Firasat

938 Words
Jakarta, 2002 *** “Kamu suka bertemu Kak Raya??” Tanya Jovan ketika kami sedang dalam perjalanan menuju rumahku. Hari sudah sore jadi kami memutuskan untuk berpamitan pulang karena takut terlalu malam ketika sampai di Jakarta. Aku sempat melihat sorot mata Jovan meredup ketika dia melambaikan tangan pada Kak Raya. Dia pasti merindukan Kakaknya sehingga merasa sedih karena harus kembali berpisah. “Aku suka” Jawabku sambil tersenyum. Jovan balas tersenyum sambil mengusap kepalaku. Aku memejamkan mata karena mulai merasa kantuk. Seharian ini aku sama sekali tidak beristirahat. Tadi pagi setelah pulang dari Gereja aku sejera meminta diantar menuju ke apartemen Jovan dengan alasan mengerjakan tugas kelompok. Selanjutnya kami segera menuju rumah Kak Raya.. dan sekarang badanku terasa benar-benar lelah. “Tidurlah kalau kamu ngantuk. Nanti kubangunkan ketika sudah sampai” Kesadaranku baru akan terenggut ketika aku mengingat sesuatu. “Kak?” “Hm” Gumam Jovan. “Kapan kita menemui Kakak pertamamu? Aku juga ingin bertemu dengannya” *** Aku berjalan dengan santai melewati Papa yang sedang asyik bermain dengan anak haramnya. Oh, benar-benar pemandangan yang menjijikkan. Sejak aku kecil Papa jarang meluangkan waktu bersamaku, tapi karena anak haram itu Papa jadi sering di rumah saat ini. “Kamu dari mana saja?? Kenapa baru pulang??” Tanya Eyang yang tidak sengaja berpapasan denganku di ujung tangga. Aku terpaksa berhenti dan tersenyum padanya. “Tadi aku sudah berpamitan untuk pergi ke rumah temanku. Ada tugas kelompok” Jawabku pelan. Eyang terlihat curiga padaku. Ini buruk, aku tidak pandan membuat alasan. Sekalipun aku sering berbohong, kadang otakku suka kesulitan untuk beralasan. “Kenapa sampai malam begini??” Tanya Eyang sambil mengusap rambutku. “Ada banyak tugas, Eyang. Sudahlah, aku lelah seharian ini, aku ke atas dulu” Kataku sambil mulai menaiki tangga menuju kamarku. Aku membuka pintu kamar lalu berjalan mendekati ranjangku. Merebahkan diri sejenak sebelum mandi terasa menggiurkan saat ini. Apalagi punggungku terasa benar-benar lelah. Baru saja aku memejamkan mata, aku mendengar pintu kamarku diketuk. Oh, sial! Apa lagi ini?? Aku ingin istirahat. Dengan malas aku berjalan mendekati pintu dan mendapati seorang pelayan sedang berdiri di depan pintu. “Kenapa menggangguku, sih?” Tanyaku dengan cepat. “Maaf, nona. Tapi nyonya meminta Anda untuk datang ke kamarnya” Katanya sambil menunduk. Nyonya? Hanya ada satu orang yang dipanggil begitu di rumah ini. Mama. Ada apa Mama meminta aku ke kamarnya?? “Aku akan ke sana sebentar lagi. Katakan padanya aku sedang mandi” Kataku sambil menutup pintu dan segera berjalan menuju kamar mandi. *** “Apa Mama mencariku??” Tanyaku sambil berjalan mendekati ranjang dimana ada Mama yang sedang menonton acara fashion­ di televisinya. Mama menepuk ranjang di sampingnya membuat aku jadi duduk di dekatnya. Ini sama seperti saat aku kecil. Aku suka tidur dan duduk di dekat Mama. Yaa, sekalipun ketika aku tumbuh besar Mama tetap memperhatikanku dan berada di