglah, Kayla! Aku bisa jelaskan semuanya."
"Jelaskan apa lagi, Mas? Mau memintaku untuk terus menunggu? Nyatanya kamu menyakiti hatiku!"
"Kay, aku bisa jelaskan semua! Aku akan menjelaskannya di rumah, tapi nanti setelah aku dan Safira meni--"
"Kay-la? Jadi kau mengenali perempuan ini, Mas?" tanya Safira dengan nada menuntut. Ia tak percaya kalau laki-laki yang dicintainya itu ternyata sudah memiliki wanita lain yang ia jadikan istri.
Aditya memandang ke arah Safira dengan rasa bersalah. "Safira, aku---"
Tangan Safira dilayangkan ke udara. Ia tak ingin mendengar penjelasan dari lelaki itu.
"Ya justru dia mengenalku, kami ini suami istri. Meski kami hanya menikah secara siri, tapi aku sudah sah menjadi istrinya!" pekik wanita itu menggebu-gebu.
"Kalau kau gak percaya, lihatlah ini, aku menyimpan foto pernikahan kami beberapa bulan yang lalu!" Kayla menunjukkan foto pernikahan dirinya dengan Aditya.
Netra Safira mulai berkaca-kaca, ia tak menyangka pria yang akan menjadi seorang suami justru seorang pembohong besar.
Foto itu dirampas oleh Pak Wirasena, ayahanda Aditya. Matanya menatap tajam foto itu seolah ada kilatan petir.
"Apa ini benar Aditya?"
"Maaf, Ayah--"
Plaaakkk ....! Sebuah tamparan mendarat di pipi kanan Aditya. Refleks tangan Aditya memegangi pipinya yang kemerahan.
"Ayah aku bisa jelasin!" Adit mencoba membela dirinya sendiri.
Plaaakkk ....! Kini tamparan kedua mendarat di pipi kirinya.
"Memalukan! Kau sungguh sudah membuat malu keluarga!" ketus Pak Wirasena, sedangkan istrinya tengah menangis karena tak percaya apa yang dilakukan putra sulungnya.
"Ayah, aku bisa jelaskan ayah. Aku dan Kayla memang sudah menikah secara siri tapi itu karena dia memaksaku untuk menikahinya, Yah, Bu ..."
Mendengar pengakuan Aditya, membuat Safira makin kecewa. Kaki yang tadinya berdiri terpaku kini justru berlari tanpa arah, tanpa henti. Hatinya sangat terluka.
Hingga ia tak sadar menyeberang jalan raya di saat ramai kendaraan.
Tiiiinnnn ... Tiiiinnnn .... Sebuah klakson menghenyakkannya.
"Safiraaaa, awaaaaaaasss ...!" teriak seseorang.
Hampir saja ia tertabrak tapi sesaat sebelumnya seseorang menarik tangannya dengan cepat hingga keduanya terjatuh di badan jalan.
"Aaauuu ...! Mbak, ayo bangun! Badanmu berat!" pungkas pemuda itu membuat Safira sadar kalau dia tengah menindih tubuh kurusnya.
Safira mendelik dan langsung bangkit dengan kesal. Sementara pemuda itu hanya tersenyum cengengesan.
"Safira, Abi kalian tidak apa-apa, Nak?" tanya Bu Wirasena dengan raut wajah khawatir, ia tergopoh-gopoh menghampiri keduanya.
Tiba-tiba pandangan Safira berkunang-kunang, ia justru jatuh pingsan, pemuda bernama Abiyya itu kembali menangkap tubuh ramping Safira.
Entah apa yang terjadi saat Safira membukakan mata, hasil kesepakatan antar dua keluarga sudah diambil. Hari ini Safira tetap menikah, tapi bukan dengan Aditya melainkan dengan Abiyya, putra bungsu keluarga Wirasena.
***
"Mbak! Hei, Mbak! Bengong aja!" pungkas Abiyya seraya melambaikan tangannya di depan wajah Safira.
"Apaan sih!" sahutnya ketus.
"Nih pakai dulu soffelnya untuk melindungi kulit mbak dari gigitan nyamuk! Seperti aku yang akan melindungi Mbak Safira dari siapapun. Hehe."
Safira mendengus kesal dengan sikap bocah tengil itu. "Apaan sih, gak lucu tau!"
Safira langsung menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhnya.
Pukul 04.00 pagi, Safira terbangun, ia merasa gerah karena AC di kamar Abi rusak, ia pun langsung mandi keramas untuk meredakan rasa panas di tubuhnya.
Keluar dari kamar untuk mengambil minum di dapur. Saat keluar, ia melihat Aditya tengah berdiri, tatapan mereka bersirobok. Adit terkejut melihat rambut Safira basah.
Dengan tenang Safira melewati Adit, tapi lelaki itu mencekal tangannya.
"Bagaimana malam pertama dengan adikku?" tanyanya mencemooh Safira.
"Lepaskan Mas, bukan urusanmu!"
Tetiba Abiyya muncul dari balik pintu, melihat mereka tengah berseteru. "Mas Adit, tolong lepasin tangan istriku!"