Skalla-17

1974 Words
Setelah kejadian pertengkaran Gala dan Gevit beberapa hari yang lalu, Alena tidak menghubungi keduanya. Sampai pada hari ini, tepat di hari jumat, gadis itu menghubungi Gevit. Untuk yang pertama kalinya dia mengontak Gevit lebih dulu, biasanya Gevit lah yang harus mengontak dirinya jika ingin ada komunikasi. Dan paling banyak Alena abaikan, karena dia tak tertarik sama sekali dengan chat yang dikirimkan oleh Gevit. Isinya hanya basa-basi tidak penting. Cakep sih, tapi kalo nggak sefrekuensi buat apa? Bahkan Gala yang lebih  menyenangkan aja Alena tinggalkan, apalagi hanya Gevit. Pagi ini mungkin menjadi awal yang menjengkelkan bagi Alena, karena saat dia pergi ke rumah Leo, kata mbak yang kerja di rumah cowok itu, Leo sudah berangkat ke sekolah. Tanpa sepengetahuan papa nya, dia juga memberhentikan supir pribadinya karena Alena rasa dia tidak terlalu membutuhkan pak supir. Mungkin ini karma, sekarang dia tak tau harus menghubungi siapa. Gala? No. Alena sudah berniat menjauhi cowok itu agar Gala bisa cepat move on darinya. Naik ojol? Malas. Lalu dia teringat pada Gevit, untung saja cowok itu bersedia menjemputnya. Dari kejauhan siluet Gevit nampak. Cowok itu mengendarai motor hitamnya seperti biasa, helm full face menutupi wajahnya, menyisakan dua mata yang tak begitu nampak di dalam kungkungan benda bulat dan berat itu. “Pagi, Al” sapa Gevit bersahabat, Alena hanya menjawabnya dengan senyum singkat. “Tumben minta jemput” katanya lagi. “Sori ya kalo ngerepotin lo” “Nggak masalah, lagian gue kan emang sering nawarin buat antar jemput lo, tapi lo tolak, yaudah… berangkat sekarang?” “Nunggu lebaran juga nggak pa-pa sih, Ge”  Gevit tergelak, cowok itu kembali menjalankan si hitam menuju sekolah. Menahan untuk tidak melakukan hal-hal bodoh, Gevit mencoba tetap tenang meski hatinya jedag jedug tak karuan apalagi saat merasakan tangan Alena melingkar di perutnya. Dia benar-benar tak bisa menahan senyum lebar itu. Terima kasih untuk adik laknatnya karena hari ini memutuskan untuk tidak masuk sekolah. Sepanjang perjalanan tidak ada pembicaraan apapun, Gevit sibuk menyetir seraya membatin sementara Alena sibuk mengamati padatnya jalan raya pagi hari. Maklum, karena jam-jam pagi para pekerja dan anak sekolah berangkat bersamaan, jadi wajar kalau jalanan macet. Motor hitam itu akhirnya sampai di sekolah, “Pagi, pak” sapa Gevit pada guru piket yang tengah berjaga di gerbang. Seperti biasa yang hanya menanggapi dengan seadannya, Leo dan Vero seperti biasa masih nangkring di parkiran. Kebiasaan seperti ini sudah sejak lama mereka lakukan, menunggu satu sama lain, lalu ke kelas bersamaan.  “Jiakh, udah nempel aja mereka” komentar Vero seraya nyengir lebar, berbanding terbalik dengan Leo yang hanya tersenyum tipis yang dipaksakan.  Alena segera turun saat mesin motor Gevit mati, “Thanks, Ge” “Yo’i”  Alena tanpa menyapa Leo dan Vero langsung ngacir menjauh dari sana. Gevit melepaskan helm nya, lantas menyugar rambut. Gila, bangga banget punya wajah tampan seperti ini. Cowok itu tersenyum congkak khas orang bercanda. “Ceilah, udah main jemput-jemputan aja nih.” goda Vero mendekati Gevit. “Apaan sih. Cuma jadi pelampiasan doang gue mah, Leo kan berangkat duluan, jadi dia nggak ada yang jemput” “Miris” Vero menggeleng-gelengkan kepala. Kesal? Tentu tidak, Gevit malah ngakak. Mereka bertiga berjalan bersamaan menuju kelas. Masih seperti hari-hari biasanya, banyak pasang mata yang tertuju mereka.  Langkah kaki Gevit spontan berhenti saat Aurin mendadak berdiri di depannya. Gadis itu menatapnya dengan kesal.  “Minggir, ah, kita mau lewat” sela Leo, tapi Aurin tak menanggapi. Tatapan matanya masih tertuju pada Gevit. “Lo mau ngapain sih?” Aurin memasang wajah seolah ingin menangis, seakan Gevit sudah menyakiti gadis itu. “Lo kok jahat sih. Selama ini gue udah coba sabar deketin lo, tapi nggak pernah sekalipun lo tanggapin. Gue kurang apa sih di mata lo, Ge?” “Bujuk buseeet, ini cewek frontal banget ngomongnya” Vero mengelus d**a melihat kelakuan Aurin. Berteman dekat dengan Gevit membuat Vero tau, kalau perilaku Aurin yang suka caper membuatnya semakin ilfeel. Bahkan mungkin sekarang Gevit sudah hilang respect pada cewek itu.  “Kurang sadar diri aja sih” kali ini Leo yang menjawab dengan wajah datar, Aurin menoleh ke arah cowok itu dengan ekspresi marah. “Apa? Bener kan lo kurang sadar diri deketin orang yang jelas-jelas nggak tertarik sama sekali sama lo.” lanjut Leo, tak peduli jika Aurin tersinggung. “Gue lagi nggak tanya sama lo.” ketus Aurin. Tatapannya kembali ke arah Gevit yang sedari tadi masih diam.  Cowok itu merogoh saku celana nya, mengeluarkan ponsel. Gevit mendial nomor Alena, tak lama panggilan mereka tersambung. “Ya, Ge?” “Al, lo siapa gue?” “Hah? Maksudnya gimana?” “Status” “Ooohh, pacar.” Tut. Aurin mengepalkan tangan erat-erat, dia baru tau kalau Alena dan Gevit sudah berpacaran. s**l, s**l s**l! “Lo denger sendiri, kan? Gue sama Alena udah pacaran. Jadi nggak ada alasan buat gue ngelirik cewek lain.” Setelah itu Gevit melenggang pergi, disusul Leo dan Vero yang membuntuti dibelakangnya.  Di tempatnya, Aurin menahan kesal setengah mati. Bagaimana mungkin Gevit bisa mendapatkan Alena semudah itu? Cewek itu menghentakan kakinya ke lantai. “s****n lo Alena!” -Tahubulat- “Lisa!” Gadis cantik bermata kucing dan sedikit tomboy namun punya vibes bayi itu menoleh, dia menatap seseorang yang tiba-tiba memanggilnya. Dari kejauhan, Lisa melihat sosok Vero berlari ke arahnya. Bibir tipis Vero mengkurva, tatapan mata tajamnya melengkung seperti bulan sabit, garis rahang nya yang lancip tanpa double chin membuat Lisa hanya sanggup berkedip tanpa bernafas. “Lis, gue nitip ini ya buat Letta” Vero mengulurkan kantong plastik berisi makanan, karena saat istirahat tadi dia tak melihat keberadaan cewek itu.  Lisa menyelipkan anak rambutnya di belakang telinga, lalu tersenyum canggung. “Itu, anu kak. Letta nggak masuk, dia sakit” “Sakit?” bola mata Vero melebar, kabar terbaru. “Sakit apa?” “Ah, katanya sih cuma demam biasa kak, kemarin sempat pingsan” “Astaga!” Vero terkejut, tapi tak lama cowok itu mengubah kembali ekspresi wajahnya. “Oke deh, thanks ya informasinya.” cowok itu meraih tangan Lisa, meletakan kantong plastik itu ditangan Lisa. “Buat lo, dimakan ya” tak lupa, Vero mendaratkan sebuah usapan lembut di kepala Lisa. “Makasih, Kak” “Sama-sama” Punggung Vero menjauh, Lisa menatap makanan dan sosoknya bergantian. Cewek itu menggigit bibirnya kuat-kuat, lantas tak lama berteriak. “Kyaaa!!! Gue dikasih makan siang sama kak Vero!!!!”  Kalian tidak akan pernah menyangka, bahwa Lisa si manusia cuek dan malas pacaran, sekarang tersipu malu dengan wajah memerah seperti kepiting rebus! Hanya satu orang yang bisa membuatnya segila ini. Vero Orlando. Melanjutkan langkah menuju kelasnya dengan hati yang berbunga-bunga, Lisa menyapa kedua temannya dengan cengiran lebar. “Hai!” “Wah, kerasukan jin mana lagi nih anak” komentar Sasha seraya menempelkan punggung tangannya di jidat Lisa. Tapi tak lama, Lisa menepis tangan Sasha. “Palelu kerasukan jin!”  “Bukannya lo habis dari ruang osis ya, Lis, kok balik-balik bawa makanan” Angel sudah mengobrak abrik makanan itu. Di dalamnya ada sekotak s**u low fat dan mie gacoan level 3.  “Anjiirr! Balikin!” Lisa merampas sumpit yang ada di pegangan Angel, padahal cewek itu siap untuk menyantap barang satu dua suapan. Angel mendengus kesal. “Ntar gue beliin, tapi jangan makan yang ini, oke cantik?” Lisa menarik pipi Angel gemas. “Cieilaaah, makanan dari siapa tuh?” Sasha menyela dengan muka-muka julidnya.  “Kepo!” “Kepo tanda sayang ya, beb!” “Jijik, Sha..” Angel merotasikan bola matanya, cewek itu beranjak dari tempat duduknya.  “Mau kemana lo?” Tanya Lisa kemudian. “Kepo!” Lisa tersenyum lebar dibuat-buat, “Anak babi emang gak bisa dibaikin” gumam nya, membiarkan Angel pergi sendirian.  “Sepi ya, nggak ada Letta” Sasha menopang dagunya bosan. Lisa ingin mengiyakan, tapi dia diuntungkan dengan ketidakhadiran Letta kali ini. Andaikan Letta masuk, dia hanya akan jadi kurir titipan tadi. “Lisa!” “E-eh, apa?” Lisa tergagap, dia kaget saat Sasha mendorong bahunya. “Malah bengong. Pulang sekolah ke rumah Letta yuk?” Lisa yang dari awal tidak fokus pada apa yang dikatakan oleh Sasha hanya mengangguk mengiyakan. Pikirannya dipenuhi oleh senyum manis Vero.  "Lo aneh deh, habis ketemu sama siapa sih? Dan ini, makanan dari siapa?" Ya tuhan, sepertinya tingkat ke kepoan Sasha meningkat beberapa level sekarang. "Seseorang" "Cowok apa cewek nih?" "Kepo!" "Hmm, mencurigakan" Sasha menyipitkan matanya, menatap Lisa penuh curiga. Apalagi, cewek itu malah mesam mesem sendirian. "Lagi mikirin siapa sih? Mesam mesem mulu" “Kalo gue bilang lagi mikirin cowok, lo pasti kaget---” Sasha spontan berdiri, dia menatap teman-teman sekelasnya. “TEMAN-TEMAN! KIAMAT SUDAH DEKAT!” “ANJENG!” Lisa memaki temannya satu ini spontan. -Tahubulat- “Gue mau ngomong sebentar sama kalian” Ketiga cowok yang tengah mengemasi alat tempurnya kompak menatap Gevit, Leo melanjutkan menutup resleting tas sekolahnya. Sementara Alfa dan Vero langsung mematikan ponsel mereka masing-masing. Kelas mulai sepi saat bel pulang sekolah berbunyi lima belas menit yang lalu. Kebiasaan mereka pulang terlambat untuk menghindari berdesakan saat di parkiran. Tok.tok. Daniel datang dengan wajah tanpa ekspresi, dia tau alasan kenapa dipanggil disini. “Masuk aja, Niel” kata Gevit, Daniel masuk, dia duduk di salah satu bangku kosong yang ada disana.  “Mau ngomong apaan sih? Kok ada Daniel segala” celetuk Leo yang memang tidak begitu paham. Gevit menelan saliva nya, belum pernah dia segugup ini saat ditatap teman-teman dekatnya sendiri. Apalagi tatapan mereka intens sekali. Satu menit, dua menit, tiga menit. Semua ucapan Andini dan Letta kembali berputar di benak Gevit, dia harus melakukannya sekarang. “Yang menyebar berita tentang Alfa… itu gue.” Ucap Gevit to the point. Tak ada yang bereaksi, semuanya diam. Hanya deru halus ac yang terdengar. Gevit menatap mereka satu persatu. “Gue minta maaf, gue tau gue g****k--” “g****k banget kalo kata gue” Leo menyela, wajahnya sedatar tembok kelas. “Sekarang gue percaya, kalo nggak ada manusia yang sempurna. Gue juga percaya, kalo nggak ada pertemanan yang tulus.” lanjut Leo. “Hanya karena Alena lo jadi g****k gini, Ge” Sementara Daniel hanya diam, jujur saja dia malas menonton adegan dramatis antar persahabatan seperti ini. Dia sudah pernah mengalaminya dulu dengan Lucas, dia juga pernah bertengkar tapi sekarang mereka baikan lagi. “Gue emang minta tolong lo buat deketin gue sama Aletta, Ge, tapi nggak pake cara kotor seperti ini” sambung Vero menambahi.  Kali ini dia benar-benar kecewa dengan Gevit. Menjatuhkan orang lain demi membantunya. “Gue masih berharap kalau setelah ini lo bilang happy birthday ke gue, Ge” Kali ini Alfa yang buka suara. Leo menatap ke arah sumber suara, Alfa menatap Gevit juga dengan sama datarnya. “Bisa-bisanya lo ngelawak di situasi kayak gini”  Alfa hanya mengangkat bahu. Seakan dia tak masalah dengan pengakuan Gevit barusan. “Dia ngelakuin itu buat temen sih, dan gue lihat Gevit dari sisi yang berbeda, =dia bakal lakuin apapun buat temen. Kalo ditanya marah apa enggak, nggak. Gue nggak marah, biarin semua orang cap gue sebagai pembully gue nggak peduli sih” “Al--” “Lain kali kalo mau ngelakuin sesuatu dipikir dulu ya, Ge” Alfa bangkit dari kursinya, “Gue duluan” setelah itu dia melenggang pergi keluar dari kelas.  Vero dan Leo menyusul setelahnya tanpa berkomentar. Gevit mengusap wajahnya kasar.  “Ini gue dipanggil buat jadi penonton doang tanpa dikasih panggung buat ngomong?”  Disaat seperti ini, bisa-bisanya Gevit malah tertawa. Cowok itu meminta maaf pada Daniel. “Maaf ya, Niel.” “Nggak masalah, Ara udah mengaku sama gue” Daniel bangkit, dia menepuk pundak Gevit. “Lain kali kalo urusannya sama cewek, lo bisa konseling ke gue” Daniel mengedipkan sebelah matanya. Kalo Daniel mah gak usah diragukan lagi ilmunya! "Sa ae lo!" Gevit ikut bangkit. "Nggak pa-pa, namanya juga pertemanan. Kalo nggak ada perselisihan sesekali, monoton. Percaya deh sama gue, mereka bakal maafin lo kok" "Hm, I wish sih gitu, Niel"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD