Keributan

3005 Words
"Semoga ada keberhasilan dari alat ini." ****      Harry dan keluarganya mencoba mulai menyalakan speakernya. Dia mengetes suara radio itu pelan. Baru dia mulai menyalakan suara itu malah terdengar lumayan keras. Harry ingin mematikannya tapi entah kenapa malah sulit.      Mereka Semua panik hanya Harry yang berusaha tenang. Dia tetap mencoba untuk mematikan radio itu. Padahal, tadi dia sudah mencoba alat itu dengan baik.    "Pi, matiin nanti monster itu keburu dateng."   "Tenang, ini Papi lagi coba matiin tapi enggak bisa." Walaupun Harry menjawab dengan tenang tapi dia juga merasa was-was. Seharusnya alat ini akan berhasil jika dicoba saat da monster kalau saat ini yang ada rencana mereka berantakan. ...      Orang-orang yang mendengar suaranya mulai panik. Mereka berlarian kesana kemari. Hingga ada salah satu propokator yang mengatakan kalau ini pasti mesin yang dibuat Harry.   "Ini pasti suara dari alatnya Harry. Ayo kita samperin mereka."   "Iya, bener. Pasti ini suara alatnya Harry. Ayo kita susul dia." Mereka Semua langsung berjalan ke arah ruangan Harry. .....    Joe yang berada di belakang tidak jauh dari ruangan itu langsung kaget mendengar suaranya. Teman-temannya pun langsung merasa panik.   "Joe suaranya kenceng banget. Ini bisa buat Monster itu dateng."   "Iya, aduh itu orang kenapa nyusahin banget sih baru tinggal di sini." Joe tidak menggubris mereka langsung saja dia berlari ke arah ruangan itu. Belum sampai di sana suara keras itu pun berhenti. Untung sekali suara itu tidak mengundang monster itu untuk datang kalau sampai monster itu datang sudah pasti riwayatnya mereka akan habis seperti dulu. ......   "Akhirnya mati juga." Harry menghembuskan napasnya lega.   "Papi, kamu emang tadi enggak ngecek dulu apa. Coba aja kalau suara itu enggak mau berhenti Dan monster itu dateng ke sini. Gimana?"   "Tadi, Papi udah coba dengan suara pelan. Ini juga Papi tadi nyoba pake suara pelan kok. Tapi, enggak tahu kenapa suaranya gede banget." Harry mengecek alat semacam radio tersebut dan melihat kendalanya lagi. Estel melihat ke luar. Orang-orang pada ke sini.   "Papi, semua orang pada ke sini, Pi. Gimana dong," ucap Estel. Mereka langsung ke luar pintu. Melihat banyak orang yang memang benar pada menuju ke arahnya.    "Pi, gimana ini nanti kalau kita diusir?" tanya Steven yang juga panik.    "Iya, Pi kalau mereka.ngancurin alat itu. Padahal alat itu udah lebih sempurna."    "Tenang kalau kalian panik yang ada enggak bisa mikir kalian diam saja biar Papi yang ngomong sama mereka." Orang-orang sudah berada di depannya. Mereka sudah siap mendemo Harry dan keluarganya karena kecerobohan mereka.    "Harry. Kamu itu orang baru kenapa sok banget sih. Suara mesin kamu tadi itu bisa buat Monster itu dateng!"   "Iya, betul walaupun di dekat sini ada air terjun Dan aliran sungai yang deras kalau alat kamu bunyi itu tetep aja bakal buat monster itu dateng tahu enggak sih!"   "Iya bener. Lagian ngapain buat alat yang malah bersuara jelas monster itu ada suara bakal datang. Ngomong aja bisa dateng ngapain malah buat suara segede gitu. Kamu emang niat bunuh kita semua yang ada di sini ya!" Semua orang menyalahkan Harry. Keluarga Harry sudah merasa takut. Angelina memberikan Eveline kepada Lili. Lili pun dengan sigap menggendong Eveline dalam pelukannya.   "Sebelumnya maafkan saya. Saya tidak bermaksud membuat gaduh Dan malah memancing monster itu untuk datang. Tadi, saya sedang mencoba alat saya untuk besok saya gunakan. Tapi, ternyataaa alat itu belum berhasil seratus persen ada konslet di dalamnya yang membuat alat saya tidak mau mati."   "Kamu sudah bilang berapa kali Harry jangan mencoba apapun alat yang kamu gunakan di sini. Kita semua masih trauma dengan apa yang terjadi beberapa tahun lalu kenapa kamu malah mencoba membuka masalah lagi."   "Maaf-maaf. Suami saya tidak bermaksud melakukan Hal tadi ini benar-benar kelalaian kami. Suara yang distel suami saya tadi sudah dalam volume kecil tapi entah kenapa suaranya malah besar. Maafkan suami keluarga saya. Kalian bisa lihat alat kamu dulu. Apa yang alat kami buat sudah di setting dengan benar."   "Halah. Apapun alasannya kita enggak peduli. Tetep aja kamu bikin kacau." Gorge lagi-lagi maju ke depan untuk membantu keluarga Harry yang diserbu orang-orang.    "Maaf ya Bapak-bapak, Ibu-Ibu kita enggak maksud bikin kegaduhan memang benar yang diucapkan mereka mesinnya ada eror jadi menimbulkan suara yang keras. Saya bisa jamin kalau kita akan tetap aman monster itu tidak akan ke sini. Saya jamin itu." Gorge dengan yakin membela keluarga Harry. Walaupun mereka belum lama kenal tapi Gorge sangat yakin dengan kemampuan Harry.    "Ini karena kamu bela dia terus Gorge. Awas saja kalau dia buat kita semua bahaya. Kita akan bunuh dia ramai-ramai dengan keluarganya." Keluarga Harry meneguk ludahnya. Kalau mereka buat kegaduhan mereka akan dibunuh. Estel menggelengkan kepalanya dia tidak mau mati. Dia berlindung di belakang tubuh Maminya. Ternyata tidak enak seperti ini.    "Iya saya akan jamin setelah ini alat ini akan kita gunakan besok saja. Jadi, kalian tenang saja. Saya di sini akan menjamin akan aman."    "Awas ya kalau kejadian ini terulang lagi kita bakal usir kalian!"    "Iya saya jamin tidak akan terulang lagi. Saya Dan keluarganya meminta maaf sebesar-besarnya." Harry meminta maaf sebesar-besarnya karena dia ceroboh. Tadinya, dia sangat yakin kalau mesinnya akan berhasil tapi entah kenapa masih saja ada yang konslet.    "Udah ya kalian bisa bubar saya yang akan menyeting lagi alat ini bersama Harry saya pastikan alat ini akan kami uji coba jauh dari tempat ini. Dan kalian tenang aja kita tidak akan membahayakan kalian di sini." Gorge mencoba menenangkan keadaannya. Satu persatu dari mereka mulai berjalan menjauh dari sana.    "Gorge makasih ya udah bantuin keluarga saya lagi. Tadi, saya sudah coba untuk hati-hati tapi mesin ini enggak mau mati suaranya."   "Bukannya semua udah kita buat Dan yakin ya kalau semua aman."   "Ya tadinya seperti itu, makanya saya mau coba suaranya dulu. Tapi, malah berisik sekali. Semua orang langsung dateng ke sini."       "Yaudah enggak papa namanya enggak tahu. Yaudah udah malem juga mending alatnya disimpen besok aja kita setting Dan kita bawa ke alam liar lagi buat coba, mancing monster itu."    "Ya kamu duluan saja, Gorge kami akan beres-beres dulu alatnya."   "Yaudah saya duluan." Gorge langsung pergi. Keluarga Harry duduk sejenak di bangku panjang.   "Huft ... untung aja ada Paman Gorge kalau Paman Gorge enggak ada sudah pasti kita diusir dari sini." Steven menghembuskan napasnya lega.    "Pi, lagian kita aturan enggak coba di sini. Semua tetep enggak bakal percaya kalau kita bisa ngusir monster itu. Walaupun akupun yakin kalau enggak akan berjalan dengan baik. Kita enggak tahu berapa banyak jumlah monster mengerikan itu. Kalau mereka semua datang Dan kita semua tidak bisa mencegahnya yang ada kita semua mati." Angelina juga malah merasakan firasatnya yang tidak enak. Dia tidak mau kehilangan keluarga mereka.    "Mi, ini cuma lagi apes aja. Kalau kita berhenti kan sayang kenapa kamu malah jadi bimbang kayak gini."   "Ya ngelihat respon masyarakat tadi mereka menyalahkan kita seakan mereka juga enggak percaya sama kita. Kamu tahu 'kan kita ke sini untuk dapat bantuan sama-sama tapi kita malah sendiri kamu yakin ini bakal berhasil?"   "Aku yakin aja. Emang banyak orang kan kayak gitu takut memulai jadinya enggak tahu gimana nantinya. Udahlah ayo kita istirahat aja. Alat udah aku beresin semua. Besok kita coba jauh dari sini." Harry mengajak keluarganya untuk istirahat. Mereka hanya nurut saja.  ......      "Sumpah gue sih enggak ngerti sama sekali kenapa tu keluarga malah bikin alat yang aneh bikin suara gitu," celetuk teman Joe.   "Iya asli dah kenapa kalau dia bisa nyiptain alat enggak nyiptain samurai raksasa buat ancurim itu monster kenapa malah mesin radio kayak gitu coba." Joe terdiam mendengarkan celotehan teman-temannya.   Joe bangkit menjauh dari teman-temannya, "Heh Joe mau ke mana lo?"   "Mau nyari ketenangan. Lo pada ngomong mulu males gue dengernya." Joe langsung saja pergi dari sana.    "Kenapa tuh bocah aneh banget," ucap temannya saat Joe sudah pergi. ......       Lili berdiam diri di dekat sungai malam-malam seperti ini. Tadinya, dia hanya ingin ke toilet Dan kembali tidur tapi Matanya belum merasa ngantuk jadi dia lanjutkan saja untuk berkeliling Dan berhenti di pinggiran sungai.   "Sendiri aja," celetuk seseorang. Lili menengok ke arah sumber suara. Ada Joe di belakangnya. Lili memilih untuk segera pergi malas bertemu dengan laki-laki itu.   "Eh mau ke mana ini saya mau nemenin tahu."   "Ngapain nemenin segala. Mending saya pergi aja dari pada nemuin manusia kayak kamu."   "Kenapa emang sama saya? Benci banget." Lili menatap Joe sinis. Bisa-bisanya laki-laki itu sok lupa dengan kata-katanya yang selalu pedas kepadanya.   "Pikir sendiri." Lili hendak langsung pergi tapi cekalan tangan Joe membuat dirinya menahan.   "Tunggu dulu ada yang mau gue tanyain tahu. Buru-buru banget dah." Joe memaksa Lili untuk tidak pergi dulu.    "Ck. Ngapain si lagian bukannya elo yang enggak mau ketemu gue."   "Dih kata siapa orang mau kok. Cuma lo nya aja yang salah ngarttiin."   "Bodo!" Lili menjawab ucapan Joe dengan ketus. Lagian dia benar-benar kesal dengan laki-laki itu. Awalnya Lili ramah karena merasa Joe bisa membantu keluarga Harry. Tapi, ternyata dengan santainya tidak bisa percuma.  "Duduk dulu deh. Jadi, cewe galak banget sih." Joe memaksa Lili yang berdiri untuk duduk. Lili pun dengan terpaksa duduk juga.   "Mau ngapain?!"     "Tadi gue lihat bokap lo diserbu," ucap Joe.   "Terus kenapa kalau Tuan Harry diserbu? Lo mau ikutan juga gitu?"   Joe terkekeh, mendengar ucapan Lili malah membuatnya lucu baru kali ini Joe merasa Lili itu berbeda. Eh. Tidak-tidak dia harus kembali ke pertanyaan awalnya, "Ya enggak gitu juga. Gue cuma ngira juga sama bokap lo itu tadi mau ngancurin tempat ini. Ya gue sebagai orang pertama Dan beberapa orang lainnya yang nemuin tempat ini jelas enggak terima lah. Apalagj dulu juga pernah monster dateng terus ngancurin tempat ini. Belum lagi lo harus tahu kalau banyak orang yang jadi meninggal di sini."   "Iya, gue tahu tapi kali ini Tuan Harry pasti enggak mungkin bikin orang lain celaka."   "Kenapa lo bisa yakin? Dia 'kan bukan bokap lo katanya."   "Udah berapa kali sih gue bilang. Gue udah menganggap mereka itu keluarga gue. Mereka yang nyelamatin gue cuma dengan peluit Dan pistol." Joe sudah tahu Hal itu tapi entah kenapa sampai sekarang dia masih belum percaya dengan Hal itu.  "Kenapa lo mau bilang enggak percaya lagi kan. Yaudah lagian gue kita sekeluarga enggak butuh kepercayaan lo."   "Oke-oke gue bakal mulai percaya sama kalian. Tapi, lagi gue mau nanya tentang.manusia kanibal yang katanya keluarga lo itu juga yang nyelamatin."   "Manusia kanibal? Gue malah enggak tahu tentang Hal itu," jawab Lili yang malah baru dengar mengenai Hal itu.   "Iya, benar kata temen gue keluarga lo yang bunuh monster itu. Beneran?"   "Kayaknya kalau itu nanti gue tanyain Steven aja deh. Soalnya gue emang belum gabung di keluarga mereka. Yang gue tahu selama ini cuma musuh manusia kanibal."   "Jadi, lo itu ketemu sama mereka belum lagi gitu ya?"    "Ya bisa dibilang gitu sih. Tapi, yaudahlah malah bagus. Hidup berdampingan ama monster yang tiap hari bikin d**a jantungan aja pusing gimana hidup sama manusia kanibal juga. Manusia kanibal kan yang makan sesama manusia kan?"   "Iya, betul. Tapi, gimana ya mereka bisa pede banget gitu makan daging manusia aneh enggak sih menurut lo?"  "Ya namanya laper." Joe tertawa, "Duh jangan-jangan lo juga nih. Aduh ngeri ah sama lo." Joe meledek Lili membuat gadis itu malah mendus.   "Udah ah gue mau tidur aja males ngadepin lo!"   "Eh entar dulu masih ada yang gue mau tanya nih."     "Apalagi sih, Joe. Udah ah ngapain si nanya-nanya mulu. Wartawan lo!"    "Ya anggep aja gitu. Kalau lo mau jawab pertanyaan gue."   "Ck udah ah banyak omong lo. Mau nanya apan lagi."    "Duduk dulu apa, Li. Kalau diri gimana bisa ngomong sambil dangak kayak gini. Pegel leher aku." Lili pun langsung duduk lagi.     "Mau nanya apa?" tanya Lili berusaha lebih sabar menghadapi Joe yang ngeselin. Laki-laki ini kadang membuat dia muak tapi kadang membuat dia pun merasa Akhirnya menuruti laki-laki itu.   "Kenapa bokap lo itu malah buat alat yang berisik kayak gitu. Kenapa enggak buat berbagai alat tajem aja gitu. Terus kenapa malah buat pistol-pistolan kayak gitu juga. Bapak lo mantan kepolisian?"   "Gue enggak tahu."   "Masa enggak tahu jawab yang bener dong, Li. Kalau lo jawab yang bener siapa tahu nanti gue jadi kepikiran buat bantuin keluarga lo Dan gue ajak temen-temen gue juga. Itukan yang lo mau?" Lili langsung memandang Joe serius.    "Lo yakin?" tanya Lili lagi.   "Ya siapa tahu. Gue kasihan atau gue dapet hidayah 'kan? Makanya gue tanya kenapa harus radio rusak kayak gitu bikin suara sakit telinga aja. Kalau itu monster malah nyerang keluarga lo emang lo malah enggak takut? Gue aja tadi deg-degan kalau monster itu dateng ke sini," jelas Joe jujur. Dia agak was-was kalau memang monster itu akan muncul.   "Monster itu punya kelemahan, Joe."   "Kelemahan? Lo yakin monster sebesar itu punya kelemahan? Gue rasa malah itu monster paling kuat. Soalnya dulu kita udah coba buat bunuh dia rame-rame malah tetep aja enggak berguna cara itu."   "Ya makanya itu, sebelum lo itu merencanakan buat ngancurin musuh enggak bisa langsung ngancurin gitu aja. Lo harusnya cari kelemahannya dulu. Dan gue rasa keluarga Harry ini udah cari kelemahan itu. Makanya mereka dengan yakin buat alat-alat itu."   "Terus kelemahannya apa?" tanya Joe penasaran Dan lebih serius mendengarkan Lili dia yakin kalau Lili mungkin ada petunjuk lain bersama mereka.   "Menurut gue sih kalau enggak lupa kelemahan terbesarnya ada di gendang telinga."    "Gendang telinga? Dia kan enggak ada gendang telinga."   "Ada lo enggak pernah sadar ya di kanan kirinya itu semacam ada rongga yang selalu kebuka ketutup. Entah mereka tahu dari mana kelemahan itu yang pasti waktu itu mereka arahin peluit itu ke sana. Monster itu kesakitan Dan mundur setelah itu ditembak sama Tuan Harry. Tapi, gue masih enggak tahu nembaknya di mana karena itu kejadiannya satu kali aja Dan gue enggak lihat Dan milih nutup mata." Joe mendengarkan itu dengan serius. Sambil berfikir. Dia mengingat-ngingat bentuk monster besar itu. Tapi, kayaknya enggak ada.   "Sumpah sih gue masih enggak Inget soalnya dia punya rongga apa aja."    "Gue juga enggak terlalu tahu, Joe. Cuma ya ada lah pokoknya." Joe mengangguk mencoba percaya walaupun dia juga agak ragu.   "Terus alat itu ke mana? Tadi lo bilang cuma pake peluit kan kenapa enggak pake peluit aja yang sekarang. Kenapa malah buat-buat kayak gitu. Kalau suaranya makin keras bukannya malah ngundang monster itu ya?"    "Emm ... peluit itu sebenernya udah ilang dicuri sama sahabat mereka yang menusuk dari belakang 'katanya' terus waktu kita jalan ketemu sama sahabatnya itu."   "Terus lo pada amabil kan alatnya?" tanya Joe lagi. Lili menggelengkan kepalanya.   "Penghianat itu ada seorang Kakek Dan cucunya terus satu wanita yang pernah nuduh gue juga pencuri tahunya dia yang nyuri kesel banget gue dituduh."   "Tunggu deh gue beneran enggak ngerti maksud cerita lo terlalu bertele-tele mending lo jelasin deh dari awal sampai akhir gimana kejadiannya bisa gitu." Joe memilih agar Lili menjelaskan semuanya dari awal. Dari tadi Lili jawab pertanyaan masih membuat Joe pun tidak paham.   "Jadi gini, sebelum ketemu sama mereka gue ketemu sama Nyonya Angelina sama Steven dan bayi mereka. Dulu gue enggak percaya sama siapapun, gue kayak punya rumah sendiri walaupun cuma kayak dilorong gitu loh. Mereka mau gabung sama gue walaupun sehari tapi enggak gue bolehin terus dia pergi. Yaudah gue tutup aja lorong gue. Terus enggak tahu deh mereka ke mana." Joe mulai mengangguk paham.   "Kenapa enggak lo ajak mereka? Jahat banget sih apalagi tadi lo bilang dia bawa anak kecil kan? Jahat banget sih lo," ucap Joe.   "Nah iya sampe sekarang pun gue masih ngerasa nyesel juga. Gue tuh enggak percaya sama orang karena keluarga gue juga dulu pernah di bunuh sama Kakak Dan adeknyq sendiri, Joe buat dimakan dagingnya. Gila kan adeknya sendiri mau di bunuh karena udah enggak ada makanan lagi. Dan gue juga nyaris jadi korbannya asal lo tahu," jelas Lili mengingat Hal itu sebenernya hanya membuat Lili merasa flashback rasa sakitnya. Tapi, dia juga ingin cerita ini berharap kalau Joe mau membantunya setelah ini.   "Terus-terus? Kok tega banget sih. Mereka manusia kanibal?" tanya Joe lagi.   "Seharusnya itu enggak. Kenapa? Soalnya ya waktu itu lagi musim hujan nyari makanan itu susah banget ... Terus enggak tahu kenapa pas baru bangun udah ada bau makanan enak, daging gitu. Tapi, Kakek gue enggak ada Dan beberapa dari mereka bilang cuma lagi ke luar lah. Ya gue sama keluarga gue percaya aja. Sampai akhirnya mereka bilang kalau Kakek gue malah diterkam sama monster. Kita bener-bener ngerasa kehilangan banget. Kita percaya aja. Tapi, seiring berjalannya waktu kita tahu kalau daging-daging yang kita makan ini kok pasti selalu ada aja salah satu keluarga kita yang enggak ada. Bokap Nyokap gue langsung nyariin dong otomatis. Dan akhirnya gitu lah. Kita enggak nyangka daging yang kita makan itu daging saudara kita sendiri." Joe yang mendengarnya pun seketika mual. Membayangkan memakan daging manusia saja membuatnya ingin muntah.   "Lo termasuk dong?" Lili mengangguk sambil menundukkan pandangannya. Mengingat itu ya dia juga nyesel lag seandainya dia tahu lebih dulu pasti dia lebih memilih mati kelaparan.   "Gila lo. Lo juga jangan-jangan kanibal lagi setelah lo tahu rasa daging manusia."    "Enggak lah lo gila ya. Setelah kejadian itu Ayah sama Ibu gue jadi korban selanjutnya. Gue kecewa sama mereka. Pas itu gue coba kabur tapi malah nyaris ketangkep untung aja gue tendang itunya Paman gue habis itu gue kabur."   "Aish...." Joe ngilu sendiri mendengarnya. Dia jadi, membayangkan kalau Lili aneh-aneh Dan malah menendang itunya.   "Lo enggak usah mikir gue bakal nganuin lo deh muka lo kayak gue perempuan apaan aja si." Lili yang melihat raut wajah Joe langsung memutar bola matanya. Joe hanya meringis. Bisa-bisanya wanita itu menjawabnya dengan sepele.   "Yaudah lanjut."   "Yaudah dari situ gue hidup sendiri tanpa ada siapapun yang gue percaya. Nemuin beberapa orang selama jalan tapj gue milih enggak mau ketemu. Gue takut, gue takut sama semua orang penghianat. Bahkan kalau gue milih lebih baik mati di tangan mosnter itu dari pada mati ditangan manusia yang sok baik pada akhirnya ngebunuh gue juga. Buat apa?" Joe terdiam, ternyata wanita ini sudah merasakan rasanya kesendirian walaupun dirinya juga. Tapi, dia tidak separah dengan cerita Lili. Jadi, ini sebabnya Lili ikut dengan keluarga Harry.   "Terus kenapa lo sampai akhirnya nerima ikut keluarga Harry? Lo enggak ditolak gitu sama mareka padahal lo udah enggak percaya sama mereka." Joe rasanya aneh saja. Angelina kan tidak dibantu oleh Lili bahkan cuma menginap sehari saja kok mereka mudah menerima Lili. Apa keluarga Harry memang orang baik. .....  Tbc ... Jangan lupa untuk tinggalkan komenan kalian ya.... Semoga aja kalian suka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD