Seorang mahasiswi lari terburu buru di koridor kampus, tanpa memperdulikan sekitarnya. Tujuannya sekarang hanya satu, sampai di kelasnya dan langsung duduk manis tanpa embel-embel apapun.
"Haa.. Haaa... Hosh.." sesampainya Syifa di depan pintu kelas, dia meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Tidak perduli jika dia berebut oksigen dengan yang lain.
Setelah dirasa nafasnya sudah stabil, dia mengintip di jendela kecil yang ada di pintu masuk kelasnya. Gotcha, dosennya sudah duduk dengan manis. Dan teman-teman sekelasnya sedang menulis, entah apa yang ditugaskan sang dosen. Syifa berniat mau masuk, tapi ketika dia melihat jam di ponselnya sudah telat 10 menit.
Syifa bimbang antara masuk atau menggunakan absennya dan berdiam di kantin. Setelah berperang dengan fikirannya, Syifa memutuskan untuk menggunakan saja kesempatan absen yang dia punya. Toh dia baru satu kali ini membolos di mata kuliah Farmasi Rumah Sakit. Dari pada dia masuk, ujung-ujungnya juga tetap tidak di absen oleh sang dosen. Hanya duduk mendengarkan penjelasan yang diberikan. Membosankan.
Geng's zeyeng
Me
Ehh gue telatt ini Entar nyusul di kantin yaa.
AfraSyantik
Mamam lu telatt lagian kebo sih kalo dibangunin.
Putri_03
Yaudah, lu di kantin aja Syif Entar kalo udah slesai matkul kita susul yaa.
Me
Okeee Put Emang elu temen lucknat @AfraSyantik
AfraSyantik
Bomaatt ?
Syifa malas meladeni temannya yang satu itu. Kalian jangan kaget dengan penamaan kontak itu orangnya, itu dia sendiri yang menamakannya di ponsel Syifa. Dengan berjalan lunglai, Syifa duduk di kursi panjang yang ada di kantin. Kebetulan sekali, dirinya belum sempat sarapan gara-gara mengejar mata kuliahnya yang satu ini.
Syifa beranjak sebentar untuk memesan makanannya. Baru saja dia duduk kembali setelah memesan makanan, ponsel di tasnya bergetar lama berarti menandakan ada panggilan masuk.
Pak Dwiki is calling you ?
Sebelum mengangkat Syifa mengerjapkan matanya. Ada apa gerangan pak Dwiki menelfonnya? Kemarin dirinya memang sempat bertukar nomor telfon. Itu pun yang meminta Dwiki, alasannya supaya dia gampang menghubungi Syifa jika putrinya mau bertemu.
"Halo assalamu'alikum,"
"Wa'alaikumsalam. Kamu di mana Syif?"
Syifa ragu ingin menjawab, pasalnya ini baru jam 8. Masa iya Kila sudah mau bertemu dengannya? Bukannya ini juga jam anak sekolah ya?
"Eh ini, saya masih di kampus Pak. Ada apa ya Pak?"
"Oh, gini nanti saya boleh minta tolong? Jemput Kila di sekolahannya yaa. Tenang, nanti supir saya yang jemput kamu di kampus. Abis itu baru jemput Kila. Gimana?"
Syifa diam sejenak, mencerna maksud dari orang di seberang sana.
"Jam berapa ya Pak?"
"Paling nanti sekitar jam 2-an. Kamu bisakan? Saya tanya ke Afra di jam segitu kalian udah ngga ada mata kuliah."
Bertambah kaget dirinya. Dari mana Dwiki tau? Pasti temannya yang laknat itu yang memberi tahu jam mata kuliah hari ini.
"Kamu ngga perlu tau, alasan saya bertanya ke Afra."
Syifa menatap horor ponselnya, ini dia sedang di telfon manusia apa cenayang sih? Tau apa yang difikirkannya.
"Yaudah Pak. Iya saya bisa,"
Mau bagaimana lagi, secara tidak langsung Dwiki memaksanya supaya mau menuruti perintahnya. Walaupun kalimatnya tidak terang terangan.
"Oke, kamu tunggu nanti di depan kampus. Nanti Pak Wadiman yaa yang jemput kamu."
"Iya Pak,"
Tut,
Panggilan langsung terputus setelah dia menyetujuinya.
"Gila sih orang ini, tanpa salam tau-tau langsung dimatiin aja." gerutu Syifa langsung memasukan ponselnya ke dalam tasnya. Makanan yang dipesannya sudah datang.
Tanpa membuang waktu lagi, Syifa langsung menyantapnya. Cacing di perutnya sudah berdemo meminta diisi.
"Woy, makan aja." Syifa tersedak makanan sendiri. Segera dia mengambil es tehnya dan langsung menenggaknya sampai setengah gelas.
"k*****t," desis Syifa yang masih bisa didengar oleh orang yang tadi mengagetkannya.
"Hehe. Lagian serius amat sih lu makan." orang yang tadi mengagetkan Syifa langsung menyuapkan bakso punya Syifa.
"Elahh.. Mesen sendiri apa Bay." protes Syifa tidak terima baksonya dimakan oleh Bayu.
Bayu itu temen laki laki yang dekat dengan Syifa. Itu pun tidak bisa dibilang dekat, hanya Bayu yang selalu berulah dengannya. Dia mengenal Bayu sudah lama, temen les sewaktu mereka masih di bangku sekolah.
"Tumben lu dewekan Syif? Bocah lu yang laen mana?" tanya Bayu mencari keberadaan teman yang biasa dia lihat bersama Syifa.
"Gue telat bege. Mangkannya ngga masuk kelas." sungut Syifa merasa kesal dengan dirinya sendiri yang telat bangun. Ini semua gara gara dia semalaman suntuk marathon drama korea. Siapa suruh Afra merekomendasikan drama korea yang pemerannya Ji Chang Wook? Hatinya langsung meleleh seketika.
"Drakor ye lu." ledek Bayu seraya menoyor kepala Syifa.
"Bangke ih, kepala ini difitrahin woy." Syifa jika sudah marah memang kata katanya bisa sefrontal iti. Tapi ingat, dia bisa berbicara kasar seperti itu hanya dengan Bayu.
"Ehh itu mulut di saring napa. Cewe harus sopan." Syifa mendengar sedikit ceramahan yang keluar dari mulut orang disampingnya hanya memutar bola matanya saja.
Pasalnya dia bisa berkata kasar seperti ini juga gara-gara lingkungannya. Tapi sebisa mungkin tidak selalu dia keluarkan u*****n u*****n semacam ini. Hanya jika dengan Bayu maka tidak akan bisa terkontrol.
"Lu udah ngga ada matkul Bay?" tanya Syifa sambil memotong bakso di mangkok.
"Ini gue baru dateng cuy, 15 menit lagi sih." Bayu memang berbeda jurusn dengan Syifa. Dia mengambil jurusan Kesehatan Masyarakat.
"Oke, bagus deh. Tungguin gue ya ampe temen-temen gue dateng." Bayu menyedot minuman Syifa, "Ah elah. Modal apa." Syifa langsung menyerahkan semua minumannya kepada Bayu.
Tidak mungkinkan, sudah bekas mulut Bayu dia sedot lagi? Sorry, bukan dirinya sekali. Syifa memesan kembali es teh manisnya di kantin. Bayu memang sengaja menyosor minuman cewe di sebelahnya. Dia sudah hafal bagaimana tipikal Syifa.
"Tengkyu beibeh," ujar Bayu. Syifa hanya merespon dengan menggidikan bahunya acuh.
"Cciiee berduan aja nih." sontak keduanya menolehkan kepala ke belakang.
"Apaan sih Put. Ini curut yang nyemperin gue ya," elak Syifa tidak mau dituduh. Ketiga sahabatnya sudah datang. Dan duduk di hadapan Syifa ketiganya.
"Iya dong. Kesian bebep gue ini sendirian." goda Bayu seraya menjawil pipi Syifa.
"Tangan tuh di jaga." omel Syifa.
"Eh, abis ini udah selesaikan yaa matkulnya?" tanya Syifa memastikan ucapan Dwiki benar atau tidak. Dia sendiripun tidak hafal jadwalnya.
"Udah ngga ada. Lu percuma anjir ke kampus cuman numpang madang doang." sindiri Afra seraya melirik kearah Syifa.
Yang merasa dilirikpun tidak perduli sama sekali. Membiarkan sahabat sahabatnya menyindir semau mereka.
"Ke perpus yuk. Ada laprak yang harus kita kerjain, di perpus katanya ada jurnal yang pas buat ngereview." ajak Kiki seraya melihat temannya satu persatu.
"Bebas gue mah," jawab Afra.
"Kuy bae." jawab Putri.
"Eh, tapi gue ngga bisa lama ya gengs. Mau ada perlu soalnya." kali ini Syifa yang menjawab.
Sebenarnya tak enak hati dengan para sahabatnya, tapi mau bagaimana lagi? Dia sudah janji untuk menjemput Kila. Mereka ketika mengerjakan tugas di pastikan akan sampai jam sore, sekiatar jam 3 itu yang paling cepat.
Paling lama bisa sampai maghrib mereka baru pulang. Sebenarnya, jika hanya mengerjakan tugas tanpa embel embel apapun bisa selesai hanya 2 jam. Tapi mereka memanfaatkan fasilitas wifi gratis, mumpung ada jangan dilewatkan bagi mereka.
"Yaudah gak papa Syif. Yuk lah," semuanya langsung berdiri dan berjalan ke arah perpustakaan.
"Gue ke kelas dulu ya. Entar malem gue ke rumah lu Syif," Syifa sudah biasa sebenarnya jika Bayu main ke rumahnya. Bahkan, keluarganya sudah sangat akrab dengan Bayu. Dia tipikal orang yang supel, tapi masih ada sopan santunnya kepada yang lebih tua.
"Kode itu Syif," ujar Putri seraya menyenggol lengan sahabatnya.
"Paan sih." Syifa langsung berlalu terlebih dahulu. Ketiga sahabatnya hanya bisa terkekeh melihat Syifa bertingkah seperti itu.
****
Dokumen menggunung dihadapannya, sungguh baru kali ini dia pusing menghadapi dokumen sebanyak ini. Entah ada apa dengan dirinya ini? Biasanya dokumen yang dia tangani bisa lebih banyak dari yang ada dihadapannya.
"Arrgghh!" teriak Dwiki seraya menjambak rambutnya sendiri. Untung ruangannya kedap suara. Tidak biasanya dirinya seperti ini.
"Huft, apa mungkin gue capek kali yaa berkutat sama dokumen mulu." gumam Dwiki ke dirinya sendiri. Dia melirik jam yang ada di ruangannya. Masih jam 10, anaknya pulang sekitar pukul 2.
Entah kenapa, fikirannya tiba tiba terlintas kepada seseorang yang baru dia kenal tidak lebih dalam satu hari full kemarin. Dwiki langsung mengambil ponselnya di sudut meja, menelfon supir pribadi nya.
"Selamat siang tuan. Ada yang bisa saya bantu?"
"Pak, nanti sebelum jemput Kila. Bapak jemput Syifa dulu yaa, yang kemarin itu Pak."
"Siap tuan! Ada lagi?"
"Ngga ada. Kalo udah jemput semuanya, bawa ke kantor saya aja dulu."
"Baik tuan."
"Yaudah, saya tutup ya Pak."
Tut,
Dia langsung menelfon orang yang di maksud nya.
"Halo assalamu'alikum,"
"Wa'alaikumsalam. Kamu di mana Syif?"
"Eh ini, saya masih ada di kampus Pak. Ada apa ya Pak?"
"Oh, gini nanti saya boleh minta tolong? Jemput Kila di sekolahannya yaa. Tenang, nanti supir saya yang jemput kamu di kampus. Abis itu baru jemput Kila. Gimana?"
"Jam berapa ya Pak?"
"Paling nanti sekitar jam 2 an. Kamu bisa kan? Saya tanya ke Afra di jam segitu kalian udah ngga ada mata kuliah."
Padahal dirinya hanya menebak saja, tidak menanyakan kepada siapapun. Orang diseberang sana terdiam, pasti dia memikirkan dari mana dirinya tahu mengenai Afra? Ya Dwiki memang tahu jika Syifa teman Afra.
Mereka sering sebenarnya bertemu, tapi tidak saling menyadari. Hanya melihat saja.
"Kamu ngga perlu tau, alasan saya bertanya ke Afra."
"Yaudah Pak. Iya saya bisa."
Kebohongannya berbuah manis. Dwiki senang, bisa sedikit menaklukan orang di seberang sana.
"Oke, kamu tunggu nanti di depan kampus. Nanti Pak Wadiman yaa yang jemput kamu."
"Iya Pak."
Tut,
Dwiki meletakkan kembali ponselnya. Dia menyandarkan sejenak punggungnya di kursi kebesarannya, dan mengahadap langit langit ruangan. Tiba-tiba fikirannya terlintas senyuman wanita itu. Dia mengingat dengan jelas bagaimana wanita itu bercanda ria dengan sang putri.
Diam diam senyum Dwiki berkembang di wajah rupawannya. "Manis," gumamnya kembali mengingat senyuman yang mulai detik ini dia sematkan menjadi candu baginya.
Dia merasa, rasa yang dulu pernah dia rasakan untuk Afra mulai terkikis sedikit demi sedikit dengan adanya wanita itu. Dia sadar, mau bagaimana pun dirinya berjuang untuk Afra, wanita itu tidak akan membuka hati nya. Hatinya Afra hanya untuk dosen yang sangat dia idolakan. Cukup sampai sini baginya, cinta yang tak terbalaskan.