sampingku, tapi rasanya berbeda. Dan sekarang malah lebih buruk.. Mama jarang bisa kutemui karena dia lebih sibuk mengurung diri di dalam kamar dan tidak mau diganggu oleh siapapun juga termasuk aku. “Kamu dari mana??” Tanya Mama tanpa mengalihkan pandangannya dari televisi. Aku tahu ini adalah acara kesukaan Mama. Acara fashion yang dilaksanakan setahun sekali di salah satu kota mode terkenal di dunia. “Aku baru pulang dari mengerjakan tugas kelompok. Ada apa” Tanyaku. “Jangan berbohong. Mama mengenalmu, Meera” Kata Mama. Aku mengernyitkan dahiku. Apa maksud Mama?? Apa dia tahu kebohonganku?? “Ma...” “Kamu pergi ke Bandung?? Bersama siapa??” Tanya Mama. Aku mengedipkan mataku beberapa kali. Dari mana Mama tahu kalau aku pergi ke Bandung? Tidak mungkin kan kalau Mama hanya asal menebak saja. “Mama sudah mempersiapkan segalanya, Meera. Keluarga ini sudah banyak menyakiti Mama, kamu tidak akan tinggal diam, kan??” Tanya Mama sambil menatap lurus ke arahku. “Iya, Ma” Jawabku kemudian. “Selama bertahun-tahun Mama selalu ditekan. Lalu sekarang mereka menghianati Mama. Kamu tidak akan biarkan ini semua terus terjadi, kan Meera??” Tanya Mama. Aku mengangguk dengan cepat. Mengenai rencana Mama untuk menghancurkan keluarga ini, aku sudah menyetujui rencana itu dengan sebuah syarat. Aku hanya akan menyingkirkan w************n dan anak haramnya saja. Aku tidak akan benar-benar menghancurkan segalanya. Aku hanya merebut apa yang memang milikku saja, tidak lebih dari itu. Dan Mama sudah menyetujui syarat itu. Katanya yang terpenting hanyalah aku yang menjadi pewaris utama. “Siapapun itu, Mama tidak akan biarkan dia menghancurkan rencana ini, termasuk kamu” Kata Mama. Aku kembali mengangguk dan menunggu kelanjutan ucapan Mama. “Jadi siapa yang membawa kamu ke Bandung??” Tanya Mama. “Ee, itu.. dia temanku. Teman sekolah” Jawabku. Bukankah sudah pernah kubilang jika aku tidak ingin keluarga ini mengetahui hubunganku dengan Jovan?? Entahlah, aku punya firasat buruk tentang ini, jadi kuputuskan untuk tidak menceritakan hubunganku dengan Jovan. “Jauhi dia, Meera. Kamu tidak seharusnya berteman dengan orang biasa. Dia bisa merusak segalanya” Kata Mama. Aku membelakkan mataku. Orang biasa?? Jovan tentu bukan orang biasa. Jika dibandingkan, kami mungkin memiliki jumlah kekayaan yang sama. Jadi Jovan sebenarnya juga adalah rang dari kelas atas seperti keluarga ini. Tapi aku tentu tidak akan memberitahukan fakta itu kepada Mama. Jadi.. kuputuskan untuk mengangguk. “Baik, Ma. Tapi aku tetap bisa ke rumahnya untuk mengerjakan tugas, bukan??” Tanyaku. “Hanya mengerjakan tugas. Tidak lebih dari itu. Jangan lagi bepergian dengannya, itu tidak baik untukmu” Kata Mama. Aku menganggukkan kepala. Setelahnya aku pamit untuk kembali ke kamarku. Rasa-rasanya hubunganku dengan Jovan akan diuji untuk yang pertama kalinya. Ah, aku tidak sabar menanti itu semua. Kuharap kami akan baik-baik saja karena entah bagaimana kali ini firasatku mengatakan akan ada hal buruk yang menimpa hubungan kami. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD