Tempat Asing

2010 Words
"Tempat yang asing, bahkan mereka sendiri tidak tahu ada di mana." **** "Udah kamu enggak usah pikirin nanti, Mama bantu nyari," ucap Maminya lagi. Estel pun mengangguk dan pasrah. Nanti dia akan mencarinya lagi. ~~~       Mereka berdua makan dengan hening. Estel makan sambil mengingat kembali di mana peluit itu tapi sama sekali dia tidak ingat di mana peluit itu. Seketika dia mengingat dia meletakknya di kantong. Dia lantas bangkit meninggalkan makanya.   "Estel kamu mau ke mana? Makannya belum selesai," ucap Maminya yang melihat makanan anaknya belum selesai tapi sudah pergi.   "Sebentar, Mi." Angelina menggelengkan kepalanya. Dia ikut bangkit saat anaknya masuk ke kamar.   "Nyari apa, Es?" tanya Angeline.   "Tadi, aku Inget, Mi. Waktu itu aku naro dikantong baju peluitnya. Baju yang mana ya, Mi waktu itu yang aku pake," ucap Estel. Dia juga lupa waktu itu pakai baju apa.   "Baju kamu 'kan setahu, Mami enggak ada kantongnya, Es. Celana kali?" tanya Angelina lagi.    "Iya kayaknya, Mi. Itu celana Estel di mana? Di sana ada peluitnya, Mi," ucap Estel lagi.   "Em ... tapi perasaan waktu Mami nyuci enggak ada apa-apa kok," jawab Maminya lagi sambil mengingat-ngingat. Tapi, memang benar dia tidak ingat apapun. "Tapi, aturan ada, Mi bener deh. Aku Inget coba Celananya sama bajunya mana, nanti aku cari lagi, Mi."    "Makan dulu sana itu makannya belum selesai."   "Nanti dulu, Mi. Estel mau cari peluitnya dulu itu bisa jadi senjata kita kalau dalam bahaya," ucap Estel keras kepala. Anaknya itu kalau sudah keras kepala susah di hilangkan jadi yaudah mau tidak mau Angelina pun membantu mencari baju yang waktu itu dipakai anaknya.   Satu persatu baju di keluarkan dari keranjang mereka. Hingga Angelina menemukannya, "Ini kayaknya waktu itu kamu pakenya."    "Iya, Mi kayaknya ini." Bajunya memang tidak ada kantongnya jadi tidak mungkin kalau ada peluit di sana.   "Nah ini celananya," ucap Maminya meberikan celana itu kepada Estel.   "Bener 'kan ini celananya? Tapi, kok enggak ada ya, Mi," kata Estel saat merogoh kantong itu.   "Mami enggak tahu. Waktu Mami cuci juga enggak nemu apa-apa, kok."   "Coba kita cari yang lain dulu, Mi siapa tahu nyelip kali ya." Angelina menghembuskan napasnya. Dia mengeluarkan semua pakaian Estel. Estel pun mengecek satu persatu kantong itu.   "Kok enggak ada semua si,Mi. Duh pasti ilang padahal itu dikasih, Papi Dan udah aku buktiin bisa buat Monster itu pergi."   "Yaudah nanti kalau, Papi pulang tanya lagi aja ya ke Mami masih ada enggak."    "Duh, Papi kapan juga ya pulangnya."    "Udah nanti juga pulang kok udah ayo lanjutin makan aja." Estel pun mengalah dia ikut lagi dengan Ibunya ke meja makan.    "Mi, tapi beneran tahu peluit itu kalau ditiup di telinga Monster itu mosnter itu kesakitan terus pergi. Kenapa dulu, Papi enggak nyelamatin Kakak aja kalau gitu."    "Enggak mungkin ah, monster itu sangat bahaya belum ada yang tahu cara membunuhnya kalau dengan alat gitu. Kenapa Pemerintah enggak buat sebanyak-banyaknya untuk lindungin Negara kita. Bahkan kita malah hidup dalam ancaman seperti ini," jelas Angelina mulai meragukan ucapan Estel.   "Tapi, bener kok."   "Udah nanti aja kita tanya langsung sama, Papinya."    "Yaudah deh, Mi." Mereka melanjutkan lagi makan kentang seadanya. Dengan berharap Harry dan Steven cepat pulang. ......    Harry membuka matanya perlahan. Dia melihat ke langit-langit di atasnya. Seperti rumah. Tapi, bukan rumahnya. Seketika saat dia sudah sepenuhnya sadar dia langsung saja bangun.    "Ini rumah siapa," ucap Harry terkejut kala tidak tahu ini rumah siapa.        "Steven." Harry yang ingat Steven langsung menengok ke sebelahnya ternyata dia ada di sana.    "Stev bangun, Stev." Harry mengguncangkan tubuh anaknya.   "Steven ayo bangun kita enggak tahu di mana ini." Steven membuka matanya perlahan-lahan.    "Stev, ayo bangun."   "Kita di mana, Pi?" tanya Steven sambil mengucek matanya.   "Papi, enggak tahu. Tapi, ini bukan rumag kita. Ayo buruan kita pergi dari sini."   "Iya, Pi." Padahal Steven masih merasa pusing di kepalanya. Tapi, Papinya langsung menariknya. Mereka turun dari alas batuan itu. Mencari pintu ke luar hingga malah mereka berpapasan dengan orang yang tidak dikenal.   "Kalian udah sadar?" tanya orang itu. Harry menarik anaknya untuk berada di belakangnya.   "Siapa kamu." Laki-laki itu malah tertawa.    "Tidak perlu takut saya tidak aneh-aneh kok," ucap laki-laki itu dengan membawa dua tentengan plastik.   "Saya mau pergi. Permisi."   "Kalian baru sadar. Di luar juga hujan deras lebih baik kalian di sini dulu. Kalian tidak perlu takut, saya bukan bagian dari manusia aneh itu. Dan kalau kalian ke luar saat seperti ini bahaya tanah di luar juga sangat licin." Harry menatap anaknya. Apakah benar orang ini tidak berbahaya. Dia tidak boleh main percaya begitu saja.   "Siapa kamu. Lalu, kenapa saya bisa ada di sini?  Kamu sengaja kan nyekap kami di sini." Laki-laki itu menaruh tentengannya. Dia menengok lagi ke arah, Harry dan anaknya.   "Kakek...." ucap seseorang lagi yang masuk membuat Harry dan Steven menoleh lagi ke arah pintu. Anak berusia sama seperti anaknya Estel sepertinya.   "Mana, nak kamu udah bawa, jahenya?" tanya  laki-laki itu.   "Ini, Kek," jawab anak itu.   "Makasih, kamu ganti baju dulu sana baju kamu basah." Melihat anaknya yang basah kuyup.laki-laki itu langsung menyuruhnya untuk mandi.   "Iya, Kek. Eh kalian udah bangun aku kira kalian mati."    "Jeromy udah sana kamu mandi jangan ngomong aneh-aneh.      "Hehehe iya, Kek," jawab Jeromy kemudian anak itu menuju ke belakang.   "Maafkan cucu saya. Mending kalian duduk dulu saya tidak ada niat buruk apapun. Saya hanya menolong kalian," ucap laki-laki itu. Tapi, Harry tetap tidak bisa percaya begitu saja. Dia masih berdiri di tempatnya dengan menggandeng Steven. Jadi, kalau terjadi sesuatu Harry akan langsung menerjang laki-laki tua itu.   "Saya Tono. Kakeknya Jeromy. Kami, sama seperti kalian.  Kami korban dari manusia kanibal itu yang sudah ada sejak dulu. Tapi, kami selalu berhasil menyelematkan diri. Tapi, keluarga Jeromy tidak begitupun dengan Nenek Jeromy yaitu istri saya yang harus jadi korban manusia kanibal itu," jelas Tono.    "Jadi, manusia aneh itu sudah ada lama?"    "Ya bahkan sebelum monster itu hadir begitu saja."   "Bukannya mereka ada karena monster itu datang. Mencari makanan yang sulit membuat mereka jadi memangsa manusia?" tanya Steven.    "Tidak. Mereka ada saat anak-anak saya masih kecil. Bahkan sampai saya punya Jeromy. Mereka adalah kerabat saya dulu," jelas Tono dengan jujur. Steven langsung mundur di belakang Harry, begitupun dengan Harry yang berjaga-jaga untuk mundur was-was kalau malah Tono menyerang mereka.   "Tapi, kalian tidak perlu takut. Saya tidak akan melakukan apapun dengan kalian. Saya lebih baik vegetarian dari pada harus makan daging sesama manusia." Tono yang paham mereka ketakutan pun menjelaskan dengan jujur.   "Terus kenapa saya bisa ada di sini?"   "Kalian tidak ingat? Kalian hampir saja termakan monster itu. Beruntung kalian pingsan hingva monster itu pergi. Karena saya tidak tahu tempat tinggal kamu, makanya saya bawa kalian ke sini," ucap laki-laki itu lagi. Harry dan Steven pun mengingat-ngingat. Ya, dia ingat mereka hampir saja mati lagi di tangan monster itu.   "Saya buatkan jahe hangat untuk kalian. Minumlah," ucap Tono menyerahkan dua gelas itu.   "Kakek sudah pakai baju lagi." Jeromy datang dengan pakaian yang kering tidak seperti tadi.   "Duduklah kalian enggak perlu takut. Saya tidak akan melakukan apapun dengan kalian." Harry pun akhirnya mau tidak mau duduk di tempat tadi.mereka berbaring. Dengan gelas yang mereka genggam di tangannya.   "Minumlah." Suruhan kakek itu tetap tidak membuat Harry dan Steven minum air itu. Mereka masih tidak percaya bisa saja kakek itu menjebak dengan minuman itu.   "Kalau tidak mau minum tidak apa-apa. Kalian asalnya dari mana?" tanya Kakeknitu lagi.   "Saya mau pulang. Tapi, kenapa saya bisa ada di sini."   "Saya sudah bilang kalian pingsan lalu membawa kalian ke sini apa tidak cukup." Suara kakek itu meninggi. Seakan ucapan yang tadi mereka lontarkan dicurigai.   "Maaf, Kek. Sebelumnya saya terimakasih biar saya permisi saja."    "Ayo, Stev," ucap Harry mengajak anaknya untuk segera pergi dari sana.   "Tunggu, maafkan kakek saya. Kakek saya memang kadang emosi seperti itu. Bahkan saya cucumya pun sering kena omelnya. Memangnya kalian asal dari mana?" tanya Jeromy lagi.   "Rumah kami tidak dari sungai. Sudah saya pamit dulu," ucap Harry membawa anaknya pergi.   "Kalau kalian pergi saat hujan seperti ini malah berbahaya. Manusia Kanibal itu dengan mudah menerkam kalian saat hujan sedang turun, mereka akan berkeliling Dan langsung menghabisi mangsanya," jelas Jeromy.     Harry terdiam, "Baiklah saya akan tetap di sini untuk sementara apakah boleh?" tanya Harry lagi. Kalau memang situasinya seperti itu dia tidak mau membahayakan anaknya.   "Silahkan. Maafkan kakek saya ya dia memang sudah tua kadang dia suka emosi."    "Iya, tidak apa-apa saya yang minta maaf karena telah tidak sopan di sini," jawab Harry yang merasa tidak enak juga karena telah lancang.   "Kek maafkan sikap saya tadi karena telah berfikiran buruk terhadap kalian," ucap Harry lagi.   "Ya tidak masalah. Saya hanya niat membantu."   "Kalau boleh tahu kenapa sama manusia aneh itu kenapa mereka bisa memakan sesama manusia? Apa dari dulu seperti itu?" tanya Harry lagi.   "Tidak. Dulu kita mengalami proses sulitnya mencari makan. Bahkan tumbuhan apapun tidak ada yang bisa kita semua makan. Semua mengandung hama berbahaya. Hingga membuat satu persatu manusia berganti menjadi sebuah kanibal. Menyeramkan memang. Tapi, itu adanya. Saya diajak bergabung dengan mereka tapi istri dan anak-anak saya melarang. Tidak mungkin kita makan sesama daging manusia."   "Berarti mereka ada sudah lama? Lalu mengapa mereka semakin banyak?" tanya Harry lagi.    "Awalnya mereka hanya Lima orang hingga terlalu banyak korban. Jika, kita bergabung dengannya akan aman. Hingga banyak orang takut mati Dan tidak mau menjadi santapan mereka hingga membuat orang-orang mulai bergabung," jelas Tono membuat Steven jadi bergidik ngeri. Membayangkan mereka memakan sesama manusia. Padahal mereka sendiri manusia.    "Lalu, Ayah aku ikut menjadi bagian meteka. Ayahku ikut bukan karena dia takut. Tapi, dia ingin melindungi keluarganya," sambunv Jeromy.   "Maksudnya?" tanya Harry tidak paham.   "Ayahku masuk ke sana sebenarnya ingin menghancurkan mereka satu persatu. Setiap tidak ada yang tahu Ayahku membunuh mereka yang kuat-kuat. Tapi, pada akhirnya ayahku ketahuan Dan mereka menghabisi ayahku. Mereka menjadikanku sup di depan mata Ibuku. Ibuku yang melihat Ayahnya di bunuh langsung berteriak Dan membantu. Tapi, malah Ibu juga menjadi mangsa mereka. Kakek Dan nenek ku membawaku pulang, bukan karena mereka tidak mau menyelamatkan Ayah dan Ibuku tapi semua akan semakin tidak mungkin. Makanya dengan keadaan sedih mendalam Kakek dan Nenek membawaku pulang yang saat itu masih kecil," jelas Jaromy. Walaupun dia sama sekali tidak mengingat sama sekali apa yang terjadi dulu. Tapi, dia pernah mendengqr Neneknya yang bercerita kepada kakeknya kematian semua keluarga mereka satu persatu. "Lalu, di mana nenek kalian? Kalau kakek kalian Dan nenek kalian menolong kenapa hanya kamu tinggal bersama kakekmu?" tanya Steven gantian.   "Mereka tidak hanya dendam pada Ayahnya Jeromy karena telah menjadi mata-mata. Apalagi Ibunya Jeromy yang juga mengamati mereka. Sampai akhirnya, salah satu dari mereka kenal kalau Ayah dan Ibu adalah keluarga dari Saya. Waktu itu Nenek sedang menjemur di belakang. Lalu, dengan cepat mereka menarik Nenek. Nenek berteriak tapi tidak ada yang dengar," jelas Tono.   "Saya minta maaf karena telah mengulik kesedihan kalian," ucap Harry dengan perasaan tidak enak.   "Tidak apa. Kejadian itu sudah sangat lama jadi kami sudah mulai melupakan walaupun kadang kali masih tetap memikirkannya, wajarlah karena mereka keluarga kita," ucap Tono lagi.   "Kek tapi yang saya bingung waktu itu Nenek teriak tapi tidak ada yang membantu. Dan monster itu apa tidak muncul?" tanya Steven. Dia sempat berfikir apa artinya monster itu tidak ada dulu Dan memang baru ada tiga tahun belakangan ini tapi dari mana asalnya.   "Ya, benar. Saya sampai sekarang pun tidak tahu dari mana munculnya monster itu. Tiba-tiba monster itu datang saya melihat ada orang yang terekam monster itu," jawab Kakek Tono lagi.   "Apa monster itu buatan dari manusia aneh itu, Kek?" tanya Harry gantian.   "Menurut saya tidak. Bagaimana bisa manusia itu mencipkatan sebuah monster yang sama-sama makhluk hidup walaupun mereka sangat bahaya. Saya juga masih memikirkan Hal tersebut," jelas Tono lagi.   "Tapi, kejadian monster itu muncul di sini paling tidak itu kapan ya?" "Tiga tahun yang lalu."   Harry mengerutkan keningnya dan dia melihat ke arah anaknya. Monster itu muncul secara serempak artinya.   "Menurut kalian muncul kapan?" tanya Kakek Tono lagi.   "Mungkin sama, Kek karena saat kami memutuskan pindah ke hutan ini tepatnya tiga tahun yang lalu. Bahkan itu hanya ada keluarga saya saja. Tidak tahu keberadaan mereka semua. Yang terpenting keluarga saya selamat. Walaupun, harus ada anak kedua saya yang menjadi korban," jelas Harry dengan wajah sedihnya saat mengingat sang anak harus habis di tangan monster mengerikan itu. .....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD