TEMPAT PERSEMBUNYIANNYA

1029 Words
"Ketika rasa putus asa terus muncul satu persatu." ****       Tengah malam saat keluarganya sudah terlelap. Harry bangun, dia akan menuju ke rumah yang berada di atas. Dia ada ruangan tersembunyi juga untuk memikirkan cara menghabisi monster itu. Ya, baru terpikir cara menghabisi monster itu bukan makhluk itu.     Harry bersiap untuk naik tangga dan keluar dari rumah persembunyiannya dulu. Dia akan pindah ke rumah sebelah anak-anaknya tidak ada yang tahu. Istrinya pun sama karena Harry sengaja menyembunyikannya.   Estel yang melihat kelebat Papinya ke luar pun langsung membuka matanya perlahan-lahan. Dia lantas bangun untuk mengikuti Papinya. Papinya mengamati kanan kiri.    Mungkin berjaga kalau ada sesuatu yang datang. Estel ingin memanggil tapi tiba-tiba dia melihat Ayahnya berkomunikasi dengan seseorang.    Estel di balik sebuah pohon yang mampu menutupi badannya pun melihat ke arah mereka. Tidak ada orang lain di sana. Setelah orang itu pergi, Estel memutuskan mengikuti Papinya lagi. Masuk lagi ke rumah yang besar.   Setelah mereka di dalam Estel masih berada di belakang Papinya. Papinya seperti masih belum menyadari bahwa Estel ada di sana. Sampai akhirnya Estel memutuskan untuk memanggil Papinya.    "Pi...." panggil Estel. Harry langsung menengok kala mendengar panggilan anaknya.   "Estel kamu ngapain di sini. Kamu dari tadi ikutin, Papi?" tanya  Harry lagi yang terkejut.   "Iya, aku ikutin Papi dari tadi. Papi ini tempat apa?" tanya Estel yang melihat ruangan ini dipenuhi dengan koran-koran ada radio kecil Dan juga tv kecil.    "Pi apa ini siaran televisi apa mereka masih hidup semua?" tanya Estel lagi yang melihat adanya banyak hal-hal aneh.   "Estel jangan sentuh ini semua. Masih percobaan."   "Percobaan apa? Ah bukankan ini peluit yang waktu itu kita gunakan untuk menghancurkan monster itu kenapa bisa ada di Papi? Aku mencarinya."   "Iya, ini Papi ambil dulu dari kamu. Papi masih mempelajari untuk membuat yang lebih, Stel supaya monster itu bisa mati," jawab Harry lagi.   "Tapi, kenapa? Bukannya kalau Papi kasih Ini ke semua anak Papi malah akan lebih baik, Pi?" tanya Estel yang masih belum mengerti.   "Estel dibalik ini bisa mengusir monster itu. Alat ini juga membahayakan."   "Membahayakan gimana, Pi? Aku enggak ngerti," ucap Estel lagi. Harry pun memutuskan untuk mengangkat anaknya. Dia menaruh anaknya di atas kursi Dan dia berjongkok untuk mensejajarkan tingginya dengan  anaknya.       "Estel janji ya jangan bilang Mami maupun Kakak, Papi tidak ingin membahayakan mereka." Estel sama sekali tidak mengerti tapi pada akhirnya dia mengangguk seperti apa yang dikatakan Papinya.   "Papi akan jelasin kenapa Papi ambil ini lagi. Alat ini belum bisa sepenuhnya untuk menghancurkan monster tersebut. Ini hanya untuk jaga-jaga. Dan kamu tahu alat ini ada sebuah chips yang ketika digunakan ada orang lain yang tahu, Stel."   "Siapa, Pi?" tanya Estel lagi.   "Papi, tidak tahu yang pasti ini membahayakan. Seharusnya kamu tidak tahu alat ini tapi karena dengan keadaan terpaksa Papi jadi beritahu ini." Estel mengangguk saja. Walaupun dia masih tidak mengerti dengan maksud dari Harry.   "Kenapa, Pi?"    "Percaya atau tidak saat Papi sering menggunakan ini malah membahayakan, Stel. Ini bukan peluit biasa peluit ini mampu mengeluarkan sebuah percikan api dari dalam lubang ini," ucap Papinya menunjuk ke arah lubang ini. Estel hanya mengerutkan keningnya. "Kok bisa, Pi. Ini hanya seperti, Peluit biasa kenapa bisa sampai kayak gitu."   "Papi, juga enggak ngerti makanya Papi enggak mau kamu ngelakuin sesuatu kamu paham kan?"   "Iya, Pi. Terus gimana kalau monster itu datang sedangkan cuma alat ini saja yang kita punya."   "Pasti ada cara lain kok. Kamu lihat kan di ruangan ini Papi masih sering melakukan percobaan untuk mengusir monster tersebut. Tapi, sampai sekarang belum ada yang berhasil. Hanya peluit ini yang bisa." Estel mengangguk lagi. Dia mulai mengerti sekarang.      "Jadi, ini alatnya berbahaya. Tapi, kenapa Kakak enggak dikasih tahu. Kakak kan sudah besar atau Mami jadi bisa kita sama-sama mikir, Pi."   "Estel kita dalam kondisi sangat berbahaya tidak bisa kita asal melibatkan keluarga. Tadinya, Papi juga tidak mau tapi apalah daya  kamu ngikutin Papi jadi Papi terpaksa buat kasih tahu ini saja." Estel mengangguk lagi. Harry hanya menggelengkan kepalanya sedari tadi anaknya itu menganggukan kepala tapi masih saja mengulang pertanyaan yang sama untung dia sabar menjawabnya.   "Yaudah yuk kita pulang saja."   "Entar dulu, Pi. Aku masih mau lihat-lihat dulu."   "Jangan sentuh apapun."    "Baik, Pi." Estel melihat-lihat Koran yang tersebar. Kemudian dia mendekat pada salah satu koran. Bukan Koran biasa tapi tanggal yang tertera di sana.   "Pi, lihat ini tanggal diterbitkannya satu tahun yang lalu sedangkan kita hidup dalam bahaya tiga tahun yang lalu berarti masih ada orang yang hidup Dan mereka bekerja untuk menerbitkan Koran ini, Pi," jawab Estel lagi. Papinya mendekat selama ini dia juga tidak sadar. Dia ambil koran-koran ini di Kota saat bertebrangan.   "Iya, Pi. Lihatlah." Harry melihat koran itu membaca semuanya.    "Estel berarti ada sebuah pulau isinya orang-orang yang bertahan hidup."   "Iya, bener, Pi. Ayo kita ke sana. Kita samper mereka apa perlu kita membawa Mami dan juga Steven serta adik." Harry menggelengkan kepalanya tegas. Dia yang harusnya menyelidiki itu lebih dulu ke sana.   "Hah? Jadi gimana kalau mereka kita tinggal."   "Estel kamu masih kecil. Kamu juga di rumah saja."   "Tidak, Pi. Aku tidak mau kalau ditinggal di rumah. Aku mau ikut."    "Enggak perlu, Estel berbahaya. Kita enggak tahu apakah ini benar atau tidak."   "Benar, Pi. Lagian dari mana Papi mendapatkan Koran ini kenapa bisa enggak tahu."   "Papi, kira Koran ini diambil saat keadaan sedang memanas. Kamu tahu kan awal monster itu muncul entah dari mana. Waktu itu berita masih bisa ngeliput semuanya sampai akhirnya ini semua malah seperti kota Mati." Estel mengingat-ngingat itu.    "Ya, Estel ingat, Pi."   "Nah, Papi kira pada saat itu. Papi juga nemuin ini di jalan-jalan. Dan kamu tahu Papi ambil ini juga tidak tahu kalau ada tulisan ininya. Yaudah sekarang kita pulang aja yuk takutnya Mami kamu cari kita."   "Mami enggak tahu soal ini semua, Pi? Alat-alat yang ada di sini semua Mami enggak tahu?" tanya ulang Estel.   "Enggak, Mami enggak tahu bahkan Papi larang Mami kamu untuk ke sini. Udahlah ayo kita balik," ucap Papinya lagi. Estel pun mengangguk dia digendomg oleh Papinya Dan menuju ke ruang bawah tanah lagi. Tadinya, dia ingin mencari tahu Hal itu tapi pada akhirnya tidak jadi. Dia lebih memilih membawa pulang Estel saja.   "Estel Inget ya jangan sampai Papi kamu tahu," ucap Papinya lagi. Estel mengangguk paham. Setelah itu Harry membawanya pulang lagi. .....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD