Seperti biasa saat pulang kerja, Rania akan setia menyewa ojek online untuk mengantarnya pulang ke rumah. Sebesar apapun semangat Candra ingin mengantar atau menjemput tetap saja ditolak mentah-mentah oleh putrinya. Bahkan saat sang adik ingin menjemput dengan motor bututnya, Rania menolak dengan halus karena tidak ingin membuat Gavi repot.
Setelah membayar ongkos ojek online, Rania segera membuka gerbang rumahnya. Kedua tangannya penuh membawa tas kerja dan satu kantong berisikan makan malam yang sengaja ia beli untuk ayah dan adiknya. Sudah menjadi kebiasaannya Rania jika sudah mendapat gaji, maka ia tidak lupa mentraktir Gavi dan Candra makan malam yang jadi langganan keluarga mereka.
Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti saat melihat sebuah mobil mewah merek BMW dan Pajero terparkir di halaman rumahnya. Walaupun rumah keluarga Rania sederhana tapi memiliki halaman yang luas sehingga bisa muat untuk beberapa mobil. Rania kembali memperhatikan mobil yang terasa tidak asing baginya.
“Kira-kira ini mobil siapa ya? Apa temannya Gavi atau temannya Papa main ke rumah?” matanya mengamati plat nomor mobil tersebut. “Tapi tumbenan banget ada tamu terus mobilnya bukan kaleng-kaleng lagi,” pikirnya lagi.
Rania kembali melanjutkan langkahnya menuju ke dalam rumah. Samar-samar ia mendengar suara beberapa orang yang tengah asik berbincang, bahkan Rania juga bisa mendengar gelak tawa yang bersumber dari ruang tamu. Rasa penasaran Rania semakin meningkat hingga ia tidak sabar ingin tahu siapa yang kini ada di rumahnya.
“Pa, Rania pulang” sapa Rania pelan agar ayah dan tamunya tidak terkejut. Kantong plastik yang berisi makanan ia letakkan terlebih dahulu di meja dekat pintu masuk.
Semua yang ada di ruang tamu kompak menoleh ke arah Rania yang membelakangi mereka. Gadis itu belum sadar siapa yang kini tengah menunggunya.
“Rania, ayo sini,” panggil sang ayah.
Saat Rania membalik badan, maka wajah terkejutnya tidak bisa ia sembunyikan lagi. Tubuhnya mematung, bahkan untuk bergerak sedikit saja tidak mampu ia lakukan. Di tatapnya satu persatu wajah yang menjadi tamu sang ayah, semua sangat familiar di mata Rania. Bahkan satu dari mereka menghampiri Rania dengan langkah kecil dan tatapan yang menggemaskan.
“Aunty Rania..” sapa bocah bernama Jesse, cucu dari Dirga.
Pandangan kaku Rania teralihkan dengan keberadaan Jesse di hadapannya. Ia berlutut untuk menjangkau tubuh Jesse sambil membelai lembut kepala bocah itu.
“Hai anak ganteng...” sapa Rania dengan kaku. “Ternyata ada Jesse di rumah Aunty ya.”
“Aunty juga cantik dan Jesse sudah nunggu Aunty.” bisiknya pelan tanpa sadar membuat Rania tersenyum samar.
Malam ini, Dirga beserta kedua anak dan cucunya sengaja datang ke rumah Rania untuk tujuan khusus. Sengaja tidak memberitahu Rania karena pasti akan menimbulkan kehebohan di keluarga Candra.
“Jesse, ajak Aunty Rania ke sini,” ucap Dirga.
“Iya Kakek,” jawan Jesse.
“Eh tunggu, dia kan ...” gumam Rania dalam hati. Saat ia berdiri dan melemparkan pandangan ke ruangan itu, Rania menangkap sosok yang ia kenal. “Kenapa dia ada di sini?” batinnya kembali.
“Rania, jangan berdiri di sana terus. Ayo ke sini,” pinta Candra yang gemas melihat putrinya tetap diam.
“I..iya Pa,” jawabnya terbata-bata.
Jesse menarik tangan Rania, menuntun untuk ikut bergabung dengan yang lain. Dengan santai bocah itu justru membuat Rania duduk di sebelah pria yang tidak lain bernama Derren Narawangsa, pria yang Rania temui di acara pernikahan Delila. Bagaimana bisa dunia sesempit ini, kenapa bisa pria yang membuat Rania kesal justru ada di rumahnya.
“Rania, kenalkan ini putra saya satu-satunya bernama Derren. Derren ini Papanya Jesse.”
“Derren,” ucapnya pelan dan dingin.
“Rania,” balasnya singkat.
Rania kembali diingatkan dengan tatapan mata Derren yang begitu dingin di acara pernikahan Delila. Tatapan mata yang sama sekali tidak menunjukkan sikap ramah kepadanya, hingga membuat Rania menilai bahwa pria ini memang tidak memiliki rasa yang hangat.
Berbeda dengan Rania, Derren justru bersikap biasa saja tanpa peduli kalau yang ia temui saat ini adalah gadis di pesta pernikahan Delila. Pertemuan yang sangat tidak manis hingga membuat keduanya dalam situasi canggung.
Saat ini Rania duduk dengan canggung di sebelah Derren, berhadapan dengan Sally dan Dirga. Sedangkan Candra dan Gavi ada di posisi samping. Ajaibnya, Jesse justru duduk di pangkuan Rania tanpa rasa canggung sama sekali. Seolah berada dalam pangkuan Rania adalah posisi paling nyaman saat ini.
“Aku kira kamu nggak akan pulang, Rania.” Suara Sally memecah keheningan suasana di sana.
“Maaf Mbak, tadi ada yang harus di beli dulu.”
“Dari tadi bocah ini nanya kamu terus, lho,” balas Sally. “Dia malah milih kamu daripada Papanya sendiri.”
“Bahkan Jesse sudah sangat nyaman berada di pangkuan Rania,” ucap Dirga. “Rania, kamu pasti terkejut melihat saya dan keluarga saya bertamu ke rumah kamu. Iya kan?” tanya Dirga tenang.
Suara Dirga berhasil membuat jantung Rania berdetak kencang. Pikirannya hanya satu “Apa mungkin ucapan Gavi benar soal menjadikan Rania istri Dirga? Rasanya ia ingin menangis saat itu juga.
“Iya, Om. Tadi Rania pikir yang datang bertamu adalah teman Papa atau Gavi. Setelah masuk ternyata tamunya adalah Om Dirga,” jawab Rania setenang mungkin.
“Pa, sebelum lanjut Sally mau ajak Jesse ke taman belakang. Tadi Gavi bilang di sana ada kolam ikan, Jesse pasti betah,” ucap Sally. Ia tidak ingin bocah itu mendengar percakapan serius orang dewasa.
“Boleh..” jawab Dirga.
“Gavi, tolong antar Nak Sally dan Jesse ke belakang. Temani mereka di sana,” pinta Candra pada Gavi.
“Iya, Pa. Ayo Jesse kita lihat ikan di belakang,” ajakan Gavi di sambut senang oleh Jesse.
Rania hanya diam melihat interaksi Gavi dan Jesse. Bocah itu memang cepat sekali beradaptasi dengan lingkungan baru. Setelah pikirannya tersita oleh Jesse, kini Rania kembali ingan dengan sosok pria yang duduk di sebelahnya.
“Jadi dia anaknya Pak Dirga? Pria sedingin es ini anak dari pria yang memiliki sikap hangat seperti Pak Dirga. Kok bisa berbanding terbalik begini?” Rania sibuk dengan pikirannya.
“Pak Candra, lebih baik anda dulu yang menjelaskan pada Rania sebelum saya mengutarakan niat saya dan keluarga pada putri anda.”
Candra mengangguk pelan, lebih tepatnya sungkan dan canggung “Baik, Pak Dirga.”
Deg!
“Ya Tuhan, ada apa ini sebenarnya,” pikir Rania.
Saat akan membenarkan posisi duduknya, tidak sengaja tangan yang bertumpu di sofa menyentuh tangan pria di sebelahnya. Refleks ia segera memindahkan tangannya agar tidak bersentuhan lagi dengan Derren yang sejak tadi hanya diam.
“Rania, Bapak Dirga ini adalah pemilik dari perusahaan tempat Papa bekerja. Dan Nak Derren ini adalah anak Bapak Dirga sekaligus pimpinan di perusahaan Papa. Dunia ini memang sempit, Papa tidak tahu kalau yang mengundang kamu makan malam adalah Bapak Dirga Narawangsa,” jelas Candra.
“Lalu maksud semua ini apa, Pa?” Rania semakin bingung. Tubuhnya sedang lelah sehingga otaknya tidak bekerja dengan maksimal.
“Saya datang ke sini, juga mewakili istri saya yang belum pulang dari luar negeri, ingin menjodohkan kamu dengan Derren dan berharap kamu mau menjadi ibu sambungnya Jesse, Rania. Sudah cukup lama Derren menduda jadi saya tidak sabar melihat dia membina rumah tangga kembali,” ucap Dirga dengan tegas tanpa ada keraguan serta penuh keyakinan.