"Kamu pulang sama siapa Syif?" tanya Gita ketika mereka keluar dari resto secara bersamaan.
"Ojol kayaknya Kak. Motor lagi di bengkel."
"Lah terus tadi kamu ke sini naik apa?"
"Tadi aku sama temen aku, tapi aku suruh pulang duluan. Mau meet dulu ama Teteh." ujar Syifa seraya bergelayut manja di lengan tetehnya.
Efek jarang bertemu seperti itu. Mereka memang sangat dekat, berhubung Gita yang memiliki jadwal penuh dalam pekerjaannya mereka jadi jarang bertemu.
"Git, pulang sama aku ya?" tawar Ciko ketika sudah berdiri di samping kekasihnya.
"Gak papa kamu anterin aku?"
"Ya kenapa emangnya?"
"Kan kantor kamu muter entar kalo anter aku A."
"Apa yang ngga buat kamu. Yuk. " ajak Ciko seraya menggandeng tangan kekasihnya.
"Kak Dwiki, aku balik duluan ya." pamit Gita menghampiri Dwiki yang baru selesai menelfon seseorang.
"Oh, oke Git. Hati hati ya." tidak mungkin juga dirinya melarang sang sekertaris untuk pulang bersama kekasihnya. Apa haknya?
"Syif, teteh pulang duluan ya. Kamu udah dapet ojolnya?" tanya Gita.
"Masih mencari ini Teh," Syifa memperlihatkan aplikasi ojolnya yang sedang mencari pengemudi.
Gita melirik jam di pergelangan tangannya, tidak memungkinkan jika dia menemani adik sepupunya sampai aplikasinya mendapatkan pengemudi. Syifa mengerti pasti Kakak sepupunya terburu buru.
"Udah Teh. Syifa gak papa kok nungguin. Lagian juga Syifa ngga buru buru banget."
"Gak papa nih? Yaudah Teteh pamit ya, hati hati kamu dijalan." akhirnya Gita dan Ciko pergi dari sana. Hanya tersisa Dwiki dan Syifa.
Dwiki dari tadi hanya memperhatikan perbincangan sang sekertaris dan adik sepupunya itu.
"Ehm," dehem Dwiki. Syifa menoleh ke sebelahnya.
"Eh, Pak."
"Masih belum dapat?" Syifa mengernyitkan dahinya. Dia bingung dengan pertanyaan lelaki yang baru saja dikenalnya.
Dwiki memandang ponsel Syifa. Syifa langsung paham maksud dari pertanyaan Dwiki, "Oh belum Pak. Dikit lagi mungkin," sebenarnya Syifa juga tidak yakin dengan apa yang dikatakannya. Tapi dia optimis saja, dikit lagi pasti ada yang nyantol pengendara ojolnya.
Sepuluh menit berlalu, pengemudi ojol pun belum dia dapatkan. Syifa melirik sekilas ke sebelahnya, di mana bos dari tetehnya masih diam ditempat yang tadi sembari memainkan ponselnya.
Dwiki merasa ada yang menatapnya, dia mendongakan kepala. Ternyata gadis di sebelahnya yang dari tadi menatapnya. "Bareng saya aja." tawar Dwiki, dia dari tadi tidak tega meninggalkan gadis itu seorang diri.
"Tapi Bapak kan--"
Belum sempar Syifa melanjutkan perkataan nya, Dwiki langsung memotong. "Saya ngga balik lagi ke kantor kalo itu yang kamu takutkan." ujar Dwiki mengerti apa yang di takutkan gadis di sebelahnya.
Syifa ragu sebenarnya untuk ikut orang di sampingnya yang bahkan belum dia kenal 24 jam.
"Gimana?" tanya Dwiki memastikan. Dia memang ingin menjemput putrinya di kediaman Afra. Kila menangis, meminta untuk dijemput sekarang juga oleh dirinya langsung.
"Tapi gak papa Pak?" Dwiki menganggukan kepalanya dan berlalu lebih dulu ke arah parkiran mobil. Dengan terpaksa Syifa ikut ke Dwiki. Dia sudah lelah, jadi tidak sanggup jika harus menunggu pengemudi ojol.
Jika saja dirinya tidak selelah ini, dipastikan dia sudah menaiki angkutan umum. Efek dari mengedit naskah yang harus dia serahkan kepada editor.
"Mampir jemput putri saya dulu ya." Syifa hanya menganggukan kepalanya. Tidak mungkin juga dia menolak, nanti di anggap sudah menumpang tidak tahu diri pula.
Satu hal yang Syifa khawatirkan. Dia takut di kira seorang pelakor, takut istri dari orang di sebelahnya memergoki sang suami berada satu mobil dengan wanita lain. Sungguh. Dia tidak mau.
Dia sering melihat kejadian seperti itu di televisi. Sebab ibunya sering menonton drama yang berbau rumah tangga. Jadilah dia yang merasa takut seperti itu. Tunggu. Sepertinya dia mengenali perumahan yang dituju. Seperti perumahan sahabatnya.
"Kamu tunggu sini sebentar ya, saya mau jemput anak saya di dalam dulu." setelah mengatakan itu, Dwiki sudah turun terlebih dahulu sebelum dirinya bertanya lebih lanjut. Sebenarnya apa hubungan Afra dengan Dwiki? Afra tidak pernah bercerita apapun. Tapi dia memang sering melihat jika putri dari orang disebelahnya tadi sering bersama Afra.
"Halo Onti cantik." sapa gadis kecil yang sudah duduk di kursi belakang.
"Hay cantik," entah sejak kapan gadis kecil itu sudah masuk ke dalam mobil. Dia tidak menyadari saking banyaknya dia melamun.
"Sayang, kenalan dong sama Ontinya." ujar Dwiki yang sudah duduk di hadapan kemudi.
"Kenalin Onti, nama aku Kila Pricillia Hermawan. Anak dari Papah Dwiki Hermawan." ujar Kila seraya mengulurkan tangannya ke depan guna berkenlan dengan Syifa.
Syifa pun membalas uluran tangan Syifa, "Hay sayang. Nama Onti, Syifa." Kila langsung menyalimi tangan Syifa. Sungguh sopan sekali gadis kecil ini.
Syifa mencubit pipi Kila dengan gemas, "Lucu banget sih kamu."
"Pah, kita langsung pulang?" tanya Kila.
"Kita nganterin Onti Syifa dulu ya sayang. Baru abis itu kita pulang," jawab Dwiki tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan.
"Pahh.. Kila mau ke taman duluuu." rengek Kila di bangku belakang.
"Iya, abis nganterin Ontinya kita ke taman yaa." rayu Dwiki, dia sendiri merasa tidak yakin jika anaknya mau dirayu mengingat putrinya sangat kerasa kepala, seperti dirinya. Dwiki melirik ke spion tengah, melihat bagaimana reaksi putrinya. Benar saja, matanya sudah mau berair dengan bibir yang sengaja di majukan.
"Hey, anak cantik ngga boleh nangis loh. Nanti cantiknya ilang."
"Onti, Onti ikut ke taman yaa sama kita?" tanya Kila dengan suara yang menggemaskan bagi siapa saja yang mendengar.
Tidak tega Syifa melihat anak itu mau menangis, akhirnya dia mengiyakan saja. Tapi satu hal yang dari tadi dia takuti. Takut nanti jika Mamahnya Kila tau. Sesampainya di taman, Kila langsung turun dan berlari ke permainan yang ada di sana.
"Sudah lama saya ngga main sama Kila seperti ini." sontak Syifa menolehkan kepalanya.
Dia melihat sirat wajah orang di sebelahnya sangat, menyedihkan. Entah apa yang dialaminya, Syifa sungkan untuk menanyakan. Biar saja, orang yang di sebelahnya ini bercerita. Dwiki ikut juga menoleh ke sebelahnya, hingga kedua bola mata itu saling bertatap.
"Papahh.." teriak Kila, mereka berdua tersadar dan Syifa langsung memalingkan mukanya. Dwiki menghampiri putrinya yang tadi memanggil dirinya. Dan Syifa memenangkan jantungnya yang tiba tiba berdetak kencang.
Astaghfirullah, ini jantung ngapa dah, gumam Syifa dalam hatinya.
"Onti, Onti Syifaa.." Syifa merasa kaosnya ditarik-tarik, dia pun menundukan kepalanya. Dan benar saja, Kila lah yang menariknya. Dia pun mensejajarkan tubuh dengan gadis kecil tersebut.
"Gendongg." rengek Kila. Karena tidak tega, Syifa pun langsung menggendong Kila. Dwiki yang pemandangan itu merasa takjub. Kedua kalinya, putrinya mau dekat dengan orang yang bahkan baru dikenalnya.
Jika Afra dulu, karena mereka sering berinteraksi. Itu pun Afra yang mengajaknya main terlebih dahulu. Sangat berbeda dengan wanita yang baru di temuinya ini. Bahkan sang putri sudah merasa sangat nyaman di pelukan Syifa, itu yang Dwiki lihat.
"Mau pulang?" tanya Dwiki yang sudah berdiri di sebelahnya Syifa.
"Saya terserah Bapak." Dwiki melirik ke arah jam tangannya, waktu belum terlalu sore juga. Tidak ada salahnya berjalan jalan santai dulu. Dia jarang berjalan jalan seperti ini, saking sibuknya dia. Keduanya sudah duduk manis di dalam mobil, sang pengemudi pun enggan untuk menghidupkan mobilnya.
Syifa menoleh ke sampingnya seraya mengernyitkan dahinya, "Pak, ngga jalan?"
"Kamu tunggu di mobil sebentar. Saya mau ke sana dulu." Syifa hanya menjawab dengan anggukan kepala, tidak ada gunanya juga kan kalau dia melarang Dwiki? Dia tidak memiliki hak apapun.
Ternyata Dwiki menghampiri tukang es doger. Kila yang ada dipangkuan Syifa merasa tidurnya terusik. Syifa dengan sayang mengelus punggung Kila supaya tertidur kembali. Entah kenapa, awal dia bertemu Kila dirinya langsung sayang dengan gadis kecil ini.
"Maaf ya lama." Syifa menengokan kepalanya ke sebelah.
"Nih," Dwiki menyerahkan es doger satu cup yang tadi dibelinya.
"Buat saya Pak?"
"Ya emang buat siapa lagi." Syifa dengan sungkan menerima es doger dari Dwiki.
"Tau ngga? Ini tuh es kesukaan mendiang istri saya. Setiap kita jalan, pasti dia minta dibeliin ini."
Deg,
Syifa seakan tersadar. Dia mengira Dwiki sengaja membelikannya, ternyata ada maksud tertentu. Ternyata, pria di sampingnya adalah seorang duda beranak satu. Entah kenapa, ada sebagian hatinya yang tidak terima dengan apa yang di katakan Dwiki. Seperti tersirat ketidak ikhlasan ketika Dwiki mengingat mendiang almarhumah istrinya.