Bab 7 : Still can not

1030 Words
Maria dan Helena duduk di samping tempat tidur Layla, terlihat gadis itu tengah meringkuk memakai selimut kesukaan kedua orang tua nya. Jika sudah seperti ini, bukan hanya mereka yang tak makan dan minum tapi juga gadis itu. "Nona," Helena menggeleng menahan tangan Maria yang ingin membangunkan gadis itu. "Biarkan Nona sendiri. Ayo, sebaiknya kita keluar." Kedua berjalan keluar kamar, meninggalkan Layla yang mulai terisak. Isakan mulai menggema di dalam kamar bernuansa biru laut itu. Rindu yang Layla rasakan semakin menumpuk, berbaur menjadi sesak. Sangat sesak sampai rasa nya ia ingin lenyap saja. Tak ingin memperburuk keadaan nya, dia bangun bergeser lalu berjalan ke luar kamar. Keadaan mansion senyap tak ada atifitas yang biasa mereka lakukan, ia melangkah menuruni tangga, menoleh melihat beberapa penjaga berdiri di hadapan kamar Leo. Layla berpikir, untuk apa juga dia sampai mengurung pemuda itu. 10 milyar memang tak kecil, ia hanya ingin berbuat baik tapi nyata anak itu tidak tahu akan niat nya. "Nona," Maxi datang menyapa nya, "Kau butuh sesuatu, biarkan pelayan melakukan nya." Kata Maxi lagi. "Biarkan dia, kalaupun anak itu ingin pergi biarkan saja. Toh, tidak ada gunanya menahan nya." "Tapi Nona, kau bilang dia akan berguna kan nanti nya." Maxi bingung dengan perempuan di hadapan nya. "Akan berguna jika dia tau diri. Aku tau, dia sangat ingin keluar dari sini. Jadi lepaskan saja, kita bukan siapa-siapa yang membuatnya harus memilih." Selepas itu, Layla kembali melangkah menuju suatu tempat. Tak jauh dari itu, Maria menatap punggung Layla yang perlahan menghilang dari pandangan nya. Ia beralih menatap penjaga yang menjauh dari kamar Leo. "Pakan Maxi, ada apa?" Tanya nya. "Kata Nona, biar kan saja." "Apa? Bukankah dia…" "Aku yang akan mengurusnya, kerjakan apa yang ingin kalian kerjakan." Maxi dan Maria menatap Helena yang berjalan ke arah kamar Leo, kemudian saling menatap. Maria menghela nafas. "Paman Max, aku harus keluar sebentar." Kata nya segera berlalu meraih tas nya. "Hati-hati." "Oke." Di sisi lain, Layla melewati lorong yang gelap kemudian memasuki ruang rahasia, dimana berkas kecelakaan pesawat yang menewaskan seluruh keluarga nya berserakan dan juga foto-foto yang ia dapat dari orang suruhan nya. Wanita itu duduk menyilang kaki, menyandarkan punggung nya menatap foto yang terpampang besar di dinding. "Mom, daddy. Maafkan aku, bukan menyia-nyiakan hidup dengan terus berharap. 17th sudah berlalu, mengapa rasa nya belum bisa merelakan kalian. Aku pun lelah, tapi bagaimana jika hati anakmu ini belum merelakan semua kenyataan itu." Layla memutar tubuhnya lalu berbaring menumpukkan kedua tangan di atas kepala. "I miss you guys, really miss you." Gumam nya memejamkan mata, mencoba untuk menenangkan hatinya. Sementara itu, Leo tengah duduk menunduk di pinggir kasur, menunggu apa yang ingin Helena sampaikan. Sebelum itu, "Maafkan aku." ucapan permintaan maaf telah membuat mereka terkena getahnya. Bukan kepede'an hanya merasa kalau mereka mendapat masalah karena kebodohannya. "Kau ingin keluar dari sini," Mendapat pertanyaan seperti itu, Leo mencoba menatap Helena. "Kalau benar ada nya, silahkan. Kau bisa keluar dari sini tanpa harus kabur seperti itu." Deg! Punggung yang sedari tadi membungkuk menegak mendengar ucapan Helena. Helena mengangguk. "Kau bisa keluar tanpa harus membayar hutang yang kau sebutkan itu. Kami bukan siapa-siapa mu, jadi untuk apa memberimu pilihan agar tetap di sini." Hati seorang Leo meronta-ronta ingin segera berlari keluar, namun kenapa tubuh nya merasakan penolakan. Ada apa dengan nya? "Nyo-nyonya bagaimana? Apa ini ulah Nona sombong itu, sampai dia melepaskan orang yang ia beli." "Aku tidak tahu maksud Nyonya membeli mu yang aku tau, mungkin maksud dia hanya untuk membebaskan mu dari wanita seperti ibumu." "Kenapa dia melakukannya di saat orang-orang tidak peduli, bahkan tak ingin ikut campur. Mengapa dia seperti itu?" "karena dia orang yang punya empati." "Bulshit!" Helena diam. "Orang yang punya empati sudah tidak ada selama ini, katakan saja apa yang dia inginkan. Dia menginginkan organku untuk keluarga atau…" "Dia hidup sendiri dengan para pelayan yang kau lihat Mansion ini, dia sebatang kara dan gadis yang kau sebut Nona sombong itu adalah pemilik Mansion ini." Kini giliran Leo yang terdiam tak percaya. "Dan satu hal lagi, tanggal 4 bulan depan dia memasuki usia 36 tahun." Helena berdiri, "Nona benar, seseorang akan berguna jika dia tau diri. Kau ingin keluar dari sini, silahkan pergi dan lupakan hutang piutan yang kau maksud itu." Helena keluar kamar dan sebelum menutup pintu, "Apa menurutmu menolong seseorang butuh alasan? Kalau seperti itu, Nona kami berbeda anak muda."Ucapnya segera menutup pintu. Kembali ke Leo yang merosot seakan tak bertulang. Pemuda itu memikirkan semua nya, pilihan ada padanya sekarang. Memilih pergi atau tetap berada di tempat yang menganggap keberadaan nya. • • • Hingga pukul 11 malam, Layla baru saja melangkah keluar dari tempat nya. Ekor matanya menyapu setiap sudut ruang yang terlihat senyap dan sedikit gelap, ia menjatuhkan pandangan nya pada foto keluarga Lincoln. Pandangan nya kembali menyapu setiap sudut ruang bagai roll film yang tengah berputar, dimana semua kejadian yang telah terjadi menjadi bayangan di ingatan nya. Tawa bahagia keluarga nya, terdengar pilu di pendengaran nya. "Layla," Putaran itu berhenti tepat di hadapan seorang wanita dengan dress putih melambai padanya. "Sayang, ke marilah. Maafkan kami nak, tapi kau harus kembali ke asrama sekarang." "Mom…" "Ayolah mom, Lay pusing jika terus berada disana." Punggung Layla berputar melihat sisi remaja nya tengah berjalan kesal ke arah wanita yang kini berkacak pinggang, dengan tatapan kesal. Wajah kesal yang Layla rindukan membuat mata nya berkaca-kaca. "Nenek kakek, lihat tuh menantu kalian dia sangat menyebalkan." "Layla, astaga anak ini." Layla bisa melihat dirinya tengah berlari memutari paman nya yang baru saja tiba. Suara tawa menggema membuat Layla kembali berputar, matanya menangkap sosok ayah yang tertawa bersama kakek dan sang nenek. Kali ini air mata tak bisa dibendung lagi, Layla menangis sesenggukan dan kenangan berupa bayangan itu kembali berputar. Tangisan nya semakin keras, ia berjongkok menutup telinga nya dan menangis sekeras-kerasnya. "Nona Layla!" Grep! Pelukan hangat seorang Helena tak cukup menghentikan tangisan Layla. Maxi dan Maria yang berada disana menatap perempuan itu khawatir, tak dipungkiri jika para pelayan pun berdiam diri tak jauh dari mereka bertiga. Termasuk pemuda yang berada di atas sana. Leo menatap perempuan yang dianggap seorang gadis sombong. Dada Leo merasa tertimpa benda berat yang terasa, "Kenapa disini terasa sakit?" Bergumam memegang d**a nya bingung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD