Kondisi Yang Serba Salah

2007 Words
"Terkadang ada Hal yang tidak perlu diungkap agar tetap baik-baik saja." ****.       "Kalian dari mana tengah malem kayak gini?" tanya Angelina saat Estel lebih dulu turun. Lalu, disusul Harry di belakangnya.   "Mami kok malem-malem enggak tidur?" tanya Estel balik.    "Kalian dari mana. Harry kamu habis bawa Estel ke mana?"   "Cuma Dari atas tadi Estel bilang gerah di sini yaudah aku bawa ke atas."   "Bohong. Aku udah lihat kalian di atas tapi enggak ada." Estel melihat ke arah Papinya tidak tahu harus menjawab apa.   "Estel kamu tidur aja ya. Biar Papi yang bicara sama Mami kamu." Angelina memandang Harry tidak mengerti. Sedangkan Estel mengangguk  dan berjalan ke kamar bersama adiknya. Biasanya dia akan tidur bersama Steven tapi akhirnya dia memilih tidur bersama  Eveline di kamar.     "Harry kamu habis bawa anak kita ke mana, malem-malem gini."   "Enggak ke mana-mana kok. Aku cuma ngajak dia ke atas doang."   "Kamu bohong, Har. Aku udah lihat ke luar tadi tapi enggak ada siapa-siapa."   "Ya cuma ke luar jalan bentar-bentar doang."   "Kamu tuh gila ya, Har. Keadaan lagi kayak gini kamu ke luar rumah bawa anak kalau sesuatu terjadi gimana kamu mikir enggak sih," ucap Angelina lagi. Harry memilih untuk mengalah dan minta maaf dari pada masalah semakin panjang toh. Dia juga tidak bisa menjelaskan sesuatu tersebut kepada Istrinya.   "Udah ya aku minta maaf mending kamu sekarang istirahat aja. Masih malem," ucap Harry lagi.   "Kamu aneh banget sih. Ada yang kamu sembunyiin?"   "Enggak, Angel udah kalau kamu masih mau di sini aku mau tidur duluan aja besok aku masih harus cari makan lagi untuk kita." Harry memutuskan untuk masuk ke kamar menyusul Estel Dan meninggalkan Angel yang masih penuh rasa curiga.  "Angel, malam ini makan apa?" Angel hanya menghela napas berat menatap suami yang sudah duduk bersila di lantai beralaskan karpet yang sudah lusuh.  Tinggal di bawah tanah tak selalu enak. Karena harus merasakan lika-liku kepedihan tinggal di bawah tanah. Akan tetapi, keadaan sekarang sangat mendessak mereka untuk hidup di luar batas normal. Jadi, mereka harus menerima apapun yang terjadi.  "Kenapa kau masih bertanya? Tadi Steven kan sudah mencari ikan sendirian. Kau juga tau itu kan." "Ya, ya, Sayang. Aku lupa. Di mana dia?" Angel menunjuk Steven yang sudah terlelap dengan dagunya. Untuk seumuran Steven, keadaan yang sangat mencekam membuat sosok itu harus menjadi dewasa sebelum waktunya. Seperti kejadian kemarin, saat Steven berhasil membunuh seseorang. Ya, meskipun sosok itu adalah salah satu suku kanibal yang meresahkan. Suku yang sangat membahayakan keadaan sesama manusia meskipun mereka juga merupakan manusia biasa.  Kematian yang sudah disaksikan oleh Steven atas perlakuan para manusia kanibal itu mungkin telah membuatnya sadar bahwa hidup di jaman sekarang harus tega. Tega membunuh untuk menyelamatkan diri. Tega melukai untuk melarikan diri. Bertahan hidup, adalah tujuan utama mereka sekarang.  Sebenarnya saat memikirkan hal itu, Harry merasa sangat gagal menjadi seorang ayah. Ia gagal membuat Steven merasa terlindungi. Sebagai ayah, seharusnya ia bisa membuat Steven merasa aman dan nyaman tanpa harus mengotori tangannya. Namun, pada kenyataannya, Harry memang harus memahat Steven untuk menjadi pribadi yang kuat. Karena ia tak tahu, hidupnya bisa bertahan atau tidak di keadaan yang sangat penuh tumpah darah ini. Sebagai tameng pertama, Harry harus siap mati melindungi keluarganya.  Sedangkan Angel, ia juga merasa gagal menjadi seorang ibu untuk anak-anak nya. Seharusnya seorang ibu ada untuk membuat nyaman keadaan keluarga. Menyemangati mereka di kala sedih. Namun, sekarang Angel hanya mampu menjaga batin anak-anak nya agar terhindar dari kepedihan akibat keadaan yang terombang-ambing oleh kematian.  "Papi, Mami?"  Harry dan Angel tersadar dari lamunan mereka. Tatapan mereka langsung tertuju pada seorang gadis kecil yang menggendong seorang bayi di tangannya.  "Ada apa dengan adikmu, Estel?" Tanya Angel yang khawatir melihat Estel menggendong sang adik.  "Tadi dia mengigau dan terus merengek. Jadi, Estel berusaha membawanya ke Mami." Angel pun langsung menggendong bayinya dan menimang bayi itu. "Kau tidurlah. Biar mami yang menjaga adikmu." Estel mengangguk. Gadis kecil itu langsung tertidur di sebelah Steven setelah tersenyum pada ayahnya yang juga melempar senyuman hangat padanya.  "Harry, sebaiknya kau cepat makan dan langsung tidur. Besok, kita harus berburu daging. Kita tidak bisa makan ikan terus. Kecerdasan anak-anak juga harus kita utamakan. Harapan ku, bencana monster ini lekas berakhir dan kita bisa menjalani hidup seperti biasa lagi." Harry mengangguk. "Baiklah, Istriku." Setelah itu, Harry pun langsung memakan makanan yang ada. Mereka memang memakan semua jenis makanan yang tersedia. Hanya saja, Angel mulai berharap bahwa keadaan akan kembali seperti semula. Ia tak bisa membiarkan anak-anak nya memakan makanan yang kurang bergizi. Setidaknya mereka harus memakan daging rusa atau kelinci yang berkeliaran.  "Masakan mu selalu sedap dimanapun kita berada, Angel." Mulutnya penuh dengan daging ikan bakar yang dibumbui seadanya oleh Angel. Untung saja saat Harry memilih pulang untuk mengambil beberapa barang yang dibutuhkan, Angel tak lupa menitipkan beberapa bahan dan bumbu dapur yang masih tersisa. Untuk persediaan makan yang mungkin cukup untuk satu tahun. "Tentu. Aku harus bisa memasak agar anak-anak kita tercukupi gizinya dari tanganku sendiri." Harry tersenyum melihat sang istri. "Semoga bencana ini lekas berlalu." "Yeah, i think so." "Kau sudah makan?" Angel menggeleng. "Aku tidak nafsu makan beberapa hari ini. Sepertinya aku terkena gangguan mental." Harry menepuk pundak sang istri. "Jangan terlalu dipikirkan. Kita hidup di jaman, kita harus membunuh untuk bertahan hidup, Sayang." "Aku hanya perlu membiasakan diri, Sayang. Semua juga butuh waktu kan? Apalagi melihat semua darah yang bersimpah dan terus-menerus mencium bau anyir. Semua harus kita sesuaikan dengan mental kita." "Ya, aku paham. Kematian seseorang terkadang memang harus menyakiti hati kita. Apalagi sekarang, kita harus hidup untuk membunuh yang menganggu. Semoga saja, Tuhan lekas mengangkat para monster itu pergi dari muka bumi." "Benar. Semoga saja. Oh ya, besok saat kau pergi berburu, jangan ajak anak-anak. Biarkan mereka di sini bersamaku." Harry mengangguk. "Baiklah, aku juga tidak mengajak mereka." ▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️ Setiap malam, mereka lalui dengan sigap dan selalu waspada. Tak ada yang namanya tidur bersama. Mereka selalu begadang secara bergantian untuk memberi aba-aba jika ada bahaya. Hanya saja, hal itu dilakukan oleh Angel dan Harry. Mereka tak bisa meninggalkan anak mereka berjaga sendirian di malam hari yang sangat berbahaya. Setidaknya, orang tua harus menjadi pelindung bagi anak-anak nya. Setelah melewati malam yang panjang dengan cara begadang bergantian, Angel pun langsung tertidur di ranjang dengan bayinya dan Harry yang baru saja bangun langsung bersiap untuk berburu. Dia tak berganti baju atau sekadar membasuh tubuh karena takut jika hal itu akan membuang waktu. Setidaknya ia mendapat satu mangsa untuk anak-anak nya sarapan bersama di pagi hari. Andai ada panah, ia akan memanah burung yang selalu lewat denga riang. Sayangnya, ia hanya memiliki tombak yang dibuat asal untuk melindungi diri dan berburu ikan di sungai.  Harry pun langsung mengambil tombak yang ia letakkan di dekatnya selama berjaga malam. Saat dirinya sibuk untuk mengasah mata tombak untuk berburu, Steven dan Estel yang baru saja bangun dari tidur pun mendekatinya. Melihatnya mengasah mata tombak yang sudah melancip dan siap untuk menancap di tubuh target.  "Papi mau ke mana?" tanya Estel penasaran.  "Berburu, Nak." Harry hanya menjawab seadanya dan tak melebar. Karena ia tak mau jika ucapannya akan membuat anak-anak itu bergegas mengikutinya pergi. Sesuai dengan perintah Angel, ia harus pergi sendirian.  Estel membulatkan matanya. Ia sangat ingin ikut berburu dan melihat ke dalam hutan. Karena selama ini ia tak diperbolehkan masuk ke dalam hutan untuk berburu. Tujuan Harry dan Angel melarang itu juga cukup jelas. Mereka takut jika anak gadis mereka yang sangat ceroboh dan banyak tingkah itu mengundang mara bahaya.  "Boleh ikut?" rayu Estel. Steven menggeleng mendengar permintaan itu.  "Biar anak laki-laki yang maju untuk berburu. Kau anak perempuan harus di sini bersama mami. Jangan pergi dan tetap tinggal di sini." Steven dengan tegas melarang Estel tanpa tahu jika dirinya juga tidak diijinkan untuk pergi oleh Angel.  "Kau juga harus di sini, Stev. Mami tidak mengijinkan siapapun untuk pergi selain papi." Estel terkekeh melihat raut wajah Steven yang melongo kesal. "Tapi, Pi—" "Lagipula sudah cukup kau membahayakan dirimu sendiri. Biarkan papi sebagai tukang punggung keluarga sekaligus tameng keluarga yang pergi berburu untuk pengganti mencari nafkah. Kau dan Estel tetap di sini." Steven menggeleng. "Tidak, Pi. Aku juga anak laki-laki. Harus bisa membantu ayahnya untuk melindungi keluarga. Jika papi sendirian, papi akan dalam bahaya. Papi lupa? Di dalam hutan ada suku kanibal yang menyeramkan. Steven tidak mau jika papi harus tertangkap atau terpojok kan oleh mereka." Harry terdiam. Tekad anaknya untuk melindunginya sangat besar. Ia percaya, jika Steven pasti mampu melindungi dirinya sendiri jika dirinya mengajak Steven pergi berburu.  "Baiklah, Steven boleh ikut. Sedangkan Estel, tetap di sini." Estel melipat tangannya ke d**a dengan bibir manyun kesal. Namun, tampak menggemaskan bagi Harry. Ia pun mengulurkan tangan dan mengusap gemas pucuk kepala Estel.  "Pahami keadaan ini, ya, Estel. Papi hanya nggak mau kamu dalam bahaya, Sayang." Steven mengangguk setuju. "Benar. Kau di rumah saja, Es. jaga ibu dan adik." "Huh. Menyebalkan." Estel pun menghentakkan kaki dan langsung berbalik badan.  Harry yang sudah siap untuk berangkat pun langsung mengajak Steven untuk masuk ke dalam hutan. Meninggalkan Estel yang masih membelakangi mereka.  Harry yang memimpin jalan pun sudah siap dengan senjatanya. Mereka berjaga untuk apapun yang terjadi. Entah mangsa yang lewat, monster, atau para suku kanibal yang sudah pasti dendam pada mereka karena mereka telah membunuh salah satu dari mereka.  Beberapa menit mereka melangkah sambil melihat ke sekitar. Tak ada satupun binantang yang berkeliaran. Mungkin mereka tau jika ada monster yang tak segan-segan menerkam mereka kapanpun saat mereka berpapasan dengan monster itu.  Jika tak mendapatkan daging, sudah pasti Angel akan mengamuk. Karena Angel sangat ingin anak-anak nya makan enak dengan makan daging. Setidaknya sekali seminggu. Tidak makan ikan bakar terus.  Krak Suara ranting terinjak membuat Steven menoleh. Ia melihat dan memicingkan matanya untuk melihat apa yang ada di sekitar.  Retina nya menangkap sesuatu. Ia pun langsung bertindak.  "Papi ... " Saat beberapa langkah mereka berjalan, Steven menarik ujung baju lusuh yang dikenakan oleh Harry. Harry pun menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Steven.  "Ada apa?" tanya Harry dengan suara pelan. Mereka benar-benar harus memelankan suara agar tak mengundang kehadiran monster yang mengerikan itu.  "Aku tadi melihat ada rusa di sana." Steven menunjuk sebuah tempat dengan telunjuknya. Tanpa basa-basi, Harry langsung putar arah dan menuju ke tempat yang ditunjukkan oleh Steven.  Dengan derap langkah yang perlahan, Harry memangkas semua semak yang menganggu. Hingga matanya menangkap seekor rusa yang berukuran cukup sedang dan daging yang bisa dijadikan sebagai makan pagi hingga malam.  Harry bersiap menombak rusa itu. Matanya memicing untuk memfokuskan pengelihatannya dan tembakannya akan tetap sasaran.  "Satu ... dua ... tiga!" "Aarrggghhh!!" Mendengar suara jeritan itu, rusa itu berlari dengan kencang. Tak hanya rusa itu tak terkejut, bahkan Steven dan Harry juga langsung saling pandang.  "Estel?!"  Ciri khas teriakan Estel membuat Harry dan Steven mengabaikan rusa yang sudah berhasil melarikan diri. Mereka langsung mencari sumber suara. Suara Estel berteriak sangat terdengar histeris seperti Estel sedang melihat sesuatu yang menyeramkan atau bertemu dengan hal yang menyeramkan.  Harry hanya takut jika Estel bertemu dengan para suku kanibal. Atau justru bertemu dengan monster yang sudah mencabik-cabik tubuhnya. Dengan terburu, Harry dan Steven langsung panik mencari Estel di pelosok hutan.  Pada akhirnya, mereka berhasil menemukan Estel. Gadis kecil itu menutup mulut dan hidungnya sambil berjongkok ketakutan. Begitupun dengan Harry dan Steven yang menyadari bahwa ada monster tepat di depan mereka.  Sontak mereka berhenti bernapas sebelum kuku monster itu menusuk tubuh mereka. Tapi, hal yang paling mengerikan adalah ... para suku kanibal datang dan mendekati mereka. Mereka tak mempedulikan ada monster yang gagah siap menerkam. Nyawa mereka, sekarang benar-benar di ujung tanduk. Antara monster dan suku kanibal.  Harry berteriak dalam hati, "Apa yang harus kulakukan sekarang?" Harry bingung harus melakukan apa saat ini. Posisinya sangat tidak menguntungkan di pihak keduanya. Apabila dia berisik yang ada monster itu hadir tapi kalau dia tetap diam manusia kanibal itu udah sangat dekat dengan anaknya. ▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️▪️
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD