Fani menatap leher unta tanpa kedip. "Langsung saja ya. Aku sudah ngiler sekali." Fani langsung mengambil posisi mempersatukan milik mereka. "Oh!" Mata Fani terpejam. Abi menggapai gunung kembar Fani. "Paman!" Fani berseru kecil karena merasa tindakan Abi menambah gairah pada tubuhnya. "Pelan saja, Sayang. Tidak perlu tergesa. Kita punya waktu panjang untuk menikmati semua ini." Abi mengusap gunung gambar Fani. "Aku tidak peduli kalau ada seribu orang memaki aku, karena menikahi Paman. Aku ikhlas saja selama Paman menginginkan aku. Oh, Zia benar, menikah itu nikmat. Nikmat yang meliputi hati dan tubuh." Fani bergumam sambil bergerak mencari kenikmatan. Abi senang karena Fani mau terus di sisinya. Di saat ada yang ingin mengganggu pernikahan mereka. "Terima kasih, Sayang. Lupakan