7. Gampang tersinggung

1809 Words
"MAHESA!" Selina terus meneriaki cowok jangkung itu, tapi yang punya nama sama sekali tidak ada niatan sedikit pun untuk menengokkan kepalanya. Seluruh murid yang ada di koridor melihat selina bagaimana Selina terus mengejar Mahesa. Dalam benak mereka berpikir apa Selina ada sesuatu dengan cowok itu. Selama satu sekolah dengan Mahesa, baru kali ini para murid itu melihat dengan mata kepala sendiri ada cewek yang berani menganggu Mahesa. "MAHESA BERHENTI KEK GUE MAU NGOMONG!" teriak Selina lagi. Gadis itu terdiam menatap punggung Mahesa yang masih saja terus menjauh hingga beberapa saat kemudian senyum Selina mengembang saat cowok itu berhenti. Segera Selina berlari mendekatinya. Tepat ketika Selina sudah berada di belakangnya, Mahesa memutar badan, menatap Selina datar dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana abu-abunya. "Mau apa?" tanya Mahesa terdengar ketus. Sontak saja Selina terdiam. Sekarang Selina ragu ingin menyampaikan apa yang ada dalam pikirannya atau tidak. Namun, tidak mungkin juga kan Kaylendra berbohong? Kalau Mahesa sepeduli itu dengan dirinya kemarin, lantas kenapa sekarang Mahesa sangat ketus? "Kalau nggak ada, gue mau pergi." "Mahesa tunggu!" cegah Selina membuat Mahesa yang akan berbalik badan jadi mengurungkan niat. Mahesa kembali menatap Selina. "Apa?" tanyanya masih dengan nada yang sama. "Gue ... mau bilang makasih," kata Selina ragu. Gadis itu langsung menunduk setelahnya. "Makasih buat apa?" tanya Mahesa. Spontan Selina kembali mengangkat kepalanya, membuat tatapannya kembali beradu dengan tatapan Mahesa. Cowok itu benar-benar sangat tampan, Selina sampai kesusahan untuk menelan salivanya, ditambah lagi dengan beberapa luka pada wajah cowok itu. Bukannya jelek, Mahesa malah terlihat semakin keren. Pantas saja cowok ini diidam-idamkan cewek satu sekolah. "Emm ... makasih karena lo udah peduli," jawab Selina dengan cepat, secepat dia mengigit bibir bawahnya setelah berkata. "Gue tau karena Kaylendra yang bilang, dan dia juga bilang kalau gue harus bilang makasih lang—" "Sama-sama." Selina terdiam dengan mulut terbuka. "Apa?" "Gak usah GR, kalau ceweknya bukan lo juga gue bakal kasih perhatian yang sama. Gue hanya gak mau ada temen gue, anak Garuda yang terluka karena masalah gue," ujar Mahesa memperjelas. Selina masih mematung. Jadi ini alasan Mahesa? Astaga Selina harusnya lo gak usah baper duluan! Eh, tunggu, memang siapa yang baper? Enggak, Selina gak baper kok. Hanya kagum sedikit saja. "Kalau nggak ada yang mau diomongin lagi gue cabut," kata Mahesa yang langsung membuat Selina tersadar dari lamunannya. "Mahesa, luka lo biar gue obatin ya? Anggap saja sebagai ucapan terima kasih dari gue karena lo udah peduli dan perhatian sama gue," ucap Selina seraya tersenyum manis. Mahesa sempat terperangkap dalam lengkungan indah itu. "Nggak perlu, gue bisa obatin sendiri," balas Mahesa di luar dugaan Selina. Melihat perubahan raut wajah Selina membuat Mahesa menghela napasnya kasar. Ingatkan kalau Mahesa tidak suka melihat perempuan sedih? "Oke, lo bisa obati luka gue, "cetus Mahesa tiba-tiba yang sontak saja membuat Selina memekik kegirangan. "Yaudah, ayo!" Selina dengan beraninya meraih tangan Mahesa begitu saja, menarik cowok itu untuk ikut bersamanya tanpa ada beban sedikit pun. Semua yang melihat itu jelas semakin bertanya-tanya ada hubungan apa Selina dan Mahesa sebenernya. Rupanya Anggi dan Gisel juga memperhatikan dari tadi. "Feeling gue bilang, kayaknya Selina suka deh sama Mahesa," celetuk Gisel setelah mengamati dari tadi. Anggi pun mengetuk-ketukkan jari telunjuknya pada dagu seolah berpikir sambil menatap Gisel. "Feeling gue juga bilang kayak gitu." "Tapi terlalu cepet gak sih? Ya menurut gue masa cuma gara-gara ditolongin sekali Selina langsung klepek-klepek. Dia kan anti banget sama cowok nakal, apalagi yang modelnya kayak Mahesa Gibran Pranata," ujar Gisel. "Nggak salah juga lo ngomong. Eh tapi Sel, yang namanya suka siapa yang tau sih? Buktinya gue, lo sendiri tau kan dulu gue bencinya kayak apa sama Laskar, tapi sekarang? Cinta datang karena terbiasa Sel!" balas Anggi mengingat waktu pertama kali Laksar mendekatinya dulu, meminta Anggi untuk jadi miliknya tanpa membuat kata penolakan. Gisel mencibir ucapan Anggi. "Yeee itu kan elo! Beda lagi ceritanya. Lo mah sama cowok mana aja mau, Nggi." "Dih, lo pikir gue cewek apaan ha? Sembarangan banget kalau ngomong. Emang lo pernah lihat gue deket sama cowok lain selain Laskar? Yang ada tuh cowok-cowok kali yang deketin gue terus." Gisel menghela napasnya sambil memutar kedua bola mata muak. "Iya deh iya percaya yang jadi cewek paling cantik di sekolah sampai semua cowok ngantri buat lo! Iya percaya gue, siapa sih yang bisa ngalahin kecantikan seorang Anggi Ferina Dirgantara, nggak ada!" tutur Gisel dengan nada menyindir dan melenggang begitu saja melewati Anggi membuat temannya itu kesal. "Nyebelin banget sih, Sel!" geram Anggi menyusul Gisel yang membuat keduanya malah kejar-kejaran. "GISEL SINI LO!" "OGAAH GUE SAMA CEWEK SOK CANTIK, ENTAR GUE KELIHATAN BULUK!" **** "Ssttt, pelan Lin." Mahesa mengaduh sambil menggeliat kesakitan saat Selina mulai mengobati luka pada lengannya yang terkena goresan pisau lipat saat tawuran kemarin. "Iya ini udah pelan kok. Lukanya masih basah banget emang di rumah nggak diobatin?" tanya Selina kepada cowok itu. Mahesa menggeleng membuat membuat Selina menghela napasnya berat. "Kenapa nggak diobatin sih? Nanti yang ada malah nggak sembuh-sembuh." Setelah selesai mengobati luka Mahesa, Selina langsung berdiri mengemasi obat-obat yang dia gunakan. Mahesa hanya diam memperhatikan Selina, cowok itu tidak banyak bicara, karena memang begitulah Mahesa, lebih banyak diam. "Oh ya Mahesa, besok pagi sebelum berangkat sekolah, lukanya diobati lagi ya? Pakai betadine aja sama alkohol, kan nggak diplester jadi biar nggak ada bakteri yang nyarang di sana," Selina berujar sambil menaruh kembali macam-macam obat itu kembali ke tempatnya. Tak kunjung mendengar balasan Mahesa, Selina pun memutar kepalanya, dilihatnya Mahesa yang hanya diam saja sambil terus menatapnya. "Lo dengar kan gue ngoceh dari tadi?" tanya Selina. Mahesa mengangguk. "Dengar kok," katanya singkat. "Kirain, habisnya diem aja, nyaut kek." "Lin?" panggil Mahesa kemudian dengan lembut. "Iya kenapa, Mahesa?" "Besok pagi pas baru sampai sekolah langsung temui gue di sini, mau?" Mahesa bertanya membuat kening Selina mengernyit bingung. Gadis itu lalu kembali duduk di sebelah Mahesa, di tepi brankar UKS. "Buat apa?" tanya Selina. "Gue mau lo obati luka gue lagi." Apa Selina tidak salah dengar? Selina membisu karena pertanyaan Mahesa. Diamnya Selina membuat Mahesa terkekeh pelan, kekehan itu malah terasa membius Selina. Mahesa jika tertawa ternyata sangat manis. "Kalau gak mau juga gak pa-pa," ujar Mahesa dan dengan cepat Selina menggelengkan kepalanya. "Gue gak bilang kalau gue gak kau kok," balasnya panik. Lagi, Mahesa kembali tertawa. Cowok itu melihat ke bawah, di mana kakinya yang terjuntai dengan sengaja diayunkan ke depan dan ke belakang secara bergantian. "Gue mau tanya sesuatu sama lo, Lin," tutur Mahesa. "Apa?" Mahesa diam sejenak sebelum kemudian mengubah posisi duduknya menjadi duduk bersila menghadap Selina. Tatapan Mahesa dalam untuk gadis itu, seperti hanya ada Selina di dalamnya kedua bola matanya. "Bisa lo ceritain gimana lo bisa diculik sama orang-orang itu kemarin?" Mahesa bertanya dengan serius. Selina mengerjapkan matanya beberapa kali. Tiba-tiba dia jadi gugup. "Emm ... gue nggak tau, Sa. Mereka kemarin tiba-tiba datang nyamperin gue terus bekap gue pakai kain setelah itu gue langsung gak inget apa-apa, sampai gue bangun-bangun udah ada di rumah sakit sama Anggi sama Gisel. Badan gue juga rasanya langsung sakit semua pas sadar," ujar Selina bercerita dengan jujur. "Cuma itu yang lo inget?" tanya Mahesa diangguki Selina. "Sebelumnya lo gak ngerasa diikutin gitu?" Kali ini Selina menggeleng. "Enggak," jawabnya. "Tapi gue takut Sa, gue takut orang-orang itu culik gue lagi. Setelah kejadian kemarin gue jadi suka parno kalau keluar-keluar sendiri. Kemarin malam aja gue ketakutan banget waktu Kay ngikutin gue," kata Selina. Mahesa termenung, sekarang saja masih terlihat jelas ketakutan di wajah Selina. Tangan Mahesa lalu entah sadar atau tidak terulur meraih tangan Selina. Spontan saja Selina menatap Mahesa, darahnya berdesir hebat saat itu juga, panas dingin saat cowok nomor satu di SMA Garuda mengelus punggung tangannya dengan sangat lembut. "Jangan takut, ada gue." Begitu kata Mahesa. Hanya empat kata, tapi mampu membuat Selina panas dingin. Peduli apa Selina dengan dirinya sendiri? Selina sama sekali tidak bisa mengontrol reaksi yang diberikan oleh tubuhnya. "Mahesa," lirih Selina. "Bisa jangan kayak gini nggak? Gue sesek kalau lo giniin gue, Sa. Jangan hangat-hangat sama gue takutnya gue baper sama lo," celetuk Selina tanpa rem kepada Mahesa. "Oke sorry." Mahesa melepaskan genggaman tangannya. Sedetik setelah itu Selina langsung menyembunyikan tangannya yang bekas dipegang Mahesa. Selina tidak berlebihan, memang cewek mana yang gak baper diperlakukan seperti itu oleh cowok ganteng dan terkenal seperti Mahesa Gibran Pranata. Selina itu sama seperti cewek pada umumnya, dia gampang baper sama cowok ganteng, gampang suka sama orang, tapi bukan berarti Selina cewek gampangan ya? Sama sekali enggak! Selina bahkan tidak pernah pacaran seumur hidupnya, dekat banyak, tapi kalau sampai jadi pacar tidak pernah sama sekali. Tidak munafik, meski Mahesa nakalnya minta ampun, tetap saja jika diperlakukan seperti barusan Selina pasti akan langsung kpelek-keplek kayak ikan mujair yang baru diangkat dari perairan. "Yaudah kalau gitu, Sa gue ke kelas dulu ya? Inget luka-lukanya harus rajin diobati biar cepet sembuh." "Cerewet," balas Mahesa. Selina yang sudah berdiri pun berkacak pinggang di hadapan cowok bangor itu. "Bukan cerewet Mahesa, gue cuma berusaha peduli! Sebagai ucapan terima kasih karena lo udah mau susah-susah jagain gue." "Iya, iya, yaudah sana." "Hmmm. Oh ya." Mahesa mengangkat sebelah alisnya. "Apa lagi?" "Jangan bolos!" tegas Selina. "Siapa lo ngatur-ngatur hidup gue? Bolos atau enggaknya gue bukan urusan lo, Lin, toh gue bayar sekolah gak pakai duit lo kan?" Selina menarik nafasnya dalam-dalam. "Gini nih yang perlu diruqyah. Selagi lo masih bisa bayar sekolah, harusnya lo banyak bersyukur dengan gak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Apa lo gak mikirin jika banyak anak diluar sana yang pengen belajar tapi terhalang ekonomi?" "Gue gak suka diceramahin," kata Mahesa dengan malas, tidak sehangat sebelumnya. Mahesa juga tak lagi menatap Selina. Apa dia marah? Niat Selina kan baik. "Gue cuma ngingetin aja. Dibanding mereka, lo jauh lebih beruntung. Kalau emang lo gak niat buat sekolah, mending lo berhenti dari sekarang daripada semua uang lo terbuang sia-sia dan gak ada hasilnya sama sekali. Mending lo sumbangin kan uangnya buat yang serius?" "Gue bilang, gue - gak suka - diceramahin! Paham bahasa manusia gak sih?" Mahesa membentak dengan kencang ditambah penuh penekanan. Selina yang mendengar dan melihatnya sampai terjingkat kaget dengan respon cowok itu. "Sa maksud gue—" "Mending lo pergi sekarang. Gue muak sama orang yang sok nasehatin orang lain, karena gue membenci hal itu. Hidup, hidup gue dan gue yang jalanin. Gue udah baik sama lo tapi lo malah ngelunjak. Gak tau diri. Mending sekarang lo pergi karena gue muak sama cewek sok kayak lo." Demi apa pun Selina tercengang dengan perkataan Mahesa. Secepat itu mood Mahesa berubah? "GUE BILANG PERGI!" Selina menegang, tanpa menunggu lama Selina langsung keluar dari dalam ruangan itu meninggalkan Mahesa sendiri yang terus berusaha mengendalikan emosnya. Setelah mendengar pintu tertutup, Mahesa langsung mengusap wajahnya kasar. "Gue ini kenapa?" tanya Mahesa kepada dirinya sendiri. Seperti ada dua nyawa dalam dirinya. Entah kenapa Mahesa meresa jika dirinya seringkali sensitif dengan kata-kata tertentu yang mengusiknya. "Akh!" Mahesa tidak suka jika ada orang yang ikut campur dengan pilihannya. Mahesa egois? Iya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD