Penawaran Arwana

1129 Words
Di ruangan serba biru muda. Shakira tertegun sejenak usai mencerna cerita dari Lisa yang kini duduk di sampingnya sambil membawa makanan. Berita Daffin ditangkap polisi pun sudah terdengar oleh Shakira dari Lisa yang mendapatkan kabar viral melihat di tiktik. "Nggak mungkin Mas Daffin seperti itu. Dia nggak mungkin mencuri di rumah Arwana. Ini pasti fitnah," kilah Shakira menangis tanpa bersuara dengan air mata yang berlomba-lomba berkejaran. "Shakira, tenang. Lebih baik kamu sembuh dulu. Jangan pikirkan yang macam-macam." Lisa mengusap-usap punggung tangan Shakira. Tak berselang lama. Dokter masuk dan satu perawat. Maka Lisa pun bergegas keluar dari ruangan tersebut. Dokter melempar senyum kepada Shakira. Usai periksa kondisi Shakira yang sudah membaik, maka wanita itu sudah bisa pulang hari ini, sedangkan Shakira hanya tertegun dengan pandangan kosong. Dia mengabaikan ucapan dokter, sampai si dokter pergi. Lisa pun kembali masuk. Dia sumringah sekali karena mendapatkan kabar bahwa Shakira dapat pulang hari ini. Lalu Lisa segera membereskan pakaian Shakira. "Aku sudah bayar sisa biaya administrasinya. Sebelum ke sini aku ke penjara menemui Daffin dan dia menitipkan uang untuk pengobatanmu dan ibumu," seloroh Lisa. "Terima kasih. Boleh aku temui suamiku?" pinta Shakira menatap sendu Lisa. "Maaf, Daffin tak boleh kamu datang untuk menjenguknya." "Kenapa?" "Suamimu bilang. Dia pasti bisa menyelesaikan masalah ini," jawab Lisa sambil mendorong kursi roda, lalu dia menolong Shakira agar duduk. "Aku mohon. Antarkan aku ke sana," rengek Shakira sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dadaa. Akan tetapi, Lisa tak mengindahkan permintaan Shakira. Lisa terus mendorong kursi roda Shakira. Bergegas meninggalkan ruangan. Shakira pun meminta agar diantar ke ruang rawat sang ibu. Sepanjang koridor rumah sakit. Shakira berusaha membujuk Lisa agar mau mengantarnya ke kantor polisi, tetapi Lisa sudah menepati janji kepada Daffin. Tiba di depan ruangan sang ibu. Lisa langsung menyeka air matanya. Dia menampakkan wajah yang baik-baik saja di hadapan sang ibu. Shakira memang selalu pintar menyembunyikan perasaan serta kesedihannya di depan sang ibu. "Apa kabar, Bu?" tanya Shakira melempar senyum. "Ibu mau pulang." "Ibu mau pulang ke mana? Ibu harus di sini dulu. Agar cepat sembuh." "Tapi, kalau Ibu di sini terus. Biaya pengobatan akan semakin membengkak," keluh wanita paruh baya itu menatap nanar manik mata Shakira yang memang tampak berembun. Shakira terdiam membisu sejenak mencerna ucapan sang ibu. Seakan-akan sedang mencari jawaban yang tepat. Sejurus kemudian dia mendekatkan bibirnya ke pipi sang ibu lalu menciuumnya. "Intinya Ibu sehat dulu. Nggak usah mikirin biaya," bisik Shakira. Sementara itu di lain tempat. Kini di ruangan yang hanya ada tikar yang tergeletak dan kamar mandi di dalam dengan lampu remang kekuningan menyoroti tajam kepada Daffin yang terduduk di dekat jeruji besi. Dia hanya sendirian sepanjang malam hingga sekarang. Berusaha menegaskan bahwa dirinya tak bersalah sia-sia. Ternyata pernyataannya diabaikan oleh polisi yang lebih percaya ucapan Arwana. Terdengar suara derap langkah kaki. Sontak Daffin melirik ke arah sumber suara tersebut yang ternyata itu adalah Arwana yang baru datang sembari melempar senyum. "Kakak iparku di mana? Dia tak ada di rumah?" tanya Arwana. "Kau tak boleh tahu. Di mana istriku," jawab Daffin tegas. "Padahal aku cuma ingin memberikannya uang untuk sehari-hari. Dia pasti tak punya uang karena suaminya kini hanya bisa meringkuk di hotel bintang ini. Bagaimana semalam nyenyak tidur di sini?" Arwana mengejek sambil menatap nyalang kepada Daffin. "Makanya jangan macam-macam padaku. Kau sudah lancang membawa Desi naik motor rongsokmu itu," lanjutnya. "Aku hanya tukang ojeg katamu. Kenapa harus cemburu?" sindir Daffin. "Diam ... siapa pun yang berani menyentuh istriku. Maka akan tahu akibatnya. Meskipun, itu adalah kamu kakakku," bisik Arwana. Daffin geram. Dia berdiri sambil meremas besi jeruji. "Kau licik sama seperti Kennedy!" "Hahahahhaaa!" Arwana tertawa terbahak-bahak, lalu berbalik badan beranjak pergi meninggalkan Daffin. "Arwanaaaa!" teriak Daffin. Sampai satu penjaga yang ada di sana langsung membentak Daffin agar tenang dan diam. "Saya tak bersalah." Daffin memukul besi-besi jeruji yang kini menahannya untuk bertemu dengan Shakira. Dua hari berlalu. Shakira menunggu Daffin dengan cemas. Dia pun tak mempunyai nafsu makan. Meskipun, Lisa masak setiap hari untuk membangkitkan selera makan Shakira. Namun, tak membuat wanita itu ingin makan. Pikiran Shakira masih tertuju pada Daffin yang tak kunjung pulang ke rumah. Padahal dia sudah sabar karena mematuhi perintah Daffin. Iya, dia memilih diam di rumah dan tak datang menjenguk keadaan Daffin. Tatapan nanar Shakira selalu melihat dunia luar dari jendela duduk, berharap jika sang suami datang dan melempar senyum kepadanya. "Shakira, makan dulu," ucap Lisa sambil menepuk pundak Shakira. Shakira menoleh dan mengulum senyum tipis. "Aku tak lapar." "Tapi, kamu harus makan. Lihatlah tak makan badanmu tambah kurus. Nanti aku akan ditegur oleh Daffin," keluh Lisa sambil menyodorkan sendok yang sudah berisi nasi dan ayam goreng. "Aku tak mau makan. Kenapa kamu tak bawa aku ke tempat Daffin? Aku sudah sabar di sini. Tapi, mana dia tak pulang-pulang?" keluh Shakira memelotot kepada Lisa. "Maaf, ini amanat dari Daffin." "Keluar dari rumahku. Biarkanku sendiri!" bentak Shakira. Lisa terhenyak mendengar ucapan Shakira yang seperti itu. Lekas dia menaruh piring di meja dan beranjak pergi meninggalkan Shakira sendiri. Menjelang malam. Suara ketukan pintu itu mengganggu Shakira. Maka dia pun lekas membuka pintu tersebut. Berharap jika itu adalah Daffin. Mata wanita itu membulat sempurna saat melihat tamu yang tak diundang itu masuk menerobos, lalu menutup pintu rapat-rapat. Tampak siluet tubuh lelaki itu menyodorkan amplop putih kepada Shakira. "Apa ini?" Shakira mengernyit. "Ini adalah uang untukmu. Tapi, ini tak gratis," ucap Arwana tersenyum lebar. "Kau jahat. Bebaskan kakakmu. Dia tak bersalah," pungkas Shakira. Jari telunjuk lelaki itu menempel di bibir Shakira dengan tatapan menajam yang seolah menelaanjangi wanita yang duduk di kursi roda. "Sssssttt ... kau hanya melayaniku. Dan aku akan membebaskan suamimu," bisik Arwana. Spontan Shakira mendorong tubuh Arwana. "Jangan macam-macam!" Arwana memangkas jarak mendekati Shakira. Wanita itu tak bisa lari, dia masih menggunakan kursi roda bersusah payah menghindari Arwana. "Jangan melawan," ucap Arwana terkekeh. "Shakira, layani aku. Maka Daffin akan menghirup kebebasan." Wanita itu berhenti dan menoleh kepada Arwana dengan tatapan menyalang. "Maumu apa?" Sementara itu di lain tempat. "Shakiraaaaaaaa!!" Tiba-tiba Daffin terbangun dan keringatnya mengalir sebesar biji jagung dari pelipis. Buru-buru dia mengusap wajahnya dan napasnya tersengal seketika teringat keadaan Shakira. "Semoga dia tak apa-apa," gumamnya. Lelaki itu ternyata mengalami mimpi buruk. Dia terduduk dan tertegun. Pandangannya mengedar berkeliling hening dan sunyi. "Bagaimana caranya agar saya bisa keluar dari sini?" Daffin berdiri dengan sorot mata tajam mencari celah untuk meloloskan diri. Entah kenapa malam ini dia benar-benar mengkhawatirkan keadaan Shakira? Tiba-tiba terdengar sayup-sayup suara orang merintih kesakitan. Daffin memasang kedua telinganya berusaha menangkap pendengarannya bahwa dia benar-benar mendengar suara orang yang meminta tolong juga. Dia pun celingak-celinguk sekelilingnya. memang tampak ruangan yang sama dia tempati di sekitarnya. Tampak sebuah tangan melambai-lambai di depannya yang bersebrangan dengannya. Cahaya di sana minim dan Daffin berusaha melihat siapa yang meminta tolong dan meringis kesakitan? "Toloooooong," rintihnya. "Anda siapa?" tanya Daffin berusaha melihat siluet tubuh lelaki yang ada di depannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD