Hal Tidak Terduga

2006 Words
"Dibalik satu masalah yang sudah selesai ternyata masih ada masalah lain yang muncul." ****      "Kamu siapa?" tanya Harry saat sudah membuka penutup Pipa itu Dan muncul seorang perempuan dari dalam sana.   Perempuan itu hanya menatap Harry dan lainnya datar tanpa mengucapkan terimakasih. Setelah itu dia ke luar dan berjalan tanpa mempedulikan mereka.   "Hey kamu itu enggak sopan banget sih! Udah dibantuin itu makasih bukan malah kabur gitu aja," ucap Estel kepada wanita tidak tahu diri itu.   "Heh anak kecil. Tahu apa kamu tentang sopan santun. Lagian saya juga enggak nyuruh kamu bukain kok orang saya pengen buka sendiri ngapain kalian bukain."   "Dasar enggak tahu diri ya, Stel kakak itu. Kek, Pi tahu gitu tadi enggak usah dibantuin aja biarin aja dia usaha sendiri," ucap Jeromy yang ikut kesal.   "Hei anak muda kamu sudah ditolong seharusnya berterimakasih bukan malah semena-mena." Wanita itu tidak menggubris lagi ucapan mereka dia tetap berjalan dengan angkuhnya. Tapi, dia begitu terkejut kala di depannya ada monster besar yang sedang berdiri di depannya.     Wanita itu diam tak berkutik begitupun dengan mereka semua. Bahkan semuanya pun tidak sadar kalau monster itu sudah berada di depan sana.   Harry langsung merangkul anaknya erat. Sedangkan Jeromy menggandeng tangan cucunya. Mereka mundur perlahan-lahan. Wanita itu mati kutu.      Harry langsung saja mengambil peluitnya. Dia hendak maju tapi bajunya dicengkeram oleh anaknya. Anaknya kesal kenapa juga Papinya harus membantu biarkan saja wanita itu mati. Tapi, Harry tetap maju.    Jadi, peluit itu mampu bunyi hanya dalam jangan dekat dengan monster itu. Suaranya tidak akan terdengar keras kecuali memang dia gunakan tepat di saat ada monster di dekatnya. Tapi, saat ada sebuah radio ataupun alat suara pengeras apapun peluit itu mampu untuk bersuara keras bahkan prediksi Harry bisa untuk menghancurkan semua monster itu yang entah ada berapa jumlah mereka.    Estel menutup matanya. Di belakang Kakek Tono Dan cucunya hanya melihat apa yang mereka lakukan.      Peluit itu dia arahkan dikuping monster itu. Mereka menutup telinga karena bunyinya cukup untuk memekan telinga. Seharusnya tadi mereka menyumpal kuping mereka dulu.    Monster itu semakin kesakitan dengan suara yang cukup kencang. Dia mundur perlahan-lahan. Harry menurunkan Estel sejenak. Estel bingung dia takut tapi dia hanya bisa berdiam diri saat ini. Harry langsung mengeluarkan pistolnya Dan menebak tepat di mata, telinga Dan Hidung monster itu sebanyak tiga kali. Monster itu seketika langsung luruh. Tembakan lagi dia luncurkan sekali lagi tepat hidung Dan telinga. Monster itupun langsung terjatuh. Untungnya, suara tembakan itu tidak memancing monster yang lain muncul.     Wanita itu hanya terkejut Dan terdiam kala melihat laki-laki itu mampu menghancurkan monster tersebut. Harry sama dengan mereka tidak menyangka rencana yang dia susun selama ini bisa berhasil. Ini pertama kalinya monster itu mati di hadapannya bukan mereka yang mati oleh monster itu.   "Papi enggak papa?" tanya Estel.    "Enggak papa. Kamu enggak papa 'kan?" tanya Harry memeluk anaknya dan menciumi wajah anaknya.   "Enggak, Pi. Pi kita sudah tahu cara Menghancurkan Monster itu."   "Iya, Stel sekarang waktunya kita cari Mami dan Kakak kalian aja ya biar kita bisa ngancurin monster itu sama-sama."    "Iya, Pi." Estel mengangguk bahagia. Wanita itu berjalan mendekat ke arah Harry. Dia merasa sudah berhutang nyawa dengan laki-laki itu. Kalau bukan karena laki-laki itu pasti dia sudah mati tadi.   "Terimakasih."    "Kenapa baru terimakasih sekarang. Kamu sudah dibantu dua kali oleh kami. Kenapa enggak dari tadi, kalau bukan karena Papi ku kamu tadi mati di tangan monster itu," ucap Estel dengan menggebu-gebu. Wanita itu tetap diam. Selama ini dia tidak percaya lagi kepada manusia di saat orang-orang mulai menumbalkannya untung saja Wanita itu sempat lolos berkali-kali.   "Maaf, saya pikir kalian membantu saya hanya ada maksud tertentu. Dah akhirnya kalian menumbalkan saya."  Harry bangkit.   "Maksud kamu?"    "Dulu keluarga, teman-teman saya selalu menumbalkan saya entah dengan monster itu atau manusia kanibal itu. Tapi, malah mereka yang akhirnya mati karena saya bisa kabur. Makanya saya tidak percaya dengan manusia. Manusia itu munafik dia baik tapi pada akhirnya dia menusuk kita dari belakang. Makanya awalnya saya ngira kalian itu cuma ada maksud tertentu." Estel seketika merasa kasihan.   "Siapa nama kamu?" tanya Harry.   "Lili."    "Lili?" Wanita itu menganggukan kepalanya. "Ikutlah bersama kami. Kamu tidak memiliki siapapun 'kan?" tanya Harry lagi.   "Pi...."    "Har...." Estel Dan Toni seketika memanggil Harry. Dia tidak setuju kalau ada orang lain.   "Kenapa, Kek? Bukannya semakin banyak orang nanti akan semakin mudah menghancurkan monster itu."   "Tapi kita enggak kenal dia. Siapa tahu dia malah ada maksud tertentu Dan memgacaukan rencana kita." Tono berkata dengan sangat ketus. Dia sangat tidak setuju kalau wanita itu masuk menjadi bagian dari kita.   "Saya enggak pernah ada maksud kayak gitu. Saya juga tadinya tidak berminat untuk bersama kalian. Saya cuma mengatakan terimakasih saja." Wanita bernama Lili itu tidak terima dituduh seperti itu karena niatnya memang tidak ada seperti itu. Malah Lili yang berfikiran kalau mereka yang memanfaatkan Lili.   "Apa kata Kakek Tono benar, Pi. Gimana kalau akhirnya wanita ini malah ngerusak rencana kita Dan malah dengan liciknya ngambil semua peralatan kita. Kita enggak punya apa-apa lagi."   "Kek. Saya lihat Lili ini bukan seperti itu. Estel Papi juga udah bilang ke kamu bukan? Jangan menilai orang lain hanya dari apa yang kamu lihat."   "Harry pasti kamu kasihan karena mendengar ucapan dia bukan? Barusan bisa saja dia cuma menarik perhatian kamu aja."    "Heh kakek-kakek. Kamu tidak tahu apapun tentang saya jadi jangan sok tahu dengan sikap saya. Pak Herry saya berterima kasih atas bantuannya. Maaf saya tidak akan bergabung dengan kalian. Saya sadar diri sikap saya yang tadi pasti membuat kalian menilai saya buruk."   "Tapi...."    "Saya pamit." Wanita bernama Lili itu pergi. Harry melihat raut wajah Lili. Jelas sekali Lili berkata benar. Dia tidak akan salah menilai orang lain.    "Biarkan saja dia pergi. Untuk apa wanita. Wanita lemah tidak penting untuk ada dibagian kita," ucap Tono lagi. Wanita bernama Lili itu membalikkan badan dan melihat tajam kakek Tono.  Lalu, dia tetap melanjutkan jalannya.   "Udah ayo kita pergi lagi cari istri kamu Dan anak kamu. Enggak usah pikirin wanita itu." Tono berjalan lagi ke arah lain dari wanita lain dengan menggandeng Jeromy cucunya. Sedangkan Harry melihat wanita itu kasihan. Pasti dia sendiri, apalagi dia sempat untuk menjadi korban berkali-kali.   "Ayo, Pi. Kita ikutin Kakek Tono aja. Enggak usah lihatin perempuan itu." Estel menarik tangan Papinya untuk berjalan lagi. Mau tidak mau Harry pun mengikuti Tono.      Saat mereka sudah berjalan, Lili melihat ke arah mereka dengan senyum misteriusnya. Dengan santai dia berbalik arah untuk mengikuti mereka.  ...      Di sisi lain, Steven dan Maminya akhirnya bisa makan dengan kenyang Dan juga tenang. Anaknya Eveline masih bertahan di setiap kejadian-kejadian mengerikan terus mereka hadapi.   "Akhirnya kita bisa makan dengan tenang ya, Stev."    "Iya, Mi. Kalau Inget dulu aku sering makan sisa rasanya nyesel banget, Mi. Sekarang kita mau makan susah banget. Bukan karena enggak punya uang atau apa tapi karena keadaan yang memang lagi sangat terancam seperti ini."   "Sudah, Mami ingatkan sejak dulu makanya lebih baik makan nambah dari pada nyisa Dan akhirnya di buang sekarang kamu ngerti 'kan pentingnya makanan itu." Steven mengangguk. Dulu dia Dan Violine bahkan sering beli makan banyak tapi saat sisa semuanya dibuang begitu saja. Sekarang dia harus menahan rasa lapar karena susahnya.mencari makan. "Kita makan dengan banyam air tanpa ada perasa pun rasanya sudah nikmat ya, Stev," ucap Maminya. Ya, mereka hanya bisa menemukan bayam yang tumbuh di sekitar tempatnya. Setelah itu bayamnya direbus dengan sebuah wadah alumunium yang masih mereka bawa. Untungnya korek mereka juga masih aman.    "Iya, Mi. Minimal kita enggak laper lagi."   "Heum bener."   "Papi kamu sama Estel makan apa ya? Mana earphone kita hilang juga lagi."  Angelina baru menyadari saat mereka ingin mencoba menghubungi lagi tapi benda itu malah tidak ada. "Iya, Mi. Gimana lagi kita harus cari mereka? Mana hutan ini luas banget."   "Iya bener. Kitapun enggak mungkin bakal diem di sini terus. Yaudah kita ikutin aja takdirnya tetep usaha sama doa supaya bisa ketemu lagi sama mereka." Steven mengangguk. Setelah merasa istirahat mereka cukup mereka berjalan lagi. Tanpa tahu arah.    Mereka berjalan untuk mencari jika memang masih ada manusia yang hidup, "Mi kita kayaknya butuh ke rumah lama kita dulu. Siapa tahu Papi ada di sana untuk mengambil sesuatu kenapa kita enggak coba ke sana aja dulu?" tanya Steven seketika memiliki ide cemerlang. Angelina pun mengangguk membenarkan ucapan anaknya.    "Iya, mungkin mereka ada di sana. Kita coba ke sana aja dulu ya." Steven mengangguk. Mereka berjalan untuk menuju ke rumah laman mereka. Untung Angelina masih sedikit ingat-ingat arahnya.  .....    "Harry alat apa yang kamu pakai tadi? Kenapa saya baru tahu?" tanya Tono.    "Kenapa memangnya, Kek?" tanya Harry lagi.   "Tidak saya ingin bertanya saja soalnya. Saya lihat alat itu sangat berguna saya ingin meminjamnya."   "Alat ini memang saya rancang sendiri. Saya sudah mencoba ini Dan berhasil."   "Lalu, kamu ada berapa alat itu? Dan kamu dapatkan dari mana juga pistol-pistol itu?" tanya Tono lagi. Harry mengerutkan keningnya. Tumben sekali Kakek Tono ini banyak bertanya biasanya dia hanya diam.   Toni yang sadar pertanyaan mengganggu Harry pun lantas minta maaf, "Maaf, Harry kalau pertanyaan saya menganggu kamu soalnya saya baru pertama kali lihat monster itu bisa mati. Saya kira monster itu kian abadi tanpa ada yang berani membunuhnya."   Harry pun mengangguk, "Saya juga tidak tahu, Kek. Ini pertama kalinya monster itu mati. Selama ini saya gunakan peluit ini hanya untuk mengusir Dan untuk pistol ini juga baru pertama kalinya saya coba." Tono pun mengangguk mengerti.   "Wahhh ... Hebat ya, Paman. Paman bisa menghancurkan monster itu. Berarti sekarang kita enggak perlu cemas lagi selama ada alat itu," ucap Jeromy lagi.   "Tidak bisa gitu, Jer."   "Loh kenapa, Paman? Bukannya Bagus ya itu artinya kita bisa musnahin aja semua monster."   "Tidak semudah itu. Monster itu terlalu berbahaya. Anggaplah tadi hanya hoki saja kita bisa membunuh monster itu."   "Kenapa hoki? Bukannya karena alat itu?" tanya Tono gantian.   "Tidak juga. Mungkin monster itu lagi lemah sehingga mudah kita hancurkan." Ucapan Harry seakan tidak dipercaya oleh Tono. Karena dia melihat sangat jelas kalau monster itu tadi beneran mati. Hancur semua tubuhnya satu persatu copot.   "Kenapa ngelihatin sayanya serius banget, Kek?" tanya Harry lagi.    "Eng ... enggak. Yaudah sekarang kita cari istri kamu ke mana lagi? Mereka enggak aja juga. Enggak mungkin 'kan kita cuma muter-muter aja. Mana harus ngomong pelan kayak gini lagi," ucap Tono lagi.   "Ya saya juga masih bingung, Kek harus mencari mereka di mana lagi."   "Mending kita hancurkan mereka dulu. Urusan istri Dan anak kamu belakangan aja."   "Tapi, kalau kita menghancurkan monster itu. Semakin lama kita ketemu sama Mami dan Kakak. Pi. Mending kita cari Mami dulu aku enggak mau kalau ada apa-apa sama Mami." Harry jadi bingung harus melakukan apa dulu. Dia memang berniat untuk menghancurkan monster itu tapi dia juga harus mencari istri Dan anaknya dulu baru dia bisa lanjut.   "Estel bukankah kalu dengan menghancurkan monster itu kita jadi aman dulu. Otomatis Mami kamu bakal aman nanti."    "Kek, tapi Mami aku itu bawa adek bayi. Nanti kalau ada sesuatu sama mereka gimana?"    "Estel kan ada kakak kamu. Jadi, Mami kamu pasti selamat."   "Sudah-sudah kita enggak perlu debat. Kek, saya memutuskan untuk mencari keluarga saya dulu. Kalau Kakek ingin mencari bantuan tidak apa-apa."    "Saya cari bantuan sendiri sudah tua, nak. Saya pun tidak memiliki alat apa-apa untuk bertahan diri." Harry jadi merasa kasihan dengan Kakek itu. Waktu itu kakek Tono sudah banyak membantunya.   "Tapi, saya juga tidak kuat jalan terlalu jauh. Nanti yang ada penyakit saya semakin kumat."   Harry menarik senyumnya paksa. Dia juga tidak tega dengan Kakek Tono. "Gini saja kita cari bantuan sekaligus cari istri saya saja dulu ya. Jadi, sekalian saja."   "Pi, bukanya–"    "Estel kamu ngerti ya. Kamu ikut, Papi aja kita pasti akan ketemu kok sama Mami dan Kakak kamu sabar ya." Harry memotong ucapan Estel. Dia tidak mau kalau Estel membicarakan langkah selanjutnya.    Harry memang lagi mencari bantuan manusia lain yang masih hidup. Tapi, dia juga ada rencana lain. Tidak akan dia beritahu kepada siapapun rencana itu.    Bukankah ketika kita memiliki rencana besar dan orang lain mengetahui yang ada rencana itu akan gagal. Jadi, lebih baik untuk merahasiakannya.   "Yaudah, Pi aku ikut arahan Papi aja."    "Nah bagus. Sabar ya. Bukan cuma kamu kok yang kangen sama, Mami Papi juga. Tapi, kamu sabar ya." Estel mengangguk. Mereka melanjutkan lagi jalannya.  .....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD