12. Meminta Restu

2386 Words
Setelah sukses mengungkapkan rasa cinta, sekaligus melamar Ara di restoran malam itu. Kini selepas Reza pulang dari kantornya, ia pun bergegas mandi kemudian berganti dengan pakaian terbaiknya. Ia ingin terlihat sempurna baik di mata calon tunangan, dan mertuanya. 'Sempurna, sekarang aku harus cepat pergi ke kediaman Wiraguna sebelum keburu malam,' gumam Reza seraya memandang penampilannya di dalam cermin. Reza mengambil kunci mobil, lalu dengan cepat ia beranjak keluar kamarnya. Ia ingin ke rumah Ara, tentunya tanpa memberitahu kedatangan dirinya pada Ara terlebih dahulu. Reza ingin membuat kejutan, makanya ia tidak bilang dahulu pada Ara. Setengah perjalanan ke rumah Ara, ia berhenti di toko kue dan toko buah-buahan. Sengaja ia membeli itu semua, sebagai buah tangan untuk diberikan pada calon mertuanya. 'Tidak harus banyak, dan mahal. Begini saja pasti Ara senang. Begitu pula dengan orang tua Ara, kuharap mereka juga senang dengan apa yang kubawa sekarang ini,' batin Reza, seraya menoleh ke samping di mana sudah ada sekotak kue dan sekeranjang kecil buah-buahan. Dirasa apa yang Reza bawa sudah sempurna, ia pun langsung percaya diri. Ia pasti akan cepat mendapatkan restu dari kedua orang tua Ara. Sebab cara jitu meluluhkan hati orang tua, itu dari perutnya terlebih dahulu kata orang tua jaman dulu menurut Reza. *** Saat Reza dalam perjalanan ke rumah tunangannya, Ara sudah bersiap dari setengah jam yang lalu. Saat ini ia terlihat gelisah, dan sering kali menatap jam tangan di dinding. Karena aksi itu, Pak Nathan dan Bu Nara seketika tersenyum geli. Mereka berdua bukannya tidak tahu kalau saat ini putrinya tengah menunggu pria pujaannya, malah yang ada Bu Nara mulai menggoda Ara. Ya, memang sedari semalam Ara belum berani jujur kalau ia telah di lamar oleh Reza. Karena ia tidak memiliki keberanian berkata jujur pada Mama dan Papanya, sebab ia takut jika ia mengatakan kalau ia telah dilamar tanpa meminta pendapat ataupun restu dari Pak Nathan maupun Bu Nara. "Ara Sayang, kenapa kamu kelihatan gelisah seperti itu? Apa ada yang kamu sembunyikan dari kami, Nak?" tanya Bu Nara lembut, seraya menghampiri dan duduk di samping Ara. Ara seketika menoleh ke arah Mamanya, ia bimbang apakah ia harus mengatakan semuanya sekarang atau tidak. Jika ia diam saja, dan tidak memberitahu perihal penting yang terjadi pada hidupnya semalam, maka ia akan merasa bersalah pada kedua orang tuanya. "A--Ara tidak apa-apa, Ma." "Ara ingin mengatakan sesuatu pada Mama dan Papa, tapi kuharap kalian tidak marah ataupun kecewa sama Ara nantinya," ucap Ara gugup, bahkan saat ini ia telah meremas kedua tangannya. Bu Nara langsung memandang suaminya, dan Pak Nathan hanya memberikan senyuman kecil. Ia menyerahkan semua pada istrinya saat ini, tapi berbeda saat Reza yang datang. Maka Pak Nathan akan menunjukkan jati dirinya sebagai seorang Ayah. "Sebenarnya Ara, tadi malam ---" Ucapan Ara seketika terhenti, ketika ia mendengar suara deru mobil di garasi. Ia berdiri, merasa penasaran siapa tamu yang datang. 'Apa itu Mas Reza?' batin Ara seraya membuka pintu utama. Benar saja, tadi itu memang suara mobil Reza. Ara yang melihat tunangannya keluar dari mobil, saat itu juga binar bahagia terpatri di wajah cantiknya. ''Mas Reza! Akhirnya, Mas datang juga," sambut Ara dengan menghampiri Reza. "Apa aku datang terlambat, ya, maaf tadi aku harus membeli ini dulu," ucap Reza tak enak hati. ''Bu--bukan, bukan seperti itu. Hanya saja, saya pikir Mas Reza tidak jadi datang. Bukan karena terlambat, kok. Sekarang ayo masuk, akan saya perkenalkan Mas Reza sama kedua orang tua saya," ajak Ara lembut, dengan isyarat tangan mengarah ke rumahnya. "Begitu, kirain. Ya sudah, ayo masuk. Karena ada hal penting yang harus kubiarkan dengan kedua orang tuamu," Reza pun mengikuti Ara dari belakang. Sesaat Reza mengedarkan pandangannya melihat keseluruhan rumah Ara yang begitu besar, dan luas. Ia pun semakin semangat agar bisa menjadi bagian dari keluarga Wiraguna. 'Rumah ini besar sekali, memang berita yang pernah k****a benar adanya. Keluarga Wiraguna adalah salah satu orang terkaya di Jakarta, dan aku merasa lebih semangat untuk bisa menjadi bagian dari keluarga ini. Tentunya semua tidak akan berjalan lancar, jika Ara tidak mendukungku. Hanya dia yang bisa menjadikan impianku menjadi nyata. Agar aku bisa sesukses Pak Nathan,' monolog Reza seraya memasuki kediaman Wiraguna. Ara telah sampai di dalam terlebih dahulu, ia sengaja memanggil kedua orang tuanya untuk menyambut Reza. Karena hari ini, selain Reza meminta izin dan juga restu. Ia juga memiliki kewajiban, sekaligus meminta maaf telah lancang menerima lamaran Reza tanpa sepengetahuan Papa dan Mamanya. "Pa, Ma ... Ara mau memperkenalkan seseorang pada Mama, dan Papa." "Pria yang saat ini berdiri dihadapan Papa, dan Mama adalah tunangan Ara dari semalam, namanya adalah Reza Fahreza. Ya, semalam saat Ara di ajak dinner makan malam sama dia, Ara juga mendapatkan kejutan, Mas Reza melamar Ara di hadapan banyak orang." "Ara menerimanya, sebab Ara mencintai Mas Reza. Maafkan Ara baru bercerita sekarang, karena Ara sempat merasa takut jika Papa dan Mama sampai kecewa sama Ara," jelas Ara, dengan ekspresi bersalah di wajahnya. Reza hanya terdiam, selama Ara bicara. Sedangkan Pak Nathan dan Bu Nara juga terdiam, mendengar semua kata putrinya. Mereka sama sekali tidak marah, sebab Pak Nathan dan Bu Nara sudah tahu serta menyaksikan sendiri bagaimana Reza melamar Ara semalam. "Tidak perlu meminta maaf, Sayang, karena Papa dan Mama sudah tahu semuanya," ucap Bu Nara seraya membingkai wajah Ara, agar putrinya tidak merasa bersalah. Mendengar itu, Ara seketika bingung. Ia menatap Pak Nathan dan Bu Nara secara bergantian, ia tidak menyangka pertunangannya bisa diketahui oleh kedua orang tuanya, dan ia tidak mengerti dari mana mereka tahu semuanya. Apa itu dari laporan supir keluarga yang semalam mengantarnya ke restoran, atau dari orang lain. "Papa dan Mama sudah tahu, dari mana? Siapa yang bilang, kenapa Papa dan Mama tidak marah sama Ara?" tanya Ara dengan kebingungannya. Pak Nathan, dan Bu Nara hanya tersenyum kecil melihat ekspresi bingung Ara. Karena tidak ingin membuat putranya semakin bingung, maka Bu Nara menjelaskan bagaimana mereka tahu. "Kami tahu, karena kami mengikuti kemanapun kamu pergi semalam Sayang. Kami tidak bisa melepaskan kamu begitu saja, sebab kamu putri kami yang sangat kami sayangi." "Kami juga ingin melihat seperti apa pria yang mendekatimu, dan bagaimana perlakuan dia padamu. Tapi, sebelum kami tahu semuanya. Kami malah mendapatkan kejutan kalau kamu dilamar, dan kami melihatmu begitu sangat bahagia. Jadi, sebagai orang tua kami juga merasakan kebahagiaanmu," terang Bu Nara, dengan senyuman lembut di wajahnya. Ara merasa terkejut, sekaligus terharu. Begitu besar rasa kasih sayang orang tua padanya. Hingga mereka mengabaikan perasaan mereka, hanya ingin melihat dirinya bahagia. "Jadi, Mama dan Papa sudah tahu semua, dan kalian sama sekali tidak marah ataupun kecewa pada Ara. Hiks, sungguh Ara merasa beruntung memiliki kedua orang tua seperti kalian, terima kasih," ucap Ara dengan air mata yang mulai membasahi pipinya, kemudian ia memeluk Pak Nathan dan Bu Nara secara bergantian. Pak Nathan yang paling tidak suka melihat air mata Ara, langsung meminta putrinya itu untuk tidak menangis lagi. Tentunya dengan menggoda Ara, agar tangisan Ara cepat terhenti. "Sssttt ... apa kamu akan menangis seperti anak kecil di hadapan tunanganmu, Sayang? Berhentilah menangis, dan suruh tunanganmu itu duduk," ucap Pak Nathan mengingatkan. Diingatkan Ara langsung menoleh ke arah Reza, ia tersenyum canggung dan malu secara bersamaan. Dengan cepat ia menghapus air matanya dengan kasar, menggunakan punggung tangannya. Kemudian ia melangkah dan meminta Reza untuk duduk. Sedangkan Bu Nara ke belakang, meminta pembantunya membuatkan minuman serta membawakan makanan kecil untuk Reza. "Ayo, silahkan duduk Mas. Maaf saya sampai lupa," sesal Ara. "Tidak apa-apa, ini tolong berikan sama Mama kamu," sahut Reza mengerti. "Terima kasih, maaf sudah merepotkan Mas Reza," ucap Ara setelah menerima buah tangan dari Reza. "Sama-sama ... itu sama sekali tidak merepotkan, kok, sudah bawa ke belakang biar aku bicara sama Papa dan Mama kamu dulu,'' pinta Reza. Ara mengerti, hari ini adalah hal penting bagi dirinya dan tunangannya agar bisa mendapatkan restu dari kedua orang tuanya. Maka ia menurut, apa yang dikatakan oleh Reza tadi. Ketika Ara tengah berjalan ke ruang makan, Mamanya tengah berjalan akan ke ruang tamu kembali. Ara pun teringat pesan tunangannya, untuk memberikan buah tangan itu pada Mamanya. "Ma! Ini buah tangan dari Mas Reza, apa Mama mau mencoba makan ini dulu?" tanya Ara polos. "Tidak, Sayang, kamu berikan sama Bibik saja. Biar di simpan di kulkas dulu, Mama mau menemui tunangan kamu dulu," jawab Bu Nara dengan meneol pipi Ara. "Baik, Ma." **** "Apa tujuanmu dengan tiba-tiba melamar putriku, tanpa memberitahuku dan istriku?" tanya Pak Nathan dengan nada menuntut. Reza tahu, Pak Nathan bukanlah orang yang bodoh. Segala sesuatu yang terjadi pada keluarga, dan perusahaannya selalu ia pikirkan dengan matang. Reza pun harus siap, bahkan setiap kalimat sebelum ia masuk ke dalam rumah Ara telah ia susun. "Tujuan saya saat melamar Ara, karena saya ingin menjadikan Ara sebagai wanita spesial dalam hidup saya. Saya tidak mau berpacaran, yang menurut saya hanya akan membuat dosa. Jadi, tanpa pikir panjang dan menjauhi fitnah dan dosa maka saya melamar Ara terlebih dahulu semalam. Kemudian saat ini saya datang ke mari dengan niat meminta restu pada Anda dan Nyonya," jawab Reza setengah berbohong. Pak Nathan dan Bu Nara saling memandang, kemudian giliran Bu Nara yang bertanya pada Reza. Kedua orang tua Ara terus mengetes seberapa niat, dan juga seberapa besar cinta Reza pada Ara. "Jangan panggil Nyonya, Panggil Mama saja. Karena sebentar lagi kamu juga sudah menjadi bagian dari keluarga ini, jadi tidak ada salahnya kamu memanggil saya Mama," ucap lembut Bu Nara, penuh kasih sayang seorang ibu. Reza begitu antusias, akhirnya apa yang ia pikirkan menjadi nyata dan tidak lama lagi impiannya menjadi bagian dari keluarga Wiraguna akan menjadi kenyataan. 'Yes, akhirnya. Sedikit lagi, ya, sedikit lagi semuanya akan seperti apa yang kupikirkan,' batin Reza. "Ba--baiklah, Nyonya, eh, Mama," jawab Reza dibuat gugup, padahal ia merasa sangat senang. "Sekarang apa boleh Mama bertanya sesuatu padamu, Nak?" sambung Bu Nara. "Iya, boleh, Ma." "Saat kamu datang ke mari, dan meminta restu pada kami untuk menikahi putri kami seharusnya kamu membawa kedua orang tuamu. Lalu kenapa kamu tidak membawa mereka ke sini?" tanya Bu Nara penasaran. Reza sudah tahu akan di tanya seperti ini, maka ia pun telah menyiapkan jawaban, dan ia merasa tidak takut akan jawaban kedua orang tua Ara. Ia yakin, ketika orang tua Ara tahu, jika kedua orang tuanya telah tiada pasti mereka akan semakin bersimpati padanya. "Kedua orang tua saya telah meninggal, Ma. Jadi, saya tidak bisa membawa mereka. Tapi, saya telah meminta izin dan restu mereka sebelum saya melamar Ara semalam," jawab Reza jujur, kalau memang kedua orang tuanya telah tiada. "Oh, maaf, saya tidak tahu," sesal Bu Nara tidak enak. "Tidak apa-apa, Ma. Memang wajar, karena saya datang ke mari sendirian tanpa di temani orang tua ataupun sanak saudara," jawab Reza mengerti. Pak Nathan dan Bu Nara berpandangan kembali, dan kini mereka memiliki pemikiran yang sama. Yaitu menerima Reza sebagai calon menantunya, ia yakin seorang anak yatim pintu seperti Reza pasti akan menghargai sebuah hubungan. "Baiklah, kami menerimamu sebagai calon menantu kami. Tapi, apa kamu mau berjanji untuk tidak menyakiti baik fisik maupun hati Ara kami?" ucap Pak Nathan, dengan ekspresi serius. "Baik saya berjanji, tidak akan menyakiti hati maupun fisik Ara. Saya akan berusaha untuk membahagiakan Ara di atas kebahagiaan saya sendiri," janji Reza. Pak Nathan yang tidak ingin pertunangan putrinya dilakukan secara diam-diam seperti semalam, maka ia memberitahu waktu dua hari untuk Reza menyiapkan segalanya agar khalayak tahu jika seorang putri dari Nathan Satria Wiraguna telah bertunangan. "Oh, iya, jika lamaranmu pada putriku adalah simbolis kalau kamu mencintai Araku, dan ingin membawa hubungan ke tahap serius. Untuk menunjukkan pada semua orang, jika kamu adalah tunangan putriku maka kuberikan waktu dua hari agar kamu menyiapkan segalanya. Aku tidak mau jika sampai pertunangan putriku dilakukan diam-diam, aku ingin semua orang tahu dan merasakan kebahagiaan seperti yang dirasakan oleh Ara,'' perintah Pak Nathan, tanpa bisa di bantah. Degh! 'Pak Nathan memintaku untuk menyiapkan segalanya dalam waktu dua hari, apa aku bisa? Jika dibandingkan kekayaanku dan Pak Nathan, sangatlah beda jauh. Tapi, aku tidak ingin kehilangan wajah dan harga diriku dihadapan Pak Nathan dan Bu Nara. Maka aku akan melakukan apapun yang diucapkan Pak Nathan tadi,' tekad Reza dalam hati. "Baik, saya akan melakukannya sesuai keinginan Anda. Lagian saya juga ingin semua orang tahu, kalau Tiara Cahyani Wiraguna adalah tunangan saya,'' jawab Reza dengan harga dirinya. "Bagus, aku berharap bukan hanya ucapan kamu saja. Tapi, bukti itu yang jauh lebih penting. Satu lagi, jangan pernah melupakan janjimu untuk membahagiakan Araku. Jika kamu berani menyakiti dan melaksanakan kekerasan padanya, maka aku tidak akan melepaskanmu. Bahkan sampai ke neraka sekalipun," ancam Pak Nathan dengan berbisik di samping telinga Reza, ia sengaja berjalan melewati Reza yang kebetulan duduk di sampingnya. "Saya akan mengingat apa yang Anda katakan, Pak Nathan. Tolong percayalah pada saya, karena saya bukanlah pria suka ingkar janji," jawab Reza dengan mulut manisnya. Janji yang diucapkan Reza pada Mamanya di dengar langsung oleh Ara, ia merasa senang ketika ia menemukan pria tepat dalam hidupnya. Ara pun berjanji pada dirinya sendiri, ia tidak akan membuat Reza sendiri. Karena selama ini ia yakin, pasti pria tampan itu hidup dalam kehampaan setelah di tinggal oleh kedua orang tuanya Reza. "Alhamdulillah, aku bisa menemukan pria yang tepat untuk jadi pendamping hidupku. Semoga setelah aku dan Mas Reza menikah nanti, aku bisa mengisi kekosongan dan kehampaan dalam hidupnya selama ini. Aku akan berusaha menjadi istri yang baik untuknya, dan aku berharap kami bahagia selamanya dalam mahligai rumah tangga kami nanti,' harapan dan doa Ara dalam hati. Namun, Ara tidak tahu. Pemikiran polos yang ada dalam dirinya ternyata tidak seperti kenyataan dalam pikiran Ara, Reza selama ini hidup dalam kebahagiaan. Sekali pun ia tidak memiliki orang, kehidupannya selalu di isi dengan bekerja dan juga berfoya-foya bersama wanita yang ia kencani. "Mama senang mendengar janjimu, Nak. Kami harap bukan hanya ucapan yang kamu janjikan pada kami, kami ingin ucapan yang nyata yaitu dengan membahagiakan putri kami Ara," ucap Bu Nara senang. "Saya mengerti, Ma, maka dari itu saya tadi berjanji pada Mama dan Pak Nathan kalau saya nanti pasti akan membahagiakan putri kalian," jelas Reza lagi, kalau ia pasti bisa membahagiakan Ara. Setelah cukup lama berbincang, Reza di ajak makan malam bersama dengan suasana hangat. Ara yang melihat kedekatan Reza dengan orang tuanya merasa bahagia, ternyata jika takdir telah menemukan jodohnya. Maka bukan hal tidak mungkin, orang tua yang selama ini over protective kini menerima dan merestui pilihannya. Tapi, Ara tidak tahu jika takdir juga akan membuat hidupnya dalam titik terendah. Karena ulah dari sahabatnya sendiri. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD