Part 9

1633 Words
Hari ini Fiyah dan Kahfi sepakat untuk membawa Alfa ke lingkungan kampusnya. Fiyah sangat antusias untuk membawa anaknya itu. Dia menyiapkan berbagai macam keperluan Alfa seperti baju ganti, mainan, ASI yang sudah dimasukkan ke dalam botol serta keperluan lainnya. Melihat Betapa kerepotan istrinya Kahfi hanya tersenyum. Sudah menjadi rahasia umum jika istrinya itu selalu sibuk dan rempong apabila menyangkut soal anak mereka. Seperti biasanya mereka tidak membawa Alfa karena ada sang Mama yang menjaganya di rumah, namun hari ini sang mama terbang ke kota Bandung untuk bertemu saudara di sana. Rahmi sudah menawarkan untuk membawa Alfa, tetapi Fiyah menolak keinginan itu. Hal itu dikarenakan Dia tidak pernah jauh dari anaknya. Usia Alfa sudah menginjak 8 bulan, yang berarti mereka sudah 2 bulan melewati masa perkuliahan tahun ajaran baru. "Jagoan daddy, seneng banget kayaknya ke kampus Umi ya. Aduh Nak senyummu mengalahkan senyum Ummi" kahfi mengajak anaknya berbicara untuk melatih fungsi-fungsi saraf sensoriknya.. Alfa merespon dengan ocehan yang belum jelas. Tangannya menggapai-gapai wajah Kahfi walaupun tidak bisa. "Yang kenapa bawa barang banyak banget, Cuma 2 jam dong lo" Kahfi melongo melihat bawaan mereka mengalahkan orang yang piknik. Ingin rasanya Kahfi menghentikan aksi sang istri tapi dia urungkan karena seorang ibu pasti tau yang terbaik untuk anaknya. "Ini belum banyak bang, bawa kasur kecil soalnya takut nanti abang capek gendong Alfa" "Iya iya, udah sekarang kita sarapan dulu" Keluarga kecil itu melanjutkan untuk sarapan pagi. Sarapan pagi mereka hanya sederhana dan tidak terlalu berat. Hanya nasi goreng dengan beberapa kurma ditambah air rebusan dari rempah-rempahan. "Bang, Alfanya siniin dulu biar mudah makannya" seru Fiyah. Dia melihat sang suami kesulitan makan karena menggendong Sang buah hati. "Susah Yang, ini nempel banget sama Daddynya. Coba aja ambil kalau mau" Tenyata benar, sang anak tidak mau berpindah dari posisi nyamannya. "Anak Daddy bener mha dia" sindir Fiyah yang dibalas dengan senyum bangga oleh Kahfi. "Ya memang anak Abang Fi, emang anak siapa lagi" Fiyah menghela nafas berat, dia mencari-cari cara bagaimana agar sang suami bisa makan dengan mudah. "Akhhh" Fiyah berinisiatif untuk menyuapi sang suami dengan tangannya langsung. Dengan sedikit keterkejutan, Kahfi kembali sadar dari fase getaran dijantungnya. Padahal dia sudah lama menikah dengan Fiyah tapi kenapa dia masih begitu canggung Kahfi membuka mulutnya menerima suapan itu dengan senang hati "Harus banget gini dulu ya Yang baru disuapin" keluh Kahfi. Jika boleh berharap maka Kahfi dengan senang hati untuk disuapi sang istri selalu. "Apa bang" Fiyah kurang mendengar dengan jelas apa yang diucapkan oleh Kahfi. Dia hanya mendengar samar-samar dan tidak terlalu paham. "Umi Alfa gak peka" adu Kahfi pada anaknya . Dia berkata dengan ogah-ogahan. Fiyah berpikir keras kenapa dia dibilang tidak peka? Yang ada sang suami yang tidak peka kenapa jadi dia. Lama kata-kata peka bermain dalam kepalanya, Fiyah kembali menyuapi sang suami. Senyum Kahfi tidak ada lunturnya sampai mulutnya pun terasa kering. "Nambah lagi bang" tanya Fiyah di suapan terakhir. Kahfi merespon dengan gelengan kepala. "Yang jangan lupa susunya diminum" peringatan Kahfi, kalau tidak diingatkan sang istri tidak meminum s**u yang sudah dibuat olehnya. "Iya iya, Cerewet banget sih" Fiyah membalas dengan nada memelas. "Jangan heran, abang cerewet sama orang-orang tersayang aja kok" balas Kahfi. Setelah sarapan pagi, dia membawa istri beserta anaknya untuk menuju ke kampus. Banyak mata tertuju ke arah mereka, karena dengan santainya Kahfi menggendong Alfa di area kampus. Langit biru menjadi penaung kedua Sejoli yang tengah berjalan. Kilauan pancaran matahari tidak begitu mengganggu mereka. Tatapan tatapan Memuja sudah menjadi hal biasa, apalagi laki-laki itu kerap disebut Daddy muda. Bayangkan saja seorang mahasiswa semester 7 yang sudah membuat para kaum Hawa khususnya Maba menjerit-jerit karena pesona yang tiada duanya sudah menikah bahkan mempunyai anak. Banyak yang berpikir bahwa mereka telibat dalam insiden sebelum nikah namun pikiran itu dipatahkan karena mereka sudah menikah 3 tahun yang lalu. Hari ini Kahfi memakai baju kemeja panjang garis-garis yang dipadukan dengan celana jeans putih. Pakaian yang digunakan adalah pilihan Fiyah. Sedangkan Fiyah menggunakan gamis hitam dengan dipadukan khimar coklat muda. Kahfi mengantar istrinya sampai ke depan kelas, dia memang melihat wajah-wajah baru karena sang istri masuk pada kelas junior. Tidak ada yang berani mendekati Fiyah dikelas kecuali manusia berjenis kelamin perempuan. "Kok gak tega ninggalin Alfa ya bang, Fiyah gak masuk aja ya" ucapnya memelas. Jangan lupakan ekspresi sedih yang ditunjukan. "Gak boleh gitu, kalau sering gak masuk nanti susah lulusnya. Apalagi semester ini ngambil semester pendek kan?" Kahfi mengelus pucuk kepala Fiyah. Dia tau perasaan sosok bidadari didepannya ini, namun Fiyah harus segera menyelesaikan pendidikannya. "Kalau respon Fiyah kayak gini, abang ngerasa Fiyah gak percaya sama Abang buat jagain Alfa"Kahfi berkata sedih. "Fi-Fiyah gak ada maksud kayak gitu bang" Perasaan tidak enak menyeruak didalam diri Fiyah. Dia memang tidak tega meninggalkan Alfa, tetapi bukan berarti tidak percaya dengan sang suami. "Iya abang paham, sekarang Fiyah masuk ya udah mau jam 10 soalnya. Alfa insya Allah gak akan rewel" jelas Kahfi. "Iya bang, didalam tas ini ada perlengkapan Alfa. Kalau kasur mini ada didalam mobil" "Kalau Alfa bocor ntar jangan lupa bersiin dulu pakai tisu ya bang, ya walaupu pakai pempers tapi gak tau kan kalau ntar banyak" "Susunya dikasih setengah jam lagi ya bang" Kahfi tersenyum membalas semua kecerewetan sang istri. "Yang, Abang Daddynya lo" jelas Kahfi. "Eh maaf bang, kalau masalah Alfa ni suka gak ingat" cengiran dari Fiyah membuat bocah mungil penyebab perdebatan mereka mengoceh-ngoceh tidak jelas. "Udah sana masuk, Nanti kalau udah keluar telpon aja ya" "Iya siap kapten. Oh ya ke sekre fakultas abang gimana? Gak mungkin abang yang nyetir kan" Fiyah mulai berpikir bagaimana cara sang suami pergi kefakultasnya. "Jangan sering mikir keras Yang, Abang dijemput sama Ray kok" Kahfi sudah menghubungi teman-temannya siapa yang bersedia menjemput dia di fakultas teknik. "Alhamdulillah, Fiyah masuk dulu ya. Anak Umi jangan nakal ya sama Daddy. Nantik kalau ketamu sama Ayah Ray jangan nakal juga. Umi belajar dulu ya sayang" Fiyah mencium tangan sang suami kemudian dilanjutkan kepada sang buah hati. Tampilan Kahfi sangat mencolok sekarang ini. Dia berdiri di koridor kampus menunggu Ray menjemput. Padahal Ray sudah mengirimkan pesan kalau dia sudah berangkat, namun wujudnya belum keliatan. Kahfi menggendong Alfa dengan gendongan depan. "Banyak nyamuk ya nak, kok bisa merah gini" Kahfi melihat wajah sang anak ada bentol berwarna merah. Dia mengambil minyak angin didalam tas sandang kemudian mengolesinya. Sesekali Kahfi melafazkan Al-qur'an kepada anaknya. "Anak Ayah keluar rumah juga" teriak heboh Ray. Tidak hanya ada Ray, Bima juga ada dibelakang Ray. "Assalamu'alaikum dulu Yah" tegur Kahfi. "Eh, Wa'alaikumsalam" Ray menyengir. "Kok lama, Alfa udah digigit nyamuk lo" keluh Kahfi memperlihatkan wajah sang anak. "Maaf deh, Ayah Bima nyuruh jemput dulu makanya lama" "Eh anak Ayah, gak nangis dia Kaf" Bima mencium Alfa dengan rasa gemas yang luar biasa. "Enggak sih, Kalau dia sama Daddynya mha anteng. Mama sama Papa aja sampai bilang kalau Alfa anak Daddy banget" balas Kahfi bangga. "Iya Iya Daddy, Yuk ah berangkat. Mobil dimana" tanya Ray. Kahfi memberikan kunci mobil kepada Ray. Sedangkan Bima membantu Kahfi membawa tas sandang keperluan sang anak. Mereka berangkat ke fakultas ekonomi. Gaya bahasa yang digunakan oleh teman-teman Kahfi sudah berubah apabila ada Alfa. Kahfi tidak ingin anaknya mendengar hal-hal yang tidak baik. Awalnya Kahfi tidak enak kepada teman-temannya, tetapi dia juga tidak mau sang anak mendengar hal yang tidak baik. Oleh karena ini Kahfi memberitahu dan dibalas dengan senang hati oleh temannya. Mereka juga sadar bahasa mereka tidak baik untuk anak kecil. "Heran gue, udah punya bini sama anak juga masih aja diliatin sama cewek" monolog Ray. Dia melihat banyak kaum hawa fakultas ekonomi menatap Kahfi dengan tatapan memuja. Tapi sangat disayangkan karena melirikpun Kahfi enggan. "Hehe santai dong, Karena dia gendong anak makanya lebih banyak yang tertarik. Jiwa suami dan ayah penyayang yang dicari semua cewek. Mereka mencari apa yang ada pada diri Kahfi, Cuma kan manusia gak ada yang sempurna. Mereka aja yang gak tau kurangnya Kahfi, kalau bukan karena Fiyah yang menjadi penutup kekurangan itu maka kurangnnya Kahfi akan terlihat. Hakikat jodoh tu Ray" Bima menjawab sambil bercanda. "Iye-iye pak Ustadz, Ada gak orang yang gak dapat jodoh di dunia" tanya Ray. Dia membawa kasur kecil kepunyaan baby munyil imut Alfa. "Jodoh itu pasti ada, kalau gak didunia maka di akhirat kelak" jawab Bima. "Gue ngerasa jodoh gue gak disini deh" "Ya mungkin aja jodoh lo di luar negeri, atau diluar provinsi Ray. Serius amat lo ahaha" Bima meninggalkan Ray dengan tawanya. "Jodoh gue gak didunia kayaknya Bim" lirihnya pelan penuh luka. Kahfi meletakkan anaknya di kasur kecil. Tingkah Alfa sangat menggemaskan bahkan kalau boleh ingin sekali rasanya memeluk erat. Alfa tidak henti-hentinya mengoceh bahkan bergerak kesana kesini. Dia juga sudah bisa tengkurap. "Tumben bawa Alfa Kaf" tanya Koko. Dia segera mematikan rokoknya. "Iya, Nenek sama Kakeknya lagi kaBandung Om. Uminya masuk kuliah makanya Alfa kesini" jawab Kahfi. Dia mengeluarkan botol s**u. Sudah waktunya Alfa minum s**u. "Daddy muda memang beda ya, cekatan banget haha" "Ya iyalah, namanya sayang anak" "Nanti kalau kalian punya anak juga akan ngerasain kok. Segala sesuatu baru terasa berharga kalau sudah kehilangan. Makanya sekarang sebelum kehilangan seharusnya kita bersyukur dan menyayangi. Contoh nya gak cuma anak atau istri, Kayak Ibu dan Ayah juga. Kalau sekarang kita biasa-biasa aja, namun disaat gak ada disitu baru nyesal kenapa gak liatin kasih sayang kita sama dia. Makanya sebelum terlambat Daddynya Alfa harus sayang sama orang-orang disekeliling" Meskipun apa yang dikatakan Kahfi terlihat serius namun dia berkata dengan nada candaan. "Iya bener banget, sama kayak pas sehat kita gak ada syukurnya dikasih sehat. Eh pas nikmat sehat udah diambil baru deh ngerasa kalau sehat itu mahal" Sambung Bima. "Du du Anak Daddy udah haus ya, iya haus ya sayang. Sini kita mimik s**u dulu" Kahfi mengambil anaknya untuk diberi s**u. Interaksi keduanya tidak lepas dari penglihatan teman-temannya. Ada rasa ingin seperti Kahfi muncul dalam benak mereka. Apakah menikah semenyenangkan itu? Apakah memiliki anak segitu bahagianya? Itu lah yang ada dipikiran teman-teman Kahfi, nyatanya mereka hanya mencari kebahagia. Namun kebahagian gak harus dengan nikah atau punya anak, kita bersyukur dengan hidup aja sudah bahagia. Orang menikah dan punya anak belum tentu bahagia. Namun disaat mereka bersyukur dan hanya mengharapkan ridho Allah maka kebahagian mereka dapatnya, dengan menikah atau tidak menikah, dengan punya anak atau tidak dengan punya anak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD