Tak terasa Adya sudah berusia 1 tahun hari ini. Meisya tadinya ingin merayakan kecil-kecilan saja ulang tahun anaknya tersebut, namun mertuanya menghendaki hal lain. Sesil membuat sebuah acara di sebuah hotel ternama. Dia ingin semua orang tahu bahwa dirinya mempunyai seorang cucu yang sangat cantik, lucu dan menggemaskan.
Meisya akhirnya menuruti kemauan mertuanya itu, tak apa sesekali saja. Selama ini, mertuanya sudah sangat baik padanya dan juga mau dititipi Adya ketika dia sedang sibuk kuliah atau pergi ke sebuah acara hanya dengan suaminya saja.
Lihat lah saat ini, Sesil menggendong Adya ke mana pun untuk diperkenalkan kepada teman sosialitanya. Adya sudah bisa berjalan di umur segitu. Sesil menggendongnya agar cucunya yang menggemaskan itu tak pergi ke sana-sini. Maklum saja, Adya sedang aktif-aktifnya.
"Lucu amat cucunya, Jeng. Cantik juga. Pasti kayak mamanya nih!" ucap salah seorang teman arisan Sesil.
"Iya dong," balas Sesil bangga. "Mamanya ini cantik banget. Tapi, anakku kan juga tampan. Jadi perpaduan antara anak dengan menantuku, ya, begini hasilnya."
"Mana menantumu yang katamu cantik itu? Kita belum lihat. Kamu sih, anakmu menikah tapi kami nggak ada yang diundang."
"Permintaan anak dan calon mantuku waktu itu. Mereka ingin menikah dihadiri oleh pihak keluarga aja." Tentu saja Sesil tidak bercerita alasan sesungguhnya kenapa hanya pihak keluarga saja yang datang. Tak ingin aib keluarganya menyebar. "Sebenarnya aku pribadi ingin mereka ngadain resepsi yang mewah, tapi belum disetujui sama mereka. Anakku lagi sibuk kerja dan mantuku lanjut kuliah lagi."
Sesil memanggil Meisya yang sedang mengambil minuman tak jauh dari Sesil berada. Meisya memang mengawasi mertua dan anaknya dari tadi. Meisya hanya khawatir ada tangan-tangan nakal yang sembarangan ingin menyentuh wajah anaknya. Bukannya Meisya tak percaya pada mertuanya itu, hanya untuk berjaga-jaga saja. Muka bayi itu sensitif, kadang ada orang yang sembarang mencubit atau mencium pipi bayi orang lain. Iya kalau mulut, hidung atau tangan yang digunakan tersebut steril alias idak mengandung kuman. Kalau iya, bagaimana jika kulit sang bayi jadi alergi hanya karena hal sepele begitu?
"Ada apa, Ma?" tanya Meisya ketika sudah berada di dekat mertuanya itu.
"Nah, itu mantuku yang cantik. Yang suka aku ceritain sama kalian." Sesil dengan bangganya memperkenalkan Meisya kepada teman-temannya. "Selain cantik dan pintar masak, dia ini juga pintar loh!"
Meisya merasa Sesil berlebihan memujinya. Di sisi lain, dia bersyukur mempunyai mertua yang menganggapnya tak ada beda dengan anak kandungnya sendiri. Perlakuan Sesil kepadanya membuat Meisya merasa kalau perempuan yang umurnya belum ada separuh abad itu, benar-benar tulus menyayanginya. Tak salah Meisya menerima ajakan Mario untuk menikahinya, di samping dirinya yang sedang mengandung darah daging lelaki itu. Meisya punya pertimbangan lain waktu itu, karena bujukan orang tuanya dan juga melihat bagaimana Sesil dan Abas bersikap padanya. Definisi orang kaya yang tidak memandang rendah status sosial yang berbeda jauh di antara mereka.
"Pantesan aja anaknya begini, ternyata ibunya cantik banget!"
Meisya tersipu menanggapi ucapan teman-teman sosialita mama mertuanya, selain mengucapkan kata terima kasih.
"Coba aja ketemu anakku duluan. Udah ku jodohin sama anakku ini."
"Sayang sekali, anakku lah yang beruntung." Sesil tertawa kecil.
Meisya pikir, tidak hanya Mario yang beruntung. Dirinya juga baru menyadari jika beruntungnya mempunyai suami yang begitu peduli dan tulus padanya. Suaminya juga mau bergantian mengurus anak walau kondisi kakinya belum sembuh total. Meisya dan Mario sama-sama beruntung.
Sementara itu, Mario sedang berkumpul bersama beberapa teman dekatnya yang dia undang secara random, tidak semuanya.
Mario juga mengundang rekan kerjanya di perusahaan papanya untuk datang ke perayaan ulang tahun Adya. Karena permintaan dari papanya juga. Abas tak jauh berbeda dari Sesil ternyata. Abas ingin rekan bisnisnya dan juga semua karyawan di perusahaannya tahu kalau dia mempunyai seorang cucu yang begitu menggemaskan.
"Gila! Perpaduan yang sempurna. Anak lo cantik bener, Bro," ucap Arya. Walau anak Mario dan Meisya belum dikenalin secara resmi kepada mereka semua, tapi dari foto yang terpajang di pintu masuk ballroom dan juga di layar yang berada di dalam ruangan, terlihat jelas bagaimana sempurnanya anak berusia 1 tahun tersebut.
Mario yang tengah mengedarkan pandangan ke sekitar mencari keberadaan Adya yang ternyata berada dalam gendongan mamanya, sontak menoleh kepada Arya.
"Thank you." Mario tersenyum bangga. Sudah banyak yang memuji kecantikan anaknya hari ini. Adya itu ibarat Mario versi perempuan di masa kecil, namun memiliki mata dan kulit yang indah seperti ibunya--Meisya.
"Jangan sampe lo sia-siain anak dan istri begitu, Yo," ucap Kevin.
"Nggak bakalan, lah!"
"Kali gitu, penyakit lama lo kumat."
Teman-temannya tertawa meledek.
Sialan. Tidak akan lagi Mario menyia-nyiakan seorang Meisya, apa lagi mereka juga memiliki Adya saat ini. Dua orang yang sangat berharga dalam hidup Mario, selain orang tuanya.
"Kalau lo merasa bosen sama istri lo suatu saat nanti, gue siap nunggu jandanya Meisya," celutuk Radit.
Radit adalah teman kuliah Mario bernama yang sering bersamanya dulu, bahkan satu tempat magang pula. Hanya dia satu-satunya teman kuliah Mario yang tahu kalau Mario menikahi Meisya dulu, hanya saja Mario tak mengundangnya karena Meisya kala itu tak ingin pernikahan mereka diketahui oleh siapa pun di kampus, kecuali Pelangi dan Jerry. Radit paham ketika Mario menjelaskan padanya. Radit pun tidak bocor ke sana-sini hingga Mario sendiri yang membawa Meisya ke auditorium kampus ketika acara wisudanya. Itu pun, Meisya awalnya tak ingin datang karena malu. Sampai saat ini, dia belum ingin lagi bertemu dengan orang-orang dari kampus mereka dulu. Radit pengecualian karena Mario yang memintanya.
Mario melotot tajam pada teman dekatnya dari awal kuliah itu, "Jangan mimpi!"
***
Perayaan ulang tahun Adya berjalan lancar dan bayi berusia 1 tahun yang sudah mulai bisa mengucapkan satu dua kata tak rewel. Mungkin karena sudah terbiasa dibawa ke tempat keramaian oleh ibu dan juga omanya. Dia juga mudah dekat dengan orang baru, tidak seperti Meisya dulu.
Karena ulang tahunnya hari Sabtu, keluarga besar Mario dan juga orang tua Meisya yang datang dari Bandung, menginap di hotel tempat diadakannya acara.
Meisya dan Adya sudah duluan menuju kamar beserta baby sitter Adya yang kamarnya berada di sebelah kamar mereka. Sedangkan Mario, dia mengantarkan teman-teman klub mobilnya yang betah di ballroom hingga acara benar-benar berakhir.
Pas balik dari arah luar lobi, dari jauh mata Mario tak sengaja menangkap bayangan seseorang yang seperti dikenalinya tengah memasuki lift. Sonya? Apa itu beneran perempuan itu? Seseorang yang dicarinya sewaktu karena perbuatan yang dilakukan perempuan itu kepada Meisya?
Mario ingin mengejar, namun tak bisa karena dia masih menggunakan kruk. Mario mengumpat kesal.
Dia lalu menuju resepsionis untuk bertanya. Ternyata tak ada nama tamu bernama Sonya di hotel yang ditempatinya malam ini.
Apa tadi Mario hanya salah lihat? Gara-gara sudah dalam dua kali berkumpul bersama teman klub mobilnya dulu dan masih ada saja yang membahas tentang perempuan itu, kadang Mario jadi kesal mengingat bagaimana kelakuan Sonya.
Mario ingin bertanya dan memberinya sedikit pelajaran. Apa dulu tujuan Sonya memfitnah Meisya yang macam-macam? Padahal waktu itu Mario ingat sekali jika hubungan simbiosis mutualisme mereka berakhir secara baik-baik. Mario masih menyimpan dendam kepada Sonya karena salah satu penyebab tangisan Meisya karena ulah perempuan itu juga. Hanya saja Meisya tidak mengetahuinya.