08:35
Semua aktifitas kembali berjalan seakan semalam hanya angin lalu, seperti Layla yang tengah memejamkan mata saat Jenny memoles wajah nya dengan lembut.
Rose mengelilingi ruangan memilih barang yang akan Layla pakai, sedangkan Jisoo baru saja bergabung dengan yang lain dengan nampang di tangan nya.
"Miss, your breakfast."
Layla membuka mata, menerima nampang tersebut.
"Done." Seru Jenny tersenyum senang melihat hasil karya nya.
Layla mengangguk meraih menyendok sarapan, menatap pantulan wajahnya di cermin. Ia melirik Rose dan Lisa yang tersenyum ke arah nya, dia pun berbalik menatap pilihan mereka.
"Oke."
Lisa dkk semakin mengembangkan senyuman nya, karena kali ini Nona nya tak rewel seperti biasa nya.
Layla mulai memasang outfit nya, high heel hitam bercorak putih bagian pinggir, baju daleman putih dan blazer hitam jangan lupakan pants hitam yang bercorak putih di tengah menjulang ke bawah.
Siap dengan pakaian, Layla meraih anting berbentuk bundar kecil dihiasi beberapa permata putih jernih, gelang yang juga dihiasi permata dan juga cincin lagi-lagi dihiasi permata, jangan lupakan sedikit semprotan parfum di tangan.
Kali ini, Layla mengenakan outfit bertema kan hitam dan putih sangat kontras dengan kulitnya yang seputih s**u itu.
Wanita itu merentangkan tangan nya meminta penilaian para pengasuh kepercayaan nya, yang mendapat balasan anggukan kepala dengan jempol tangan mereka.
Layla meraih Gucci's Marmont Bag nya, "Kerja bagus, guys." Ucap nya berjalan keluar kamar.
Para pelayan berbaris mendengar langkah Layla, "Selamat pagi, Nona." Sapa mereka yang hanya mendapat anggukan.
Leo yang baru saja keluar kamar mengarahkan pandangannya ke bawah, matanya menangkap sosok Layla yang tengah berjalan dengan wibawa nya sebagai wanita karir.
Pemuda itu telah mengetahui siapa keluarga Lincoln yang sebenar nya, dari ponsel yang Helena berikan pada nya siang kemarin.
Pekerjaan itu butuh loyalitas. Ketika mendapatkannya kita mesti berjuang mempertahankan posisi tersebut, dan kini Leo tau seperti apa itu loyalitas. Dimana harus berpura-pura terlihat sempurna dengan apapun untuk melupakan sesuatu yang mungkin menyakitkan untuk diingat kembali.
Jika sudah seperti itu, sudah saat nya ia melupakan masa lalunya yang kelam dan mulai menata kehidupan yang baru dengan menerima semua nya.
Benar. Akan berguna jika dirinya tau diri akan pertolongan dari mereka terutama Layla.
Deg!
Mata Leo melotot memegang d**a nya, merasa sesuatu di dalam sana seakan ingin keluar dan berlari ke arah… ia dengan cepat menggeleng kemudian kembali ke dalam kamar.
Pemuda itu tampak bersandar pada daun pintu dengan tangan masih berada di d**a. Di dalam sana semakin berdetak ketika ingatan dimana ia menolong wanita itu, begitu juga saat wajah mungil nya yang penuh dengan make up layak nya badut namun terlihat menggemaskan dan… cantik.
"Apa!" Leo memukul kepala nya melangkah lebar ke arah kasur, mengibas selimut menutup seluruh badan nya. "Dasar gila!" Umpat nya.
Di sini lain, Layla baru saja tiba dan memasuki gedung Diamond Secret dimana para pegawai menunggu kedatangan nya.
Cepat sekali ya, ckckck˚ㄥ˚
Hari ini, dia akan kembali mencetak prestasi di saat kerja sama nya dengan Dubai Alibata berjalan lancar.
"Selamat pagi Presdir." Salam para karyawan dengan memberikan bow sebagai hormat mereka.
"Presdir, kedua kedutaan dan orang-orang dari Dubai Alibata sudah berada di ruang meeting." Kata Alex salah satu direktur perencana di sana.
Selagi mereka berjalan, pria berusia 24th itu menyodorkan berkas ke arah Maria.
"Semua sudah siap 'kan?" Tanya Maria.
"Sudah Presdir. Dengan bantuan Tuan Max, kami menyiapkan nya lebih cepat dari sebelum nya." Kata nya sambil melirik Maxi di samping kiri Layla.
Maria mengangguk melirik Maxi yang tengah mengacungkan jempol, tanpa membalas lirikan nya.
"Dasar," Kekeh Maria.
Sebelum memasuki ruangan, Layla sejenak berhenti menghirup udara sebanyak-banyak nya.
"Hufff… mari lakukan seperti biasa." Ucap Layla.
"Baik Presdir."
Pintu terbuka, senyum manis ala Layla Margaretha Lincoln tercetak menyapa orang-orang penting di dalam sana.
Di saat Layla tengah berusaha yang terbaik dihadapan klien nya, Leo masih berada dalam selimut tebalnya.
Pemuda itu sama sekali belum keluar lagi, tak peduli pada apapun atau tidak takut orang-orang di sana akan mengusir nya.
Pikiran seorang Leo tertuju pada sosok Layla, yang entah mengapa detakan jantung nya terasa tak normal.
"Seperti nya, jantungku bermasalah." Gumam nya berdesis kesal. "Bagaimana ini, bagaimana kalau dia semakin ingin keluar ketika melihat gadis kecil… maksudku perempuan itu. Aich… menyebalkan!" Ia bangun mengibas selimut, "Ada apa denganku sih, hah!" Menendang-nendang selimut dengan kesal.
Di sana Layla tengah sibuk menjelaskan struktur dari karyawan nya, sedangkan Leo sibuk membenahi hati nya yang berniat meminta maaf pada Layla nanti nya.
Tapi masalah nya, apa dia bisa menatap wajah perempuan itu. Perempuan yang sudah… Leo membenamkan wajahnya di bantal lalu berteriak keras. Ia mengingat semua ucapan nya yang sedikit vulgar pada Layla, oh astaga… mati lah dia.
Tok tok tok
Lana menggeleng menoleh menatap Helena, ketika ketukan nya tak mendapat balasan.
Wanita paruh baya itu menghela nafas, "Biarkan saja, dia akan keluar jika sudah lapar." Kata Helena berlalu pergi. Tak tahu saja, seorang Leo pantang untuk meminta.
Ceklek… ! Seperti nya tidak untuk sekarang-_-||.
Helena berbalik melempar tatapan bingung pada Leo. Anak itu tampak kacau, "Bagaimana, sudah memutuskan untuk— "
"Kapan Nona som… maksudku kapan Nyonya akan pulang,"
Walau bingung Helena tetap menjawab, "Mungkin dia sedikit sibuk hari ini. Ada apa?" Kata nya berbalik bertanya. Terdengar helaan nafas di sana. "Why? Apa kau butuh sesuatu,"
Leo menggeleng.
"Lalu?"
"Hhh… ak-aku ingin meminta maaf pada nya. Saat kami bertemu kemarin, aku mengatakan sesuatu yang sedikit… vulgar padanya." Bisik nya diakhir kata, ia menunduk memainkan ujung baju nya.
Helena terkekeh. "Perlu kau tau nak, Nona Layla memang tak pernah berhubungan dekat atau mengenal kata pacaran. Tapi… "Helena mendekati Leo sedikit berbisik, "Dia sangat tau bermain dengan pria," 'Di alam mimpi nya.' Lanjut Helena membatin. "Dan kau sudah melakukan— "
"Melakukan apa," Leo menyela ucapan Helena dan menengadah menatap wanita paruh baya itu.
"Tak usah dipikirkan. Jika kau lapar, minta sama mereka." Helena berbalik meninggalkan Leo yang tengah penasaran akan kelanjutan nya. Kalau tau seperti itu, dia tidak akan…
"Ah...kasihan sekali anak itu, lagi-lagi harus menahan hasrat dan gairah nya untuk bermain dengan pria-pria pemuas nya karena anjuran dokter." Helena mengulum bibirnya menahan tawa.
Kembali ke Leo yang kini terbelalak mendengar kalimat Helena. Ia menoleh melihat Lana dan lain nya, "La-lana i-itu… "
"Maaf Tuan."
"Aich." Leo kembali ke kamar dan menutup pintu dengan keras, membuat para pelayan nya tersentak kemudian terkikik geli.
"Mereka berdua sangat cocok, sama-sama polos." Kata Helena yang tengah menyiram tanaman di halaman belakang mansion Lincoln